**
(DI SEBUAH LATIHAN TEATER)
Sutradara tersenyum puas. Para kru yang dilatihnya begitu profesional. Dalam waktu hanya sehari, ternyata mereka mampu menghafal naskah yang diberikannya. Bahkan si Aris, mahasiswa gondrong itu, seakan kemasukan ruh Ken Arok. Gaya dan teriakan lantangnya menunjukkan totalitasnya, meskipun baru sekali ini ia didaulat menjadi pemeran utama. Biasanya, peran utama selalu jatuh ke tangan Tedjo yang saat ini sedang keluar kota.
"Bagus, sepertinya rambut gondrongmu cocok dengan peran-peran berandal begitu, Ris, hahaha " puji sang sutradara sambil terkekeh melihat Aris yang kesulitan melepas rambutnya yang awut-awutan terjepit di mahkota yang dikenakannya.
***
(DI BELAKANG PANGGUNG TEATER)
Seusai latihan, para kru mengemas barang bawaan. Hanya Aris dan Ayu yang masih asyik berlatih di pojok ruangan, sambil sesekali melirik ke arah sutradara. Kemudian tersenyum berdua.
"Aris !!," teriak sang sutradara, meminta Aris mendekat. "Besok kamu pakai keris ini saja. Koleksiku pribadi. Keris yang kamu pakai tadi kurang bagus, terlalu kelihatan imitasinya," kata sang sutradara, sambil menyerahkan sebilah keris pada anak buahnya yang gondrong itu.