Safira keluar dari kamarnya. Ia menengok ke lantai bawah mencari keberadaan pamannya. Mata Safira terhenti ketika ia melihat pria asing masuk ke dalam rumah Paman Made.
Kedatangan pria itu sepertinya tidak terlalu disambut. Terbukti ketika pria itu melenggang masuk ke ruang tamu, Paman Edgar dan Paman Made terlonjak kaget dan buru-buru bangkit dari sofa.
Safira berjalan mengendap-endap ke tembok di dekat tangga. Safira ingin menguping. Ia juga penasaran siapa pria itu.
"Well, kita akhirnya bertemu lagi," pria itu merentangkan tangan hendak memeluk Paman Edgar.
Paman Edgar menatap tajam. "Hentikan basa-basimu, Xavier!"
Pria bernama Xavier itu tertawa. Ia urung memeluk Paman Edgar. Tanpa merasa bersalah dia menjatuhkan diri di sofa. Duduk santai. "Kalian terlihat terlalu tegang. Aku kesini hanya untuk mampir."
Mau tidak mau Paman Made dan Paman Edgar ikut duduk di sofa.
"Apa maumu kesini?" tanya Paman Made ketus.
"Aku hanya ingin menemui kalian, teman lamaku," Xavier menyalakan rokok.
Safira jadi penasaran bagaimana mungkin pamannya mengenal pria bernama Xavier itu. Xavier terlalu aneh untuk Safira. Xavier mengingatkan Safira pada aktor antagonis bernama Kenji dalam film Rush Hour 3 yang dibintangi Jackie Chan. Mama sangat suka film itu dan beberapa kali menontonnya hingga Safira hapal dengan sosok Kenji.
Seperti halnya dengan Kenji, Xavier juga memiliki kulit putih. Badannya tidak terlalu tinggi jika dibandingkan dengan Paman Edgar tentunya. Rambut pendek klimis yang jelas berbeda dengan sosok Kenji yang memiliki rambut gondrong. Safira memperkirakan usianya menginjak pertengahan 30an.
Gelagat Xavier atau yang harus Safira panggil dengan sebutan Paman Xavier ini seperti mafia. Ini terdengar konyol tapi bagaimana cara Paman Xavier berbicara, tersenyum dan merokok sembarangan di rumah orang memang mirip dengan perilaku mafia dalam film-film.
"Jadi apa yang kalian lakukan sekarang? Aku liat Made sudah punya keluarga ya sekarang," tanya Paman Xavier. "Dan Edgar apakah…"
"Sudah hentikan," potong Paman Edgar. "Langsung saja, apa yang kamu mau?"
Xavier hanya tersenyum. "Sebenarnya aku hanya menagih apa yang harusnya menjadi milikku. Itu saja.."
Planggg...
Ketiga pria itu mendongak keatas. Mata mereka tertuju pada Safira.
[Sial!]
Safira mengutuki kecerobohannya. Niat awalnya Safira ingin mengendap-endap kembali ke kamarnya. Namun ia malah menyenggol guci mahal Paman Made hingga benda itu terguling. Untung tidak pecah.
Paman Xavier memanggil anak buahnya untuk membawa Safira turun ke lantai 1. Safira takut sendiri dan memilih turun tanpa perlawanan.
"Well, siapa gadis ini?" Paman Xavier mendekat kearah Safira yang masih mengenakan piyama.
Paman Edgar maju. "Xavier!"
Paman Xavier berjalan memutari Safira. "Kalau melihat reaksi Edgar, jangan-jangan gadis ini…"
"Namaku Safira," jawab Safira. "Apa yang kamu mau dari pamanku?"
Mendengar kata 'paman', Paman Xavier menoleh ke arah Paman Edgar. Di sisi lain Paman Edgar mulai rishi dengan tingkah Paman Xavier.
"Safira," Paman Xavier memegang pipi Safira. "Kamu mengingatkanku pada seseorang."
Paman Edgar mulai tidak sabaran. "Cukup!" Ia maju mendorong Paman Xavier.
Spontan para anak buah Paman Xavier menodongkan senjata ke arah Paman Edgar. Safira langsung bersembunyi di balik tubuh tinggi pamannya.
"Xavier, Edgar cukup! Ini rumahku. Aku punya keluarga disini. Aku tidak akan membiarkan kalian memulai keributan di rumahku!" Paman Made melerai. "Xavier, segeralah pergi dari sini. Kamu tahu kan aturannya?!"
Paman Xavier yang awalnya memasang wajah tegang dan menatap Paman Edgar tajam akhirnya tertawa. "Baiklah. Kali ini aku mengalah."
Paman Xavier menggeraknya tangannya isyarat menyuruh anak buahnya menurunkan senjata mereka.
Safira mengintip dari balik tubuh pamannya.
"Kita akan segera bertemu lagi Safira." Paman Xavier tersenyum licik dan melenggang keluar rumah Paman Made sembari diikuti para anak buahnya.