Jantung Anala sudah berdegup sangat kencang dihadapan Jaeta yang tertidur. Ini adalah hari yang disepakati dalam perjanjian dirinya dengan papanya. Rasanya sudah melihat akhir kehiduapan di depan mata.
Terakhir kali Jaeta sadar, ia mengeluh sakit kepala yang luar biasa karena Anala sudah tidak sabar dan memaksa Jaeta mengingat segalanya, Anala memang sudah terlihat gila akan semuanya, bahkan sampai menyuruh Jaeta untuk berpura-pura mengingat didepan papanya saja. Tapi itu semua memanglah tidak berguna, karena memang Jaeta yang tak mengerti apapun.
"Aku harus bagaimana? Aku nggak sanggup untuk menghadapi ini semua." Anala seperti akan menangis sambil melihat jam dinding untuk memperkirakan kapan papanya datang untuk menyeretnya pergi tanpa ampun.
Semua yang ada disana hanya bisa diam karena memang sudah tidak adalagi cara yang bisa digunakan.
"Atau aku kabur saja?"