Aqila seolah tak percaya dengan pendengarannya. Setelah lima menit yang lalu dia menghubungi laki-laki yang menjadi cinta pertamanya waktu kecil. Papanya. Tak percaya kalau Papanya bisa pergi sendiri ke Surabaya tanpa Mamanya. Padahal selama ini Papanya selalu mengajak Mamanya setiap kali keluar kota untuk urusan bisnis. Kecuali jika ada sesuatu yang menyebabkan Arumi tidak bisa ikut.
"Jangan bilang Mama yang memang tidak bisa ikut. Aku ga percaya Mama ga ikut saat Papa pergi ke luar kota yang memang bukan ke Jakarta. Ada apa dengan Papa, Ma? apa Papa menyakiti Mama?" desak Aqila. Dia menatap manik mata Arumi. Dia yakin mata Mamanya tidak bisa berbohong. Dan dia menemukan kesedihan mendalam di sana.
Arumi menggeleng dengan mata berkaca-kaca. Bibirnya tak mampu untuk mengucapkan sepatah katapun pada putrinya tentang apa yang dia rasakan saat ini.
"Ma, ngomong donk Ma. Kenapa Papa bisa pergi tanpa Mama? ga biasanya lho Ma."