Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 138 - Kota perbatasan, Ustgard

Chapter 138 - Kota perbatasan, Ustgard

Suatu pagi Nirvana lagi berjalan dilorong. Entah bagaimana ada kupu-kupu hitam terbang, terus mengikutinya. Kupu-kupu hitam dengan sedikit corak hijau. Corak kupu-kupu persis penjepit rambut yang sering digunakan Satella.

Benar saja, muncul suara Satella. Suaranya menggema diruangan, seolah keluar dari pengeras suara. Sepertinya kupu-kupu itu jadi perantara pesan. Volume suaranya, nampak asli, tidak dikeraskan dan tidak dikecilkan.

"Nirvana, apa kamu dengar aku?"

Nirvana terkejut karena Satella menghubunginya.

"Kamu sudah pulang?" Nirvana bertanya.

"Tidak, tidak, aku masih di pulau terpencil. Aku ada di tempat ujian penyihir kelas S. Aku dapat pesan darurat dari Theodore. Kamu bisa pergi ke kota perbatasan sekarang? Familiar ku, Rika akan menjemput kamu," ujar Satella.

"Kota perbatasan?"

"Sudah jangan bantah! Tetap diam disana, jangan pergi-pergian! Rika akan menuju ke posisi mu, untuk menjemputmu!"

*****

Kini Nirvana ada di dalam kereta naga. Duduk, berhadapan dengan wanita kucing. Kucing hitam yang selalu memakai armor, terutama armor bagian tubuh atas. Rika, familiar Satella, duduk tenang, berkedip-kedip menatap Nirvana.

"Ada apa?" Tanya Nirvana.

"Gak kok, Rika cuma memandang kamu sebentar," jawabnya.

"Maksudku, kenapa aku diminta untuk pergi ke kota perbatasan?" Nirvana mengoreksi ucapannya, supaya Rika gak salah tanggap.

Rika berkedip-kedip, membuat ekspresi wajah lugu. Memiringkan wajahnya, Rika cengengesan kala menyadari dirinya salah tanggap.

"Oh, itu." Rika cengengesan.

Nirvana menoleh kearah jendela barang sejenak. Kereta naga masih berada di jalanan besar, Geffenia. Sebentar lagi tiba di pintu gerbang dinding kota Geffenia.

"Ada masalah di kota perbatasan. Kamu tahu kan master ku menjadi penguasa sementara kota Ustgard. Masterku masih sibuk dengan ujian penyihir kelas S. Bisa tolong wakili urusan masterku?" Rika sudah menjelaskan niat tuannya, Satella.

Dua jam telah berlalu....

Mereka memasuki papan bertulis, selamat datang di kota Ustgard.

Kota Ustgard, dulunya kota paling dalam dari kadipaten Vilenchia bagian timur. Kini kota Ustgard adalah kota terluar di kadipaten Vilenchia bagian barat. Sebelah baratnya, kota Ivalice yang masih termasuk wilayah kadipaten Vilenchia bagian tengah. Sebelah timurnya, berbatasan dengan satu dari tiga kota yang direbut oleh pemberontak demi-human.

Nirvana diturunkan di kastil kota Ustgard.

Kastil kota dan balaikota, sangat berdekatan.

Memasuki kastil kota, tidak ada pelayan terlihat. Kalaupun ada, terlalu sedikit pekerjaan yang mengurus kastil terbengkalai ini.

"Dimanakah kamu, Theodore," seru Rika, memanggil.

Rika menoleh kearah Nirvana.

"Kita tunggu disini saja!" Rika mengajak Nirvana berdiam di lobi. Ruangan yang fungsinya agak mirip ruang tamu di vila bangsawan.

Kupu-kupu hitam yang dilihat Nirvana dilorong sekolah, nampak kembali di kastil pemerintahan daerah, kotamadya ini. Tak lama, munculah suara Satella. Nirvana memahami, kupu-kupu hitam itu fungsinya sebagai perantara suara. Karena telepati memiliki batasan jarak, kupu-kupu hitam bercorak hijau ini menjadi perantara. Itu merupakan bidak sihir Satella.

"Apa yang kalian tunggu!" Satella menegur.

"H--huh, master?" Rika terkejut.

"Cepat pergi ke ruang tengah kastil wilayah!" Perintah Satella.

*****

Ruang VIP, kastil kota Ustgard.

Nirvana duduk di satu meja yang memiliki banyak sofa lainnya dan sebuah meja dengan vas bunga. Ia menghadap pak tua Baxter dan tangan kanan Satella, Theodore.

Tanpa bertanya, Nirvana terdiam, menyimak.

"Mulai saat ini, kondisi di kota perbatasan akan menjadi rawan," kepala urusan internal memulai pembicaraan.

"Seperti itu," gumam Nirvana.

"Pihak pemerintah pusat sudah mengirim para pembawa pesan.  Sudah tiga pembawa pesan diutus pergi ke kota yang dikuasai kubu demi-human. Mereka pergi untuk mengusulkan fakta anti perang. Ketiganya dibunuh ditempat, itu tindakan keji," ujar pak tua Baxter.

"Namanya juga kota perbatasan," gumam Nirvana.

Tiga kota yang saat ini dikuasai demi-human, dulunya kadipaten Vilenchia timur. Kota Rosenberg, berbatasan dengan kota Ustgard. Kemudian kota Mitras, lalu kota pesisir Tortuga.

"Utusan keempat dikirim," ucap pak tua Baxter.

"Dibunuh lagi?" Tanya Nirvana.

"Tidak, pulang dengan selamat," jawab pak tua Baxter.

"Dia beruntung--"

"Kamu tahu siapa yang menjadi pembawa pesan yang keempat?" Theodore memotong.

"...." Tentu Nirvana penasaran dan memilih diam, menyimak.

"Ray Valerious Scarlett."

Identitas yang diberikan oleh Theodore, mengejutkan Nirvana.

Kepala urusan internal, segera melanjutkan ceritanya.

"Pewaris pedang naga, dianggap senjata pemusnah masal. Dengan mengirim generasi pedang naga ke wilayah lain, sama saja mengirim pernyataan perang. Itulah yang menjadi ketentuan internasional," tukas pak tua Baxter.

Nirvana sangat ingin memberi pernyataan.

"Apanya yang pernyataan perang? Jelas-jelas kota Rosenberg dulunya wilayah kerajaan ini. Mereka jelas pantas diperangi," ucap Nirvana.

"Berarti kita sependapat," tukas Theodore.

Di kastil ini, hampir tidak terlihat pekerja. Mungkin hanya sedikit, mungkin sedang membersihkan tempat lain.

"Selamat datang."

Bahkan yang memberi sambutan adalah Rika yang berdiri di dekat lorong. Rika berdiri dipojok, dekat lukisan besar.

Atas seruan ramah Rika, semua menoleh. Semua penasaran, siapa yang datang? Seorang kesatria berseragam royal guard datang. Dipinggangnya, ada pedang dengan bilah lebar.

"Ray?" Nirvana terkejut.

Bagaimana bisa? Orang yang baru saja dibicarakan, mendadak hadir secara kebetulan. Pewaris pedang naga suci, Ray Valerious Scarlett.

"Ya, kita bertemu lagi," sapa Ray.

Akhirnya kesatria pedang naga, bergabung, duduk diruang ini.

"Bagaimana situasinya?" Pak tua Baxter bertanya.

"Pakta anti perang ditolak." Ray Valerious geleng-geleng kepala.

Tidak lama, datanglah maid yang terlihat seperti pekerja dibawah umur. Maid seperti berusia empat belas tahun.

"Maafkan kami karena tidak tahu kalau ada tamu. Maafkan kami tuan Baxter, tuan Theodore." Datanglah seorang maid lainnya yang terlihat setahun lebih tua dari maid yang pertama.

Maid yang datang kedua, pekerja senior. Atau mungkin masih ada pekerja yang usianya lebih matang dari dua pekerja dibawah umur ini.

"Tolong tunjukkan kamar untuk Nirvana!" Pak tua Baxter memberi perintah kepada maid.

"Iya, tuan Baxter," seru maid yang lebih senior.

Nirvana menatap kearah Theodore dengan mimik bertanya-tanya.

"Aku tinggal disini?" Tanya Nirvana.

"Iya benar. Ini adalah permintaan master ku. Tidak apa kalau kamu keberatan, nanti bisa protes kepada masterku," ujar Theodore.

"Tidak, baiklah, aku akan tinggal," ucap Nirvana.

"Kamarnya di lantai empat, tuan tamu." Maid memberi gestur ingin mengarahkan.

*****

Kamar tamu.

Pintunya terbuka. Kamar tamu ini lumayan bersih. Namun tirai nya belum sempat dibuka.

"Dimana barang bawaan tuan?" Tanya maid.

"Aku tidak sempat bawa," jawab Nirvana.

Nirvana berdiri didalam kamar, bertatap dengan maid.

"Gak masalah, disini ada banyak pakaian untuk para tamu," tukas maid. Maid muda pergi ke jendela, membuka tirai di tiap jendela.

Ada tiga pintu. Pintu keluar, pintu kamar mandi, yang terlahir pintu menuju teras atas. Jadi kamar yang ada dilantai empat ini, memiliki terasnya sendiri. Kamarnya sangat luas. Ini lebih luas dari kamar yang ada di dormitori penjaga sekolah.

"Kalau mau lihat pemandangan, terasnya ada disebelah sini." Maid membuka pintu teras atasnya.

Nirvana berjalan mengikuti maid muda tersebut.

Sejenak, mereka berdiri diteras atas dan menyaksikan tiap sudut kota perbatasan ini. Tidak seindah kota Geffenia apalagi ibu kota. Tapi kota perbatasan ini, view nya lumayan.

"Kamu pekerja dibawah umur, kah?" Tanya Nirvana.

"...." Maid menatap Nirvana, agak terbungkam.

"Aku tinggal disekitar sini," maid muda mengulurkan tangannya, memberi gestur bersalaman atau berkenalan, "Namaku Marie, aku berasal dari keluarga miskin. Aku butuh pekerjaan ini walau aku dipandang sebagai pekerja dibawah umur. Aku masih berusia lima belas tahun, ngomong-ngomong."

"Aku Nirvana, tiga tahun lebih tua darimu." Nirvana berjabat tangan dengan Marie.

Marie punya perawakan mungil setinggi 150cm. Rambutnya agak pendek sampai-sampai tengkuknya kelihatan. Tapi poni depan agak panjang menyamping. Ada jepit rambut mawar biru yang membuat poni panjangnya tidak menutupi matanya.

Satu yang Nirvana suka dari Marie adalah.

Marie memakai seragam maid tak berlengan. Hal itulah yang Nirvana sukai. Nirvana jadi sering menatap bahu Marie, seolah itu mengkilap. Nirvana membayangkan Marie mengangkat kedua tangan keatas. Dengan baju tanpa lengan, tentu ketiak putih bersih yang seksi akan terlihat jelas. Seolah Nirvana jadi seorang pemuja fetisme ketiak wanita. Nirvana membayangkan.

"Apa, semuda itu? Aku pikir kamu diatas dua puluh," komentar Marie.

"Apa aku kelihatan cepat tua, ya?" Nirvana mengangkat bahu, dan memberi nada protes.

"Tidak, tidak seperti itu. Kakak ku sebaya denganmu, tapi, tapi masih seperti anak-anak. Penduduk kota Ustgard, pemuda seusia mu tidak memiliki sifat setenang dan juga se keren kamu," kata Marie, sambil memberi raut wajah blushing.

"Aku keren?" Tanya Nirvana.

"Iya, kamu keren." Marie mulai menyatukan kedua telunjuknya.

Sampai tiba-tiba Marie berbalik badan.

"Aku harus lanjut kerja. Kalau tidak bakalan dimarahi maid yang lebih senior. Buk Rose adalah maid yang paling senior, head maid. Jadi, jika butuh sesuatu panggil aku saja ya." Maid Marie pun melangkah pergi.

Nirvana mulai duduk ditepi ranjang untuk meredakan lelah. Beristirahat dari sedikit lelah akibat perjalanan darat dengan kereta naga.

Dua puluh menit dihabiskan untuk berbaring.

Suara ketukan pintu terdengar. Terdapat sedikit kesenangan yang dirasakan Nirvana saat mengira Marie akan datang lagi. Nirvana melangkah kearah pintu.

Dalam hati, Nirvana berkata, waifu ketiak seksi.

"Tuan tamu.... Aku datang untuk membawa hidangan." Tapi tidak sesuai harapan. Suaranya seperti wanita yang jauh lebih dewasa. Sepertinya maid senior yang Marie ceritakan tadi.

Nirvana membuka pintu kamar. Seorang wanita berusia tiga puluh tahunan, berdiri disana. Maid ini, usianya lebih matang, memberikan aura keibuan.

"Selamat pagi, tuan tamu," maid menyapa. Selain itu, maid datang sambil memegang nampan. Yang dibawa adalah menu sarapan atau sejenisnya.

"Kamu buk Rose?" Tanya Nirvana.

"Ah, tolong jangan panggil aku buk. Usiaku masih 29 tahun, aku belum cukup tua untuk dipanggil buk, tau! Karena aku wanita singgel, panggil maid Rose saja, jangan buk Rose."

Nirvana mengangguk atas nada keluhan maid Rose.

"Ah, maaf, maafkan aku. Tolong maafkan aku karena terlalu banyak bicara, tuan tamu." Sejauh ini maid Rose, masih relatif ramah.

Inikah pesona milf? Batin Nirvana. Ternyata kastil tua yang bobrok ini punya beberapa pekerja wanita yang lumayan menarik.

"Permisi, saya pergi dulu!" Setelah menaruh menu sarapan diatas meja dengan cermin, maid Rose pergi.