Suatu pagi, Isyana meninggalkan pantry. Isyana membawa secangkir kopi diatas pisin.
"Nirvana masih menjadi tamu dimansion itu sampai pemulihan selesai. Menyeduh kopi sendiri itu membosankan. Nirvana bakal aku jadikan office boy di pantry sekolah, dasar sialan."
Mengoceh, Isyana sampai di depan pintu ruang kerjanya. Setelah duduk dan mengecek apa kopinya bisa diminum atau belum, suara pintu diketuk terdengar. Usai meminum kopinya dari sendok teh, Isyana menatap ke sumber suara, sinis.
"Masuklah!"
Tidak lama, Fiana datang dengan tergesa-gesa.
"Cepat katakan ada apa? Mohon maafkan aku, kalau belum minum kopi, mood ku jelek. Mood ku jelek terus suka marah-marah," tukas Isyana.
"Eh, o ... ok--oke." Fiana merinding.
"KATAKAN ADA APA, DASAR CEWE TELAT MIKIR!"
"I--iya, maaf, maaf, maaf." Fiana enggan menatap Isyana, ketakutan.
"...." Dengan kesalnya Isyana mengetuk-ngetuk meja. Sambil sesekali menyeruput kopi.
"Future diary bilang, kalau anak buahnya cowok jahat menemukan aku berada disini," ucap Fiana.
"Siapa itu cowo jahat?" Isyana melebarkan bola matanya untuk membuat ekspresi galak. Menatap sinis, mendekatkan wajahnya kala melotot kearah Fiana. Fiana yang punya sifat kikuk, menjadi cemas.
"Cowok jahat itu yang mau perkosa Fiana. Berkedok perjodohan, tapi aslinya adik tiri ku menjual aku melalui slave kontrak," ujar Fiana.
"Oh, astaga," Isyana membanting cangkir ke meja. Fiana merinding, sekaligus kaget. Meluapkan emosi, Isyana menghujat, "Siapa adik tiri kamu? Biar aku colok pakai garpu!"
Melihat amarah Isyana, kaki Fiana bergetar bahu merinding wajah menjadi poker face. Napas Fiana menjadi cepat, mengusap dada.
"Apa maksudmu mengusap dada, mentang-mentang dadaku tepos!" Isyana mengomeli Fiana lagi.
"Anu, aku jangan dimarahi terus," keluh Fiana.
Atas nada cemas mengkhawatirkan Fiana, Isyana berbisik.
"Aku hanya berakting loh," bisik Isyana, dengan wajah datar tanpa dosa. Fiana menghela napas dan mengembangkan pipinya, nampak wajahnya yang cute.
Tiba-tiba muncul suara pintu diketuk-ketuk.
"Kya ... hu--huah.... Itu dia antek si cowok jahat." Fiana menjerit karena reflek, cemas, ketakutan.
Tidak ada titik untuk bersembunyi. Isyana mencari berbagai furniture yang bisa dipakai sembunyi. Daya analitis Isyana memprediksi bahwa semua titik akan berpeluang gagal. Apapun tempat yang dipilih untuk bersembunyi, pasti terungkap.
Isyana menyadari, kini ia dapat membuka gerbang dimensi atau memproyeksikan lyra emas tanpa men-sumon spirit atma nya dulu. Isyana melangkah ke dekat Fiana. Menjerat lengan, pinggang dan beberapa bagian tubuh lainnya. Dengan chaetokinesis, Isyana menghempaskan tubuh Fiana ke dinding. Disaat yang sama, Isyana menyulap lubang cacing, dimensi.
Fiana menjerit sejadi-jadinya, ketakutan setengah mati. Bahkan beberapa saat setelah terjatuh di hamparan pasir yang empuk, ia masih menjerit-jerit. Hingga tiba di mana pikiran Isyana menyadari bahwa tidak ada apa-apa.
"Eh, aku dimana?" Fiana bengong.
Melihat keadaan sekitar, sungguh gelap, sungguh menyeramkan.
"Dimana aku?"
Fiana memeluk tubuhnya sendiri, menggigil. Kaki gemetaran, hingga pinggang pun gemetaran. Isyana sungguh nekat dalam melakukan spekulasi. Tanpa ampun, Isyana menyembunyikan Fiana di dalam dimensi dark sun.
Langit selalu gelap, hanya ada gerhana matahari dengan sedikit celah. Tapi bukan kegelapan total. Celah cahaya pada dark sun bikin langit dipenuhi awan oranye sepanjang mata memandang.
Isyana dan Nirvana salah dalam menafsirkan ini. Langit bukanlah malam setiap waktu, tapi senja sepanjang waktu. Jarak yang amat singkat antara sore dan malam.
"Isyana tega!"
Fiana berjongkok di pasir, merana dan ketakutan.
***********
Beberapa saat kemudian Isyana menyusul Fiana. Gerbang dimensi muncul tepat dibelakang Fiana. Membuat Isyana punya niat jahil.
"Siapa kamu?" Memakai keahlian telepati, Isyana menirukan suara mahluk halus. Sebisa mungkin ia meniru suara Orphelia.
"Kya.... Si--siapa kamu? Jangan mengganggu ku," ucap Fiana yang sedikit menjerit.
"Lancangnya, memasuki wilayah kekuasaan ku! Dasar kamu wanita nakal murahan," ucap Isyana yang meniru suara mahluk halus.
"Mu--murahan? Aku wanita yang terhormat tau," sahut Fiana.
"Tidak ada pilihan lain, aku akan memakan mu," ucap Isyana.
"Ja--jangan makan aku! Ku mohon hantu," balas Fiana, merinding.
"Baiklah, akan ku nikahkan kamu dengan bawahan ku!" Isyana agak sedikit mendiskriminasi Fiana.
"Kya.... Tidak ... Tidak, tidak, jangan. Aku tidak mau punya anak setengah hantu." Fiana menjerit histeris.
Isyana cekikikan, tertawa bagai mahluk halus.
"Ya ampun, cute banget. Jiwa-jiwa lesbian ku bergejolak kalau begini," bisik Isyana.
"Sudah ku putuskan! Aku akan memakan mu." Tau-tau Isyana menaruh kedua tangannya di atas pundak Fiana.
Kakinya gemetar, menjerit tidak karuan, sangat histeris.
Isyana sampai pada batas tidak mampu menahan tawa. Tertawa Isyana sangat lepas diatas wanita yang dia jahili.
Isyana yang memakai sepatu hak rendah, dengan punggung kaki terekspos. Merasa sensasi hangat tepat di kulitnya, punggung kaki dibasahi sesuatu.
"Apa ini?" Isyana kembali dengan suara aslinya.
"Eh, eh...." Fiana mulai menyadari.
"Aku kebocoran," ucap Fiana.
"Apa itu kebocoran?" Tanya Isyana.
"Itu loh, aku tadi habis ngompol. Memalukan banget deh Isa--"
Sampai saat ini Fiana bicara tanpa sadar. Di tengah kalimat, saat Fiana akan mengeja nama Isyana, Fiana mulai mendapat kesadaran penuh.
"Isyana?"
Perlahan Fiana balik badan, saat melihat siapa orang dibalik kedok mahluk halus, Fiana kesal. Fiana benar-benar mendidih karenanya.
"ISYANA!"
Fiana mulai memukul-mukul kesal kearah Isyana. Tentu pukulan itu sedikitpun tidak terasa bagi Isyana. Bagi Isyana, seperti dipukuli oleh anak kecil. Bahkan Isyana tidak mengelak sama sekali. Dan tinjunya mengenai pelipis Isyana, tapi tidak berasa apa-apa.
"Kesal, kesal, kesal!"
Hingga Isyana menangkap kedua pergelangan tangan Fiana.
"Hati-hati deh, kena kacamata ku nanti," protes Isyana.
"Masa aku dikerjain. Tega banget, permalukan aku!" Fiana melipat tangannya, mengembangkan pipi.
"Ya sudah, ayo kita kembali!" Isyana menarik lengan Fiana. Menariknya menuju gerbang dimensi yang baru dibuka dua detik kemudian.
"Tunggu dulu!" Fiana menarik lengannya, menolak untuk pergi.
"Kenapa?" Tanya Isyana.
"Masa aku keluyuran dilorong bawahannya basah, bau begini," Fiana memprotes.
"Aku pindahin kamu ke kamar, silahkan ganti bawahan!" Isyana membentuk gerbang dimensi yang baru, kemudian menarik Fiana.
************
Kali ini mereka duduk di ruang kafetaria. Kebetulan ini adalah saat-saat sepi. Para guru ataupun pelajar sedang didalam kelas.
"Kamu ninggalin aku lama banget ditempat seram itu," protes Fiana.
"Lama, huh?" Isyana mengangkat bahunya. Isyana tidak sependapat dengan Fiana.
"Kamu tinggalkan aku selama setengah jam tau!" Fiana cemberut.
"Tapi aku meninggalkan hanya tiga menit saja!" Isyana menyanggah ucapan Fiana.
Tapi Fiana membuktikan bahwa ucapannya benar. Ia menunjukkan sebuah jam kalung didepan mata Isyana. Isyana mendekatkan wajah untuk melihat lebih jelas. Saat ini, Isyana tidak memakai kacamata.
"Ini lihat!"
"Sebentar reh, aku pakai kacamata dulu!"
Setelah melihat jam kalung Fiana, Isyana mencocokkan dengan jam kalung miliknya. Setelahnya ia menanggapi dengan geleng-geleng kepala. Isyana menatap sinis.
"Kamu mau membodohi aku, ya wanita tulalit," ucap Isyana.
"Membodohi, apa maksud kamu?" Fiana terlihat seolah-olah dia tidak merasa berbohong.
"Kamu mengatur jam kalung mu sebelumnya!" Isyana menatap sinis kearah Fiana.
"Tapi Fiana tidak melakukannya," sanggah Fiana.
"Lantas, kenapa jam dinding disana berbeda?" Isyana menunjuk kearah sebuah jam yang dipaku di dinding kafetaria. Jam dinding berbentuk square sebesar 163 inci.
"Apa?" Fiana merasa shock atas kebenaran ini.
Beberapa saat kemudian datang seorang pelajar kelas dua yang berambut biru, Hans Andersen.
"Permisi ibu karyawati, Fiana, permisi, ibu guru pembimbing konseling, buk Isyana," sapa Hans.
"Siswa teladan, prefektur terbaik, Hans Andersen?" Isyana memberi sambutan singkat.
"Aku mau melaporkan tentang prefektur yang menyalahgunakan wewenangnya. Dia malah bolos sewaktu kelas masih berlangsung. Melaporkan pelanggaran fiktif terhadap pelajar yang ia musuhi."
"Astaga, laporan lagi."
Atas laporan dari Cristian Hans Andersen, Isyana merasa jenuh. Geleng-geleng kepala, menepuk jidatnya.
Cristian Hans Andersen memberi kertas kepada Isyana. Kertas yang bentuknya mirip dengan surat dispensasi di institusi pendidikan mainstream. Ini adalah kertas berisikan laporan pelanggaran.
"Baiklah, laporan ditampung dulu, sekarang aku sibuk sekali--"
"Hmmm, sibuk sekali."
Fiana meledek alasan Isyana, lalu Isyana membalas dengan menatap kesal kearah Fiana. Akhirnya Fiana memalingkan pandangan sambil bersiul, pura-pura tidak tahu.
"Aku ada tugas untukmu!"
"...."
Hans Andersen menyimak ucapan Isyana, lalu mengangguk atas tugas yang akan diberikan.
"Kamu pergi keruang kerjaku! Lalu pasang papan bertuliskan tutup, ok," ujar Isyana.
Singkat cerita, Hans sudah berada diruang pembing konseling. Hans memaku pintu dan menggantung sebuah papan bertuliskan, tutup.
"Loh, tutup lagi?"
"Iya, gurunya yang minta."
Kebetulan Anna sedang menuju keruang tersebut.
"Tutup terus," Anna cemberut dan mengeluh, "Surat sangsi ku belum bersih-bersih juga."
**********
Isyana datang ke mansion utama Keluarga Charlotte. Isyana akan menuju kamar tamu. Baru sampai lorong, ia sudah diinterupsi.
"Kamu lagi?"
Seorang berjalan dibelakangnya. Suaranya mirip dengan gadis kecil. Suara yang menjengkelkan. Saat Isyana berbalik badan dan dibuat jengkel dengan raut wajah Misa.
"Ada apa, dek?" Tanya Isyana.
Tidak lama kemudian datanglah seorang. Starla berlarian di lorong untuk menyusul keponakannya.
"Kamu belum menghabiskan makanan mu!"
"Sekarang lebih sering kelihatan dirumah, bos?" Tanya Isyana.
"Loh, kamu Isyana kan?" Starla terlambat menyadari siapa yang berdiri dihadapannya.
"Aku mau jenguk Nirvana, apa dia masih ada disini?" Tanya Isyana.
"Ada kok," kata Starla.
"Bos, apa maksudnya ini?" Misa menatap Starla, dengan raut wajah serius yang terlihat jutek.
"Oh, kak Isyana itu karyawati aku," tukas Starla.
Entah bagaimana, Misa berbicara dengan Starla seolah mereka itu seumuran. Anak kecil ini sedikit angkuh, agak sombong.
"Ya sudah." Misa meninggalkan mereka.
Singkat cerita, Isyana sudah tiba dikamar tamu. Nirvana jadi tamu tetap sampai kondisinya pulih.
"Selamat siang."
Nirvana terduduk di kursi dekat jendela. Kemudian menoleh kearah Isyana yang datang yang memberi ucapan selamat siang.
"How are you." Melangkah, Isyana tersenyum tipis menatap Nirvana. Senyuman yang memperlihatkan kilauan di giginya.
"Lumayan," balas Nirvana.
"Kamu pasti terkejut dengan fakta yang terungkap." Isyana berdiri didekat jendela.
Wajah Isyana tersorot matahari, rambutnya tertiup angin.
Beberapa saat kemudian....
"Apa kamu percaya, sama ucapan karyawati telat mikir itu?" Tanya Isyana.
Sepertinya Isyana sudah bercerita tentang apa yang terjadi di dark sun.
"Jadi ini yang disebut, kepadatan waktu," gumam Nirvana.
"Tadi kamu bilang apa?" Isyana penasaran dengan arti ucapan itu.
"Waktu berjalan lebih lama di dimensi dark sun. Di semesta ini, terdapat dunia dengan arus waktu berbeda-beda," tukas Nirvana.
"Ini gak ada di buku. Yang kamu katakan, bukan pengetahuan umum dari dunia ini. Wawasan kamu ini luar biasa," sahut Isyana.
Satu lagi fakta tentang dimensi lain terungkap.