Oke guys, gua mau bikin kapal baru dalam cerita ini. Lagipula udah gua kasih label genre harem kan. Gak ada harem gak seru, menurut penulis.
Penulis mau nge-ship Nirvana x Isyana.
Sebelumnya udah ada tiga heroine dalam list harem, Stella, Violetta dan Anna.
Nah, ini ship yang keempat.
Apakah ini salah satu kapal yang menurut kalian bagus?
Oke, saksikan....
Bermula dari Satella yang sedang melakukan psikometri. Mengintip memori ataupun kenangan milik pemilik benda.
Kenangan milik Nirvana ketika ia masih di dunia lama.
"Malam ini kita malam minggu ke mana, beby?"
"Persimpangan jalan, disana ada aneka kuliner yang khas."
Satella sedang melihat kedalam perspektif Nirvana. Dalam proses psikometri, menunggu Nirvana menoleh kearah wanita itu. Dan sepertinya siang hari, mereka lagi berjalan di lorong sekolah. Mereka berdua memakai seragam sekolah tingkat SMA ala dunia Nirvana.
"Yang membuat kita cocok, kamu punya personaliti yang aku sukai." Siswi itu masih berjalan bersama Nirvana.
"Ini pasangan Nirvana waktu dia masih tinggal di dunia lama?" Itulah suara hati Satella.
Perlahan, Nirvana menoleh kearah pacarnya.
Tiba-tiba....
Satella shock setengah mati. Ada di ruang kebutuhan bersama Violetta dan Dewi Eris, juga Minerva.
Apa yang membuatnya kaget?
___________________________________________________
Ruang bimbingan konseling.
Guru pembimbing konseling di sekolah ini adalah Isyana. Nirvana baru saja memasuki ruangan dan lupa mengetuk pintunya. Seorang pelayan wanita, terlihat berdiri di belakang Isyana.
"Apa orang tuamu tidak pernah mengajarkan adat mengetuk pintu sebelum memasuki ruangan orang lain? Waktu sekolah dulu, kamu pelajar yang banyak melawan guru kah? Kamu tinggal di wilayah yang krisis norma-norma? Dasar kamu orang tidak punya aturan. Bakalan aku tandai kamu!"
Nirvana mengerutkan kening saat Isyana memberi ucapan selamat datang, dengan gayanya.
"Aku bukan siswa, kok dimarahi?" Tanya Nirvana.
"Yasudah, cepat duduk, gak punya ahlak!" Isyana memberi ekspresi paling jutek.
Nirvana pun segera duduk.
"Asisten mu, kamu suruh berdiri? Pembimbing konseling macam apa kamu!" Nirvana balas dendam.
"NGEBALES LAGI. Si koplok, cowo setan alas. Aku timpuk juga kamu, muka jelek!" Isyana mengomeli.
Setelah menarik napas, Isyana pun melihat seorang pelayan wanita yang berdiri dibelakangnya. Maid yang cantik, ekspresi nya datar. Maid itu tampil cantik dengan rambut biru bergelombang.
"Yang dibelakang ku, Alicia. Alicia adalah nama boneka marionette. Marionette adalah kode mistik yang aku warisi dari keluargaku secara turun temurun--"
"Marionette?"
"Iya, ini adalah kode mistik. Coba sentuh! Walau seperti manusia, tubuhnya adalah kayu yang telah dirakit menjadi boneka--"
Isyana mendekatkan wajahnya ke wajah Nirvana seraya membentuk ekspresi se-jutek mungkin.
"BONEKA SETAN!"
"Boneka setan?"
"Kamu tuh yang setan."
Nirvana menekuk wajah, sukses dibuat naik darah oleh Isyana.
Nirvana penasaran, ia menyentuh boneka marionette itu.
"Jangan pegang-pegang! Itu boneka setan kan. Kalau ada jumpscare nya, kamu siap?" Isyana menegur.
"Ini tangan boneka, ini kayu, bukan daging." Setelah puas mengeceknya, Nirvana kembali duduk.
"Sudah puas pegang-pegang boneka kayu? Dasar cowo abnormal yang suka fetisme aneh. Kamu salurkan sahwat kepada cewe boneka kayu? Woi, cowo cemen yang gak normal."
"Berhenti ngatain!"
Nirvana mulai putus asa berada didekat Isyana yang toxic.
"Gak, aku gak mau berhenti ngatain sampai kamu nangis! Aku ini cewe toxic kan, sudah dari lahir, setan!" Isyana membentuk ekspresi paling jutek, sampe bibirnya pun ditekuk sedemikian rupa.
Nirvana mencoba merayu agar dirinya tidak di hina lagi.
"Aku suka rambutmu, poni belah tengah mu membuatmu cantik, sangat cantik." Nirvana berusaha berdamai dengan cewe toxic ini.
"Aku benci cowok penjilat!" Isyana mementahkan upaya Nirvana.
Tidak mempan, Nirvana tersambar petir setipis benang di ubun-ubun kepalanya.
"Jangan ngatain terus, nanti aku bakalan kena darah tinggi. Bakalan kena stroke deh," keluh Nirvana.
"EMANG AKU PEDULI?" Isyana membentuk wajah jutek lagi.
Sejenak, Nirvana menghela napas, mencari ketenangan. Setelah bisa tenang, memulai pembicaraan.
"Ngomong-ngomong, apa alasan ku dipanggil kesini?" Tanya Nirvana.
"Woah--"
"Ahem!"
Sekarang Isyana lah yang tersentak kaget. Akhirnya Isyana cengengesan dengan wajah tanpa dosa.
"Maaf kebiasaan," ucap Isyana.
"Kebiasaan?" Nirvana geram.
"Aku sudah seperti ini sejak lahir." Isyana menepuk jidat yang agak terlihat lebar akibat model rambut dengan pola poni belah tengah itu.
Suasana jadi hening sejenak saat Isyana men-jeda.
"Jelaskan?" Nirvana menagih.
"Kepala sekolah bilang prestasi mu sangat baik. Maka sebagai guru pembimbing konseling, aku akan memberi sedikit pujian, hehehehe, sebagai apresiasi, hihihi." Isyana tak kuasa menahan tawa saat teringat kesalahannya.
"Apresiasi? Sedikit pujian? Pujian, APANYA!" Nirvana meluapkan rasa kesalnya.
Bukan minta maaf, Isyana malah cengengesan.
"Ahem!" Nirvana menatap sinis, Isyana berhenti tertawa.
Setelah ia berhenti cengengesan, Isyana malah masih cengar-cengir.
"Ya sudah, ya sudah, sebagai guru pembimbing konseling, aku buruk karena bawaan lahir ku sebagai pribadi toxic. Tapi sebagai seorang biduanita, aku akan menunjukkan kebolehan ku!" Isyana melangkah kearah satu lemari yang ada di ruangannya.
Biduanita, adalah bahasa Indonesia dari volaoid girl. Bahasa kekinian adalah vokalis wanita. Namun, yang menonjol dari Isyana bukanlah pita suaranya, melainkan bakat dalam memetik senar gitar.
Benar saja, lemari itu dibuka, ada banyak gitar berada di lemari itu. Isyana benar-benar mengalokasikan uangnya untuk mengoleksi gitar.
Kini Isyana mulai memetik gitar, suaranya merdu.
Singkat cerita, empat menit telah berlalu dan satu instrumen sudah dimainkan. Meletakkan gitarnya disamping meja, berposisi berdiri.
"Nah sudah!" Isyana tersenyum, menunjukkan gigi putihnya dan matanya terpejam saking penuh senyumannya. Dan tangannya membentuk pola peace. Wajahnya memiliki pola merasa bersalah.
"Ampun, jangan kesal lagi padaku," ucap Isyana.
"Mohon maaf, sudah bawaan lahir." Isyana cengar-cengir lagi.
"Kenapa?"
"Sudah aku bilang ini bawaan lahir. Sudahlah maafkan aku, lupakan deh kata-kata ku yang menyebalkan."
"Kenapa berhenti bermain musik?"
Isyana salah paham, ia mengira bahwa Nirvana masih kesal. Tapi, sesungguhnya meminta petikan gitarnya dilanjutkan.
Atas kesalahpahaman ini, Isyana melongo. Rasa kaget, tercengang, termenung, mengekspresikan rasa kagetnya dengan, "Oh."
Wajah yang sangat melongo.
"Oh, itu. Aku kira apa, hihihi."
"Mainkan!"
Atas permintaan Nirvana, Isyana mengangkat tangannya dalam pose sok imut, jari berbentuk peace.
"Sudah, sudah, nanti dulu main gitarnya. Aku mau tanya-tanya." Isyana menolak untuk memainkan gitarnya, bukan menolak tapi ia menundanya.
"Apakah kamu memberi barang pribadi milikmu kepada Satella?" Isyana bertanya.
"Iya, habisnya dia pernah minta. Permintaannya, aneh-aneh juga, menurutku." Nirvana memberi anggukan atas pertanyaan Isyana.
"Gawat--"
"Gawat kenapa?"
Isyana geleng-geleng kepala.
"Satella suka ngintip kenangan orang-orang melalui benda, itu merupakan salah satu keahlian kineser. Hati-hati! Ingatan masa lalu mu pasti sedang diintip olehnya."
"Serius?"
"Iya, itu yang aku tahu. Aku kawan lamanya. Seluk beluk kejelekan yang dia punya sejak masih belajar di akademi sihir, aku tahu banyak loh."
Isyana menceritakan kejelekan temannya.
**************
Ruang kebutuhan.
Scene berganti kepada Satella yang sedang duduk di sofa, matanya pun terpejam melakukan psikometri.
"Acih...." Di tengah prosesnya Satella bersin sekali.
"Walah, sepertinya ada yang lagi membicarakan keburukan kamu." Violetta duduk di sofa lainnya, lagi membaca novel. Di lihat dari cover yang agak erotis, nampaknya itu novel 21+ yang menarik.
"Percuma saja, dia tidak dengar! Setiap sedang mengintip ingatan orang lain dengan psikometri, ia selalu saja seperti orang tanpa pikiran." Minerva menanggapi.
Violetta tidak menjawab dalam beberapa saat, hingga Minerva penasaran dan melirik.
"Baca cerita apa tuh, sampe asik melahap jari sendiri. Jari kamu emut-emut seperti itu, memang pikiranmu sedang menayangkan imajinasi macam apa sih?" Tanya Minerva.
"Jangan ganggu, aku mulai basah. Adegan cerita mulai memuncak, serunya, ah, uh, mendebarkan." Violetta hanyut dalam cerita yang berbau dewasa.
"Dasar!" Minerva melotot sebal, melipat tangan, membentuk mimik wajah galaknya nan jutek.
Sambil menatap buku, ekspresi wajahnya sungguh tak biasa. Mata sangat berkaca-kaca, lidahnya menyapu bibir, ujung lidah ada disamping bibirnya. Violetta amat menikmati alam imajinasinya.
"Eh, lihatlah, Satella wajahnya kok mulai cemas?" Minerva sedang memperhatikan Satella, serius.
"Jangan ganggu!" Violetta tidak memperdulikan.
Tiba-tiba....
"Kya.... Kurang ajar! Ternyata! Ini gawat!" Satella yang awalnya lagi fokus dengan psikometri, tau-tau terlonjak kaget, histeris, berteriak.
"Hey, hey, hey, ada apa?" Minerva memegang pundak Satella sambil mengguncangkan tubuhnya untuk menyadarkan nya.
"Seperti habis mimpi buruk saja?" Violetta pun terdistraksi ditengah aktivitas santainya.
Benar saja. Satella cemas, bernapas dengan cepat seolah habis bangun dari sebuah mimpi buruk.
"Kamu kenapa, hey, Stella?" Tanya Minerva, khawatir.
Minerva menyodorkan teh yang sudah mendingin. Satella minum, membuat dirinya tenang.
"Ada apa?" Minerva bertanya lagi.
"Aku menerawang objek, benda, ingatan Nirvana," ujar Satella.
"Lalu?" Minerva mendekatkan wajahnya ke Satella, matanya jadi seperti mata penasaran.
"Waktu di dunia lama dia bersama seorang kekasih," ucap Satella.
"Wah, wah, dia bisa Jeaous juga," kemudian Minerva menoleh kearah Violetta, "bukankah ras elves baru puber di usia ke seratus tahun?"
Violetta menaruh bukunya dimeja karena tidak bisa meneruskan.
"Gagal klimaks deh."
Setelah memperlihatkan wajah kecewa, ia menghela napas dan bersiap menjelaskan.
"Kamu keliru," Violetta mengangkat tangannya, "dengarkan, ya, Minerva!"
"...." Minerva mengangguk.
"Pertama, Elves memiliki dua phase dalam pubertas. Puber pertama di usia lima belas tahun. puber yang pertama adalah masa peralihan dari anak-anak ke ABG. Pubescene, anak baru puber. Usia lima belas sampai seratus akan stuck seperti usia lima belas tahun. Setelah usia seratus tahun, masa pendewasaan seperti masa pasca remaja, benar-benar setara dengan manusia dewasa, dia tambah tinggi dan tanda-tanda kewanitaannya gak kaya Satella sekarang, tapi kaya mother elves, bahasa di dunia Nirvana menyebut sebagai Satella versi milf, mama i'd like you to fuck. Dan Satella versi puber matang adalah tipe kesukaan Nirvana, untung dia masih puber setengah matang--"
"Eh, aku dikatain mother of elves, dikatain mama--"
"Kedua--"
Violetta gak mau biarkan Satella memotong ucapannya.
"Satella adalah setengah elves, jadi pubertas kedua nya terjadi di usia enam puluh tahun, mulai tambah tinggi, mulai gemuk lah bemper dia. Pesona nya sudah tidak bisa dikalahkan lagi."
Violetta menjelaskan dengan agak sedikit sensi.
"Aku belum selesai menjawab loh. Pertanyaan Minerva belum selesai aku jawab." Satella mengangkat tangannya.
"Ah, benar, lanjutkan!" Minerva menagih jawaban kembali.
"Kalian tau, kekasih Nirvana saat di dunia lama, wajahnya sangat mirip dengan--"
"Apa?"
"Isyana...."
Baik Minerva ataupun Violetta menjawab secara bersamaan.
"Kamu serius?"
Satella mengangguk, sementara Violetta terlonjak kesal.
"GAK ADA COCOK-COCOKNYA! MEREKA GAK BAKALAN SERASI!"
Ternyata itulah penyebab Satella terkejut di scene awal.
~Bersambung~