Sekarang Nirvana sering terlihat bersama Isyana disaat jam makan siang. Terutama mendengarkan kebolehan sang gitaris wanita.
"Kenapa pelan sekali?" Nirvana bertanya.
Isyana menghentikan permainan gitarnya.
"Aku senang dipuji perkara bakat memetik gitar. Tapi, aku memetik melodi atas permintaan mu, kalau orang-orang di kafetaria ikutan mendengar, aku jadi agak risih." Isyana berbisik, ia mendekatkan wajahnya kepada lawan bicara.
Tau-tau datanglah dua wanita. Itu Satella dan Violetta, mereka sedang berdiri mengapit Isyana yang masih duduk. Dengan seorang berdiri disebelah kanan, satu di kirinya.
Violetta melipat tangan, ia melotot kearah Isyana. Satella menolak pinggangnya, ikut melotot kearah Isyana. Mendapat perlakuan tidak biasa, Isyana mulai cemas.
"Maafkan kalau aku sering banget ngatain kalian. Tapi, seriusan deh, kalau kalian se-jengkel ini padaku, aku jadi ngerasa gak nyaman. Oy, janganlah bermusuhan, kalian...." Isyana mengerutkan keningnya, seolah kedua alisnya merapat dan wajahnya sangat cemas.
"Aku pengen kerat alisnya dengan silet!" Satella mendekatkan wajah sebalnya, melotot pada Isyana.
Mendengar nada jengkel Satella, Isyana semakin mengerutkan keningnya.
"Aku pengen tindik jarum pada daging tembem nya!" Saat Violetta menatap sinis, secara refleks, Isyana menutup pahanya rapat-rapat seolah-olah ia tahu daging bagian mana yang Violetta maksud akan ditindik dengan jarum.
"Jangan dong." Isyana menatap Violetta, mengeluarkan nada ala orang yang teraniaya, ter-buly.
"Cewek kaya kamu cocok untuk ditindik daging tembem nya tau!" Tatapan Violetta semakin tajam.
"Aw," Isyana pun membayangkan seolah ada jarum yang ditusukkan paksa ke daging paling sensitif nya. Isyana menatap Violetta,"Ja--jangan bercanda, sakit dong."
Violetta mempertahankan aura intimidasi nya.
"Iya sakit, sangat sakit, dan akan ku tarik-tarik cincin yang ditindik pada daging tembem itu!" Violetta masih memberi tatapan sinis.
"Aw, uh, ngilu--"
"Aku tarik-tarik!"
Isyana menjerit, kemudian balas menatap Violetta.
"Kamu pakai keahlian hipnosis kepadaku? Aku gak percaya kamu melakukan hal itu kepadaku, kok kamu sangat benci kepada ku sih, padahal dulu gak pernah musuhan deh, hei!" Isyana menegur Violetta.
"Ayo ngelawan!" Satella memukul mejanya dengan balok es. Entah bagaimana, kulitnya tidak merasa tertusuk oleh dinginnya es.
"Hei, kalian?" Isyana kian cemas.
"Tentu dia gak akan melawan kita. Kalaupun melawan, akhirnya dia akan menangis," ucap Violetta, menatap sinis.
"Permisi, apa ada masalah, ada perselisihan?" Nirvana mencoba menengahi.
"Sudah cukup, kurasa." Violetta memberi gestur kepada Satella tuk pergi dari sini.
Tanpa menjawab, mereka berdua pergi dari depan Isyana.
Hipnosis adalah keterampilan yang bertipe kineser, yang dikuasai oleh Violetta. Hipnosis disini sistemnya sama seperti jurus genjutsu pada cerita-cerita ninja. Bisa dibilang mantra kutukan pemberi rasa sakit kalau di cerita-cerita penyihir yang mainstream. Tapi disini disebut sebagai skill hipnosis dari cabang kineser. Satella juga punya skill seperti hipnosis ini sih, sebenarnya.
"Ya ampun, rasanya tidak enak yah," keluh Isyana, sambil memanyunkan bibirnya.
*************
"Maaf, hari ini aku sedang cuti ya. kembali lagi besok untuk teguran, pelanggaran mu gak begitu serius."
Hari ini Isyana menolak beberapa siswa yang datang ke ruangannya karena surat peringatan dari kepala sekolah. Biasanya ada nasehat yang berbau serangan urat syaraf atau mengena di dalam psikis pelajar pelanggar aturan sekolah. Tapi, tuk kali ini, guru pembimbing konseling sedang tidak ok, kurang baik.
Hingga datanglah seorang gadis berambut hitam. Isyana menatap kearah sosok yang datang.
"Sedang cuti, kataku--"
"Ini aku, Fiana."
"Oh, karyawati administrasi."
Fiana melangkah, Isyana cemberut, memandang kebawah.
"Aku hanya mau memberitahu sesuatu," ucap Fiana.
"Oh, apa itu?" Isyana memberi nada yang tidak berselera.
"Future diary ku berkata, aku harus memberitahu bahwa kamu punya atma yang overpower. Cara untuk membangkitkan atma, tanyalah temanmu yang bernama Violetta."
"Huh?"
Isyana mencerna maksud dari kata-kata Fiana.
"Itu saja. Baiklah, aku pergi dulu." Fiana pun lekas pergi.
Selang beberapa saat setelah Fiana pergi, datang seorang lainnya.
Yang masuk adalah wanita pirang yang bahkan lebih cantik daripada Isyana dan Satella, ialah Minerva.
"Hai," sapa Minerva.
"...." Tidak menanggapi, Isyana tertunduk murung.
"Ada apa, kenapa bermuram durja?" Tanya Minerva, dengan nada dan gestur seperti sedang bergurau.
"Kok Stella dan Violetta mendadak sensi denganku. Mereka datang dan merundung ku," kata Isyana.
"Ya ampun, serius?" Minerva pun terkejut.
"Mungkin aku harus mengurangi kebiasaan ngatain orang. Ucapan yang mana sih, yang bikin mereka sebegitu kesalnya?" Isyana pun mencurahkan unek-unek nya.
"Mungkinkah--"
"Mungkin apa?"
Minerva merenung, mengingat momen percakapan saat berada di ruangan ghaib, ruang kebutuhan, ruangan rahasia. Minerva terlihat serius, mengingat, mengangguk.
Berawal dari rasa penasaran Satella, Satella mengintip ingatan melalui keahlian kineser nya, psikometri.
"Ini semua karena Stella kepo!"
"Huh, kepo?"
Minerva pun bergegas pergi dari ruangan ini.
"Hey tunggu! Kepo apa? Jelaskan padaku!"
Namun Minerva terlanjur pergi.
**************
Ruang kebutuhan.
Minerva menghampiri dua orang didalam ruang ghaib ini. Menatap jengkel, namun Violetta sudah meramalkan bahwa ini bakalan terjadi. Ada wajah puas tanpa dosa yang ditunjukkan Satella dan juga Violetta.
"Ada tukang ngadu," gumam Violetta.
"Oy, oy, kenapa kamu kelihatannya se-marah itu?" Satella cemas.
"Kalian merundung Isyana bukan?" Tanya Minerva, dengan raut wajah yang galak.
"Itu--"
"Kami hanya menggertak saja kok!"
Satella ragu-ragu mau jawab apa, sementara Violetta tanpa ragu sedikitpun mengakui tindakan mereka. Minerva kian murka atas tindakan mereka.
Plak....
Tangan atletis itu menampar pipi Satella. Bukan pipi lagi, pelipis di dekat mata pun ikut memerah dan matanya mengeluarkan sedikit air mata karena rasa perih.
Minerva akan menampar Violetta, tetapi ditepis, menampar lagi, tapi pergelangan tangannya ditangkap oleh Violetta. Minerva berniat tuk membanting Violetta dengan satu gerakan gulat, tapi ditahan hingga posisi Violetta kokoh diatas tanah.
Bermain fisik dengan wanita Skandanavia, adalah sia-sia.
Tiba-tiba....
Minerva menginjak kaki Violetta hingga tanah yang dipijak Violetta menjadi retak. Violetta memakai kemampuan precognition untuk mengulang waktu ke dua menit sebelumnya. Tetapi ingatan rasa sakitnya tetap dirasa. Violetta ingat betapa sakitnya itu walau pada kenyataannya, ia menghindarinya.
Dalam perulangan, Minerva gagal menginjak sebanyak tujuh kali. Kemudian gagal menonjok perut sebanyak belasan kali. Karena skill precognition Violetta bisa menerka apapun yang terjadi selama dua menit. Termasuk gerakan tiba-tiba yang dilakukan Minerva.
Violetta mengingat, betapa sakit pukulan dan injakan Minerva yang dirasa, sesaat sebelum precognition digunakannya.
"Adu-du-duh, perih, ini perih. Aduh perih, sampai-sampai bola mataku nyaris keluar," Satella mengeluh rasa sakit atas tamparan Minerva.
"Kumohon, janganlah bertindak semena-mena," ucap Minerva.
Gadis pirang tercantik pun pergi. Selang beberapa saat, seseorang mendatangi ruangan ghaib ini.
"Lihat tuh lihat! Aada si tukang ngadu!" Satella memandang sinis.
"Kalian, kumohon, berdamai lah denganku," ucap Isyana.
Isyana melangkah maju, kearah teman-temannya. Violetta sedang membisiki Satella.
"Aku ada ide untuk membuatnya menderita," bisik Violetta. Satella mengangguk antusias.
"Oy, supaya kalian mau maafin aku, aku harus apa? Silahkan hukum aku kalau kalian benci aku." Isyana mencoba berdamai.
Violetta menampakkan senyum dengan niat jahat.
"Baiklah, kami memaafkan mu!" Violetta membuat senyum palsu.
"Yah, aku juga, kita udah damai." Satella seperti menahan tawanya.
Tapi, apa yang hendak mereka rencanakan?
Isyana mengambil duduk, lalu memanggil Violetta, "Hai."
"Ya?" Violetta melirik.
"Tolong ajari aku cara bangkitkan atma," ucap Isyana.
"Atma, tahu dari siapa?" Violetta tercengang.
"Tidak, hanya tahu saja." Isyana berdalih.
"Iyalah, Iyalah, Iyalah." Violetta mengangguk setuju.
"Sungguh--"
"DENGAN SYARAT!"
Isyana menyadari bahwa nada Violetta masih mengandung rasa kebencian terhadapnya.
"Hey, suaramu!" Satella mencoba mengkritik akting Violetta yang memang buruk.
"Maaf, maksudku, dengan syarat." Violetta mengulang perkataannya dengan nada lebih lembut. Butuh banyak energi bagi Violetta untuk berpura-pura baik didepan Isyana.
"Apa, syaratnya?" Gumam Isyana.
Scene pun berhenti sampai disitu.
Kini Isyana duduk bersila di lantai. Violetta, seperti menggambar satu lingkar sihir disekitar titik dimana Isyana duduk. Lalu menuliskan beberapa aksara kuno di lantai dan menggambar sejenis hierograf misterius, nampaknya jenis huruf maupun hierograf dari Asgardia.
***************
Scene berganti dengan Minerva mengobrol di kafetaria bersama karyawati administrasi, Fiana.
"Aku gak habis pikir." Minerva bercerita, sambil melahap roti sandwich dengan rasa jengkel.
"Ya ampun, lahap banget kalau lagi emosi," bisik Fiana, pada dirinya sendiri.
"Enaknya," Minerva terpejam dan seolah melupakan alasannya untuk emosi, lalu menelan dan lanjut berbicara, "Sudah lama berteman, sekarang musuhan, saling bully, parahnya mereka. Kacau sekali."
"Mau nambah lagi, buk?" Fiana cengengesan.
"Pelayan!" Minerva memanggil pelayan, pelayan kafetaria pun bergegas datang.
Pelayan melangkah, Minerva asik mengunyah camilan.
"Mau pesan apa buk?" Tanya mbak kafetaria.
"Sandwich lagi, sama snacks itu loh, sosis dan kentang. Minumnya cukup teh tarik," ucap Minerva.
"Uluh-uluh." Fiana nyengir.
Tidak ada yang bisa disantap lagi, Minerva dapat bercerita.
"Temanku, teman satu sekolah, di bully teman sendiri. temanku di bully temanku sendiri," ucap Minerva.
"Temanku, di bully temanku, sendiri?" Fiana melongo.
Minerva mengangguk.
"Pusing buk, tolong pelan-pelan, otakku dungu untuk mencerna kalimat rumit ini," keluh Fiana.
Scene berlanjut dengan Minerva mengoceh kepada Fiana sepanjang waktu, hingga menu makanan pun sampai di meja. Walau pelayan meletakkan sajian, Minerva terus mengoceh, tanpa henti.
~Bersambung~