Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 80 - Rekan pembela, war maid

Chapter 80 - Rekan pembela, war maid

Dunia hampa.

Fiana mulai sedikit meneriaki Deus karena kerap direndahkan.

"Perjanjiannya kan-- Sesama user future diary, tidak ada saling lawan melawan. Jadi perbedaan kekuatan tidak penting kan. Lagi pula, lebih baik bagi kami para user untuk mengurusi urusan masing-masing bukan."

"Sepertinya kamu salah paham."

Deus ex Machina menghela napas panjang, mulai menerangkan.

"Ahem!"

"...."

"Jadi gini-- Aku melihat jalan yang kamu lewati akan ada rintangan. Tentu ini tidak ada hubungannya dengan user lain sih. Hanya saja, meski di perbekali future diary, dirimu tetap lemah. Kamu takkan bisa melewati rintangan takdir beratmu hanya dengan future diary saja kan--"

"Sudah kuduga...."

Atas penjelasan Deus, Fiana hanya tertunduk lesu. Wajahnya menjadi frustasi kala memikirkan hal yang terjadi di masa sebelum di dunia perulangan.

"Makannya aku mau membuatnya menjadi lebih balance!"

Fiana masih menyimak.

"Aku akan memberikan pembela, dengan kemampuan yang setara ahli sihir."

"Mantap...." Mata Fiana kelihatan berkaca-kaca. Ia membayangkan penyihir laki-laki tampan yang di dalam imajinasi Fiana akan naksir kepadanya.

"Hmmm."

Dewa mesin kian jengkel terhadap Fiana.

"Pembela adalah NPC. Ras pembela adalah spirit. Aku berikan seorang NPC yang powerful dan setia agar dapat melindungi nyawamu!"

"Seorang spirit, bukan manusia? Berarti gak sesuai harapanku deh," gumam Fiana.

"Aku akan mencocokkan pembela dengan selera mu! Sekarang akan kutanya. Mau pria atau wanita? Rambutnya pink atau biru? Mau berkulit putih atau eksotis? Mau ramping atau berisi--"

"Oy, oy, oy, satu-satu dong!" Fiana memberi protes

"IYALAH, IYALAH, IYALAH!" Deus menggerutu.

Lantas Deus memberi kertas form kepada Fiana.

"Tulis sendiri lah!"

Maka Fiana pun mulai memberi ceklis pada formulir. Saat form selesai disisi, form nya secara otomatis langsung lenyap. Maka muncullah sosok NPC ras spirit beserta karakteristik pilihannya.

Yang ada dihadapannya, sesosok pelayan wanita berambut pink. Seragam pelayan nya sangat imut.

"Perkenalkan tuan putri, namaku Blossom."

Fiana terkejut kala dihadapannya hadirlah seorang pembantu yang mungil dan cantik.

"Aku bu-- bu--bukan tuan putri." Kesan pertama, sangat mempesona. Kalau sosok pembela secantik ini, bisa-bisa Fiana belok jadi gadis penyuka gadis.

"Ku ulangi, namaku Blossom. Dan alasanku berada disini adalah tuk membela mu, setia pada mu, tuan putri." Blossom memberi gestur sangat ramah.

"Panggil aku Fiana!"

"Iya tuan putri, maksudku Fiana." Blossom sedikit menunduk hormat.

"Eh, kok lebih enak dipanggil tuan putri," gumam Fiana.

"Kalau begitu, tuan putri." Blossom memanggil Fiana.

Fiana melamun dengan wajah yang berseri-seri. Wajahnya amat merah, seperti dimabuk kepayang, namun bukan cinta tapi sisi narsisme yang bangkit. Fiana berbunga-bunga.

"Karena kamu mengosongkan list pertanyaan sifat negatif, maka aku pilih secara acak," kata Deus.

"Apa, masa bodo lah. Yang penting aku senang dapat teman." Fiana mengabaikan keberadaan Deus.

"Aku memberi pembela dengan banyak keahlian sihir. Sihir bumi, sihir angin, sihir rantai dan keterampilan senjata whip."

"Ya, ya, ya, terserah lah."

Karena Deus jengkel dengan Fiana, maka Deus segera mengusir Fiana dari dunia hampa. pandangan mulai buyar. Ketika menjadi jelas, visi pun sudah berubah.

Jreng....

Perspektif kembali ke dunia nyata, ada di jembatan kota Juno. Sang butler sedang duduk, menunduk, terpejam karena sedang menunggu tuannya hingga sadar dari lamunan panjangnya. Tau-tau sang maid muncul dihadapan Fiana.

"Hai ... Hai...."

"Hai, pembantu lucu."

Fiana membalas sapaan ramah Blossom, sukses mengejutkan Jhon.

"Apa, yang--"

"Eh, iya Jhon. Perkenalkan rekan baruku!"

Blossom menoleh dengan imutnya kearah Locke, melambaikan tangan.

"Hei, Jhon. Namaku Blossom."

"Iy--iya, salam kenal."

Mereka pun melangkah ke tempat staff kementerian sihir menunggu untuk mantra teleport. Mereka akan di teleport ke ibu kota kerajaan. Untuk selanjutnya menaiki taxi kereta naga ke kota Ivalice.

****************

Lorrena mansion.

Besoknya Fiana ada di kamar dan melihat future diary lagi.

"Temui maid bernama Anindya, dia adalah seorang spirit.

Selanjutnya Fiana akan menemui pelayan rumah, satu demi satu dan menanyai maid yang bernama Anindya.

"Permisi, apa kamu kenal dengan Anindya?"

"Ah, dia selalu ada di kamar tuan besar."

"Maksudnya, ayah?"

"Iya, ayah mu, nyonya Fiana."

"Terimakasih." Fiana segera pergi, menuju kamar ayahnya. Biasanya, sang ayah sibuk dan selalu keluar kota. Biasanya sang ayah jarang berada di rumah.

Maka Fiana memasuki kamar sang ayah tanpa mengetuk pintu. Yang berada di sana adalah pelayan yang cantik. Kulitnya eksotis, tidak hitam, agak cokelat dan rambutnya silver. Pelayan duduk di sisi ranjang. Jika dilihat dari kondisi kamar, ia telah selesai menyelesaikan tugasnya.

"Sayang, kau kah itu?"

"Permisi." Fiana menyapa maid tersebut.

"Ah, ternyata nyonya Fiana." Yang janggal adalah, wajah maid sedikit lebih tenang saat mengetahui yang datang adalah Fiana.

"Iya, ini aku Fiana. Apa kamu yang bernama Anindya?" Tanya Fiana.

"Iya, ada apa memanggilku? Butuh bantuan, nyonya Fiana? Ataukah nyonya, atau tuan besar memanggil saya?" Maid mengakui namanya sebagai Anindya. Fiana kini telah berdiri dekat pelayan itu.

"Anu, siapa yang kamu panggil sayang?" Tanya Fiana.

Awalnya Anindya enggan untuk menjawab. Tapi Fiana mendesak terus-menerus. Akhirnya Anindya membuka suara.

"Anu, tapi jangan katakan pada siapapun termasuk nyonya besar."

Setelah Fiana berjanji, Anindya menjawabnya.

"Sebenarnya tuan besarlah yang menyuruhku untuk--"

"Maksudnya, ayahku?"

"Iya."

Anindya terdiam sejenak didalam lamunannya sebelum melanjutkan ucapannya.

"Tuan besar menyuruhku untuk memanggilnya sayang tiap kali ia datang padaku. Mohon maaf, aku hanya mematuhi perintah." Wajah Anindya dipenuhi rasa depresi.

"Anu, lalu-- aku mau tanya. Kamar ayahku sudah selesai dibersihkan, lantas kenapa kamu hanya diam disini?" Tanya Fiana.

"Itu, sebenarnya tugasku hanya merapihkan kamar tuan besar dan menunggu kepulangannya--"

"Menunggu kepulangannya?"

Saking penasarannya Fiana, ia pun memotongnya dengan pertanyaan. Fiana yang kelewat ingin tau urusan orang lain, semakin memperkeruh suasana. Tanpa Fiana sadari, ia telah membuat Anindya mengingat luka dihatinya. Membuka lukanya.

"Aku menunggu kepulangan tuan besar, untuk melayaninya sebagai wanita. Kadang tuan besar datang membawa beberapa rekan bisnis, beliau memintaku melayaninya. Meskipun aku spirit, tapi aku telah dikotori berkali-kali." Sampai sini tangisan kecil Anindya pecah.

"Kamu, dinodai?" Fiana shock, lalu Anindya mengangguk.

Lalu Fiana memeluk maid yang bernasib malang itu. Fiana mulai berfikir kalau Keluarga ini betulan kejam. Fiana sempat berfikir kalau sifat Michele adalah turunan dari ayahnya. Fiana memeluk erat sang maid. Bahkan Fiana mengusapi punggung maid. Karena Anindya terlalu larut, tanpa sengaja telah memeluk Fiana terlampau keras.

Saking kerasnya pelukan Anindya, Fiana merasa seperti ia sedang menjadi pasangan lesbian. Fiana mencoba mundur, tapi kesulitan.

"Anu, Anindya, aku susah napas loh!"

"Ah, maaf."

Akhirnya pelukan ala yuri telah dilepaskan.

"Nyonya Fiana...." Anindya pun memanggil dengan suara yang terlampau lembut dan manja. Ia memanggil sambil mengusap air matanya.

"Jangan memanggil dengan nada selembut itu, aku jadi ngerasa kaya pasangan lesbian tau!" Nada protes diajukan Fiana.

"Maaf," ucap Anindya.

"Barusan, ada apa memanggilku?" Tanya Fiana.

"Bolehkah aku meminta bantuan?" Tanya Anindya.

"Silahkan, kalau aku mampu maka akan aku lakukan," jawab Fiana.

Anindya dalam sisa-sisa tangisan sendunya. Menyelesaikan isak tangisnya, lalu mengusap dengan tangannya.

"Di ruang bawah tanah di dalam mansion ini. Di sana, ada banyak tubuh manusia dikurung didalam kristal besar. Cari kristal yang ada tubuhku. Lalu, hancurkan kristal tersebut. Begitulah cara untuk membebaskan seorang spirit yang diperlakukan tidak baik sepertiku. Tolong, tolong bebaskan aku!"

Itulah permintaan yang diajukan Anindya.

"Jadi, kamu beneran mau mati, ya?" Tanya Fiana.

Fiana merenung....

"Ayah membawa teman bisnisnya untuk melecehkan seorang maid. Menjadikan maid sebagai boneka pemulus bisnis? Ini kelewat batas, teganya!" Fiana geram.

"Mereka membawa tujuh orang sekaligus, seminggu yang lalu." Tangisan Anindya pecah lagi.

"Aku pernah merasa diposisi mu, tapi--"

Tiba-tiba Fiana merenung sambil berbisik sendiri.

"Aku gak bisa bayangin, tujuh orang sekaligus," bisik Fiana pada dirinya sendiri

"Baik, tunggulah sebentar!" Fiana segera

"Aku mohon, akhirnya penderitaan ku, nyonya Fiana." Tangis Anindya mereda saat Fiana melangkah pergi.

****************

Ruang bawah tanah.

Di ruang bawah tanah, ada logam pipih bundar. Di atasnya ada kristal melayang, seperti fenomena ghaib. Kristalnya cukup besar untuk mengurung tubuh manusia didalamnya. Tubuh manusia yang ada didalamnya, sangat utuh tanpa cacat dan tanpa luka sedikitpun. Seolah-olah tubuh didalam kristal, belum pernah mati. Tetapi faktanya mereka manusia yang dipaksa merubah ras nya menjadi artificial spirit.

Di sana ada lebih dari dua puluh kristal dan Fiana sedang mencari sesuatu.

"Ah, ketemu!" Fiana terhenti di kristal yang mengurung tubuh Anindya.

"Hancurkan kristal yang ini!" Fiana sedang menunjuk kearah satu kristal.

"Baik, tuan putri," sahut Blossom.

Melempar sihir angin, udara tajam yang berpola sabit cekung. setelah Blossom melesatkan udara tajam berkali-kali, maka kristalnya pecah.

"Perintah, selesai dilaksanakan, tuan putri." Blossom memberi gestur hormat, dan senyuman ramah.

"Ayo pergi!" Pinta Fiana.

Mereka meninggalkan ruangan ini.

~Bersambung~