Chereads / Justice sword (Revisi) / Chapter 77 - Di berkati artefak dewa

Chapter 77 - Di berkati artefak dewa

Seorang gadis malang berambut hitam, memutuskan mengakhiri hidupnya. Tau-tau ia tersadar di dunia hampa. Yang ada dihadapan Fiana adalah dewa mesin, Deus ex Machina. Fiana terperangah, heran.

"Apa kamu mau hidup?"

"TIDAK MAU!"

Fiana menolak dengan kerasnya.

"Aku berikan kesempatan ke-dua!"

"Maaf, aku tidak mau melewati neraka itu lagi!"

Dengan pergolakan batin, Fiana menolak sebagai manapun Deus membujuknya.

"Aku akan menghidupkan dirimu--"

"Tidak mau!"

Fiana memotong ucapan Deus ex Machina.

"Tapi kamu hidup di tiga tahun sebelum kematian mu saat ini loh!"

Atas penawaran Deus, ada aura kebebasan di mata Fiana.

"Tapi, percuma. Adik angkat ku bakalan menindas ku. Selamanya takkan lepas dari adikku." Fiana berjongkok pasrah. Kedua tangan bertumpu pada lutut mu.

"Maka dari itu, akan aku bekali dirimu dengan artefak kelas dewa!"

Lagi-lagi Deus memberi tawaran menggiurkan. Di kala keputusasaan Fiana sudah diujung tanduk. Deus hadir membawa harapan. Deus ex Machina datang dengan perangkat plot armor yang membantu segala kesulitannya.

"Sebuah benda sihir, kelas dewa?" Harapan muncul di wajah Fiana.

"Lebih tepatnya, kode mistik mahakuasa!"

"Keren...."

Mata itu, adalah mata dari seorang yang bangkit dari keterpurukannya. Fiana mendapati, bahwa mentalnya sudah setengah pulih dalam waktu sekian menit berada disini.

Deus ex Machina adalah perangkat plot di mana masalah yang tidak terpecahkan dalam sebuah cerita tiba-tiba diselesaikan oleh kejadian yang tidak terduga dan mustahil. Fungsinya bisa untuk menyelesaikan situasi plot yang tak terselesaikan, untuk mengejutkan penonton, untuk membawa cerita ke akhir yang bahagia.

Di universe ini, kita kenal sebagai sosok dewa mesin.

Tidak memiliki wujud fisik, tidak dapat terlihat.

"Terimalah, Future Diary!"

"Future Diary?"

"Ini adalah buku yang menunjukkan masa depan pemiliknya. Buku ini hanya bisa digunakan olehmu, ini akan kelihatan tidak berguna jika kamu lemah. Seiring berjalannya waktu, buku ini akan sangat terasa manfaatnya."

Fiana terdiam, mencerna tiap detil dari penjelasan Deus.

"Apa buku ini bisa mengantarkan diriku kepada kebebasan? Ku ingin pergi jauh dari rumah itu, ku tidak mau menderita lagi."

Fiana merengek, meratapi semua kejadian di masa lalunya.

"Tentu bisa! Kebanyakan buku ini akan memberikan masa depan. Ini adalah kartu as milikmu! Senjata pamungkas mu. Ini bukan senjata untuk menyakiti, tapi ini sangat bermanfaat untuk mu. Aku jamin artefak ini sangat berguna untuk dirimu. Karena Future Diary adalah artefak kelas dewa!"

Fiana merasa lega. Kini Fiana bisa mengukir senyum kebebasan pada wajah cantiknya.

"Masuklah pintu itu, pergilah ke dimensi perulangan ketiga!"

"Huh, keempat, tapi bukankah harusnya kedua?" Tanya Fiana.

"Sebelumnya, ada seorang yang memasuki dimensi perulangan itu. Alasan dunia perulangan. Seorang yang mengulang dunia pertama adalah untuk mencegah hancurnya dunia. Orang itu adalah the Sage. Seseorang yang mengulangi dunia kedua adalah Duke Charlotte. Dia mengulang dunia untuk membunuh naga ilahi. Sementara kamu, ingin mengulang dunia karena kamu mau mencari kebebasan kan--"

"Dan kebahagiaan."

Fiana memotong kata-kata dewa mesin.

Ini adalah dunia hampa tanpa ada materi. Segalanya berwarna putih. Hanya saja rona putih pada lantai pijakan sedikit gelap. Pijakan putih transparan. Dihadapannya, sebuah pintu berwarna hitam tanpa ada dinding yang menyertainya. Seolah pintu itu ditopang oleh dinding yang tidak kasat mata.

Dihadapan Fiana, ada buku dengan cover berwarna hitam. Buku itu sangat tebal, sehingga bisa buku itu ditafsirkan memiliki seribu lembar. Walaupun begitu, semua lembaran pada buku itu adalah kosong.

"Karena kamu lemah, maka akan sedikit ku ubbah mekanisme buku Future Diary ini! Kamu memiliki kehendak untuk memunculkan ataupun menghilangkan buku ini pada tanganmu. Mekanisme ini mencegah orang jahat merampas pusaka milikmu. Kendati buku ini hanya dapat digunakan olehmu seorang, tapi orang lain bisa saja menjauhkan kami dari artefak mu. Mencegah kamu mengakses buku tersebut."

Deus menjelaskan detailnya. Fiana membolak-balik buku, lembaran bukunya kosong. Deus ex Machina menyela tindakan Fiana.

"Buku tersebut memang lah kosong! Dasar otak udang." Deus menegur tindakan aneh-aneh dari Fiana.

Benar saja, kecerdasan Fiana agak kurang.

"Katanya ini Future Diary?" Tanya Fiana, dengan datarnya.

"Halaman kosong akan terlihat jika peristiwa akan terjadi. Jika belum terjadi apa-apa, maka halamannya masih kosong." Deus terdengar agak jengkel dengan tingkat intelegensi yang kurang, dari Fiana.

Atas penjelasan Deus, Fiana hanya menanggapi dengan, "Oh."

Deus ex Machina semakin jengkel.

"Ayolah.... Dua orang sebelumnya adalah manusia jenius. Tak seperti gadis dungu ini."

Atas ucapan Fiana, Fiana sedikitpun tidak meluapkan emosi. Fiana cuma mengelus dada sambil menunduk penuh rasa rendah diri dan sedikit murung.

"Ah, iya, ada singularitas yang akan terjadi karena kamu mengulangi dunia ini. Kali ini akan ada seorang yang mencabut justice sword dari sebongkah batu. Justice sword ini adalah pusaka buatan manusia, itu bukan pusaka mahakuasa jadi tolong jangan berharap banyak. Pedang ini adalah tolak ukur dari sosok yang memiliki level karma yang baik."

"Pedang keadilan, apa sih adil itu?" Fiana sering mendengar kata adil didalam pelajaran kebangsaan, tapi tidak menemukan bentuk nyata.

Tiba-tiba Fiana melamun dan ingat momen masa kecilnya.

**************

Alun-alun ibu kota.

Fiana mengenang satu flashback bersama teman masa kecilnya. Ia nampak terlihat Fiana dalam versi anak-anak.

"Saat itu, aku hanya butuh seorang untuk mengobati rasa kesepian ku. Satu-satunya anak yang bisa, hanya anak buta ini. Tapi--"

Itu suara hati saat Fiana melamun, mengenang masa kecil.

Seolah Fiana menjadi seorang pengasuh. Ia secara sukarela harus mau pura-pura menjadi teman si anak buta, tanpa dibayar. Tanpa dibayar pun, Fiana mau karena dengan begitu rasa kesepiannya terobati. Ini adalah cinta monyet.

"Apakah taman ini indah?" Tanya anak laki-laki buta itu.

"Indah sekali." Nada Fiana kecil terdengar riang.

Anak kecil buta itu mengenakan pakaian mewah, menegaskan sang anak adalah putra dari keluarga ningrat. Anak laki-laki itu punya rambut berwarna ungu purple.

Mereka berjalan bergandengan tangan. Tentu harus begitu, karena Fiana harus menuntun anak buta. Anak kecil berambut ungu, hanya sedikit lebih tinggi dari Fiana. Anak kecil itu, sepertinya seusia dengan Fiana. Mereka terus melangkah.

"Ceritakan padaku kak, apa yang kamu lihat, kak Fiana." Ternyata Fiana lebih tua dari anak itu.

"Aku melihat banyak bunga indah, pepohonan hijau, lalu ada pedang cantik menancap di batu karang." Fiana menjelaskan beberapa detil.

"Ah, apa kamu melihat pedang keadilan, kak Fiana?" Tanya anak buta tersebut.

"Ah, apa katamu, Violle?" Fiana kelihatan berfikir.

"Pedang keadilan adalah sebuah dongeng. Bukan dongeng, tetapi kenyataan. Aku ingin mengambil pedang tersebut. Pedang seorang pahlawan yang diramalkan," seru Violle, dengan antusias.

Tau-tau Fiana kecil berlari kearah pedang tersebut. Sementara Violle yang buta berjalan perlahan kearah depan. Violle kewalahan.

"Kamu dimana, kak Fiana?" Violle mulai cemas.

Lalu Fiana terdengar kepayahan karena menarik pedang batu itu.

"Apa yang kamu lakukan?" Violle perlahan melangkah kearah suara Fiana.

"Susah sekali!" Fiana dengan sia-sia menarik pedangnya.

"Aku juga ingin mencobanya!" Violle sedikit merengek.

Akhirnya Fiana berlari kearah Violle, menuntun Violle berjalan ke dekat pedang keadilan. Fiana menaruh tangan Violle di gagang pedang itu.

Akhirnya Violle yang menariknya. Tetapi upayanya juga sia-sia. Fiana ikutan membantu, tapi juga gagal.

"Ternyata aku bukan pahlawan itu." Violle menunduk, dengan perasaan kecewa.

"Tidak apa-apa, jangan menangis, mungkin saat sudah besar kamu dapat menariknya." Fiana mencoba membujuk Violle.

"Iya, kak." Violle terdengar seperti menarik ingus dengan napasnya.

Akhirnya Fiana kecil menuntun kekasih masa kecilnya.

"Aku merasa cinta kita pupus saat psikopat jahat itu memperkosaku berkali-kali." Suara hati Fiana versi dewasa.

***************

Perlahan Fiana kembali ke realitas.

"SUDAH SELESAI MELAMUN NYA!"

Deus mengomeli Fiana karena ia terlalu lama melamun.

"Baik, aku akan masuk ke dalam dimensi perulangan!" Fiana penuh tekad, berdiri dari duduknya.

Fiana melangkah....

Fiana terhenti didepan pintu hitam. Fiana mengepal tinjunya penuh rasa percaya diri.

"Aku akan kembali, pada cinta masa kecilku!"

Pada akhirnya Fiana memasuki pintunya, mengalami perulangan.

Setelah melewati pintu menuju dimensi perulangan, Fiana merasa bahwa ia sangatlah mengantuk.

Fiana POV.

Namaku Fiana Lorrena. Nama di belakang nama lahir ku dapatkan setelah aku diadopsi oleh keluarga Lorrena. Ayahku adalah Stanley Lorenna, sementara ibu ku adalah Marisa Lorrena. Mereka berdua hanyalah orang tua angkat ku.

Alasan mereka mengadopsi ku dari panti asuhan adalah karena mereka sulit punya anak. Aku hanya sebagai pancingan, agar mereka cepat punya anak. Dan setelah aku hadir, mereka termotivasi untuk mendapat sosok anak yang sebenarnya.

Masa-masa aku diasuh oleh kedua orang tua angkat ku, sangatlah membahagiakan jika dibandingkan dengan kehidupan di panti asuhan. Aku merasa kehangatan cinta dari orang tua sementara.

Namun, tidak lama setelah aku ada dalam kehidupan mereka, mereka memiliki anak.

Kelahiran darah daging mereka, membuatku cemburu.

Awalnya aku menyayangi adikku, walau bukan adik kandung. Aku mengasuh Michelle Light Lorenna, seolah-olah aku kakak kandungnya.

Kami bertumbuh.

Ternyata Michelle adalah sosok ratu tega. Michelle adalah seorang mage penuh bakat, tetapi hatinya sangat jahat. Dia memandang orang lemah atau orang kecil sebagai sampah.

Aku yang merawat Michele kecil dengan sepenuh hati, dianggap tak berarti kala Michele telah tumbuh menjadi seorang penyihir berbakat.

Namun aku tidak dendam, mungkin ini adalah takdir bahwa Michele kecil ku akan jahat padaku saat besar.

Setelah Michele hadir, aku tidak memiliki seorang pun. Aku hanya butuh seorang untuk memberiku perhatian. Satu-satunya orang yang bisa adalah sosok putra bangsawan yang buta. Namun kala matanya sudah sembuh, Violle juga akan melupakanku.

Tebakan kalian benar.

Lagi-lagi Michele lah yang sudah menghasut Violle agar memandang rendah diriku. Violle melupakan betapa pedulinya aku pada sosok Violle kecil yang tak berdaya itu.

Kalau benar aku bisa mengulang semuannya, akan aku rubah, takkan kubiarkan semua terulang Seperti sebelumnya.

POV end....