Entah mengapa setiap langkah kaki Monika terasa berat meninggalkan Alfando seorang diri dalam keadaan kacau seperti saat ini?
Seharusnya dia tak mempedulikan kondisi pria itu..
Seharusnya apapun yang dilontarkan pria itu bukan hal memberatkannya untuk pergi.
Toh Alfando selalu bersikap seenaknya selama ini.
Perempuan cantik ini mendorong kopernya, mempercepat langkah kakinya mencoba mengabaikan rasa pedulinya pada Alfando.
Monika berhenti tepat didepan elevator, mencari kartu akses elevator miliknya dalam tas.
Tak ada, dia mengingat-ingat dimana kartu elevator miliknya.
Dan akhirnya dia ingat kartu akses elevator miliknya masih didalam nakas.
Saking buru-burunya lupa membawa benda penting itu.
"Ya ampun, Gue kok bisa lupa bawa kartu akses. Masa iya harus balik buat ngambil kartu ?Tapi nggak ada itu gimana bisa naik lift." Perempuan itu menepuk jidat, dalam hati memprotes kecerobohannya sendiri.
Apartemen tempat tinggal mereka memang memiliki kartu khusus untuk membuka lift yang dimiliki setiap penghuni agar menjamin keamanan mereka, sebenarnya ada cara lain yaitu sidik jari tapi Monika tak memiliki akses tersebut kecuali Alfando.
Dilantai tempat mereka tinggal hanya ada 4 unit saja.
"Okey, gue bakal numpang sama orang aja"
Lima menit berlalu belum ada orang muncul.
Monika jadi berfikir jangan-jangan 3 unit lain dilantai ini kosong?
"Nggak mungkin kalo nggak ada orang yang mau turun atau naik ke lantai ini. Gue tunggu lagi deh."
Monika memainkan iPhone-nya, duduk diatas koper.
30 menit berlalu..
Masih belum ada seorangpun datang.
Nih sungguh aneh.
Tak ada pilihan lain selain kembali dan mengambil kartu akses elevator miliknya.
Monika menarik nafas lalu menghembuskannya dengan berat, Untuk memasukan passwords saja sungguh terasa berat.
Bagaimana reaksi Alfando saat melihatnya lagi?
Monika segera menyingkirkan segala prasangka, Memberanikan diri menekan deretan angka.
Pintupun terbuka.
Mengapa pintu ini terasa sulit terbuka?
Monika mengintip dari celah pintu, terkejut mendapati Alfando sedang tertidur dimuka pintu.
Dengan susah payah Monika berhasil masuk ke dalam apartemen melangkah pelan agar tak membangunkan pria itu.
Berjongkok dan menatap wajah Alfando yang tengah tertidur pulas.
"Kenapa kau tidur disini?" Monika benar-benar bingung akan kelakuan pria ini.
Monika naik ke lantai atas mengambil kartu akses elevator dalam nakas, sekalian mengambil selimut juga bantal.
Turun kembali ke lantai bawah.
Menggeser tubuh Alfando agar menjauh dari muka pintu, menganjalkan bantal empuk pada kepala Alfando kemudian menutupi sebagian tubuh pria itu dengan selimut tebal.
Monika merasa lebih tenang sekarang, Baru saja akan melangkah pergi.
Tiba-tiba Alfando menggigil kedinginan disertai ngingau, memanggil mama-nya berulang-ulang.
Monika mengecek kening pria itu, Panas.
Dia sungguh terkejut akan fakta ini, perasaan pria itu terlihat baik-baik saja tadi.
Monika langsung mengambil kompresan meletakan diatas kepala Alfando.
"Kau pasti merindukan ibumu." Monika menatap Alfando penuh rasa iba.
Suhu tubuh Alfando semakin tinggi, tubuhnya menggigil hebat.
Tentu saja membuat Monika panik, jam menunjukkan pukul 11 malam.
Monika mengambil kotak p3k, meminumkan pria itu obat penurun panas dan obat meriang.
Alfando yang belum sadar terus menggigil, memanggil mama-nya berulang-ulang.
"Kau ini kenapa si? Jangan membuatku khawatir." kata Monika tak bisa lagi bersikap tenang saat melihat kondisi Alfando.
Ingin sekali menelepon ambulan tapi iPhone-nya ada didalam tas, sedangkan tas-nya ada diatas kopernya yang terletak sekitar 4 meter darinya sekarang.
Mana mungkin bisa mengambil tas-nya itu dalam kondisi dipeluk erat Alfando seperti ini.
Monika semakin bingung karena Alfando malah memeluknya semakin erat.
Pria itu benar-benar dalam keadaan mencemaskan.
Seumur-umur mengenal pria itu baru kali ini mendapati Alfando tengah deman tinggi seperti ini.
Satu jam telah berlalu....
Alfando membuka mata, dalam keadaan masih lemas
Dia terkejut mendapatkan dirinya memeluk Monika.
Alfando melepaskan pelukannya, Memegang kepalanya yang terasa pusing.
Monika tersenyum lega, wajahnya begitu senang melihat Alfando sudah sadar.
"Kau kembali." seru Alfando dengan nada lemah, wajahnya menggambarkan keterkejutan sekaligus senang.
Pria itu mencoba berdiri tapi gagal, tubuhnya terasa lemas.
Seolah tak ada tenaga.
"Kau sakit, Ayo kita ke dokter." Monika membujuk Alfando.
Pria itu menggelengkan kepala lemas, tiba-tiba kembali memeluk Monika.
Tapi kali ini dalam kondisi sadar. "Kondisiku tak seburuk itu jadi tak perlu ke dokter, selama ada kau aku akan baik-baik saja."
Alfando membelai wajah Monika, memastikan ini bukan mimpi atau khayalan.
"Kau tidak akan pergi kan? Akan selalu berada disisiku." sambung Alfando, melempar pandangan lembut.
Menggenggam jemari Monika, memciumnya.
Meskipun terkejut atas tindakan romatis tak terduga pria itu, Monika tetap bersikap biasa.
"Kau bisa jalan kan? Pelan-pelan saja, kau harus tidur di ranjang , aku akan membantumu naik."
Alfando menganguk, "Aku rasa begitu."
Menopang mengambil sebelah tangan Alfando untuk diletakkan dipundaknya, Dengan hati-hati melangkah menyelusuri anak tangga.
Menidurkan Alfando diatas ranjang, membuka pakaianya kemudian memakaikan kaos tipis dan juga celana pendek bahan.
Membatu mencari posisi enak agar Alfando bisa beristirahat dengan nyaman.
Menggenggam tangan Alfando, menatap wajah tertidur pria berstatus suaminya ini.
"Maaf karena aku sudah membuatmu merasa dibohongi, Aku sungguh tak ada niat membohongimu."
Keesokan harinya...
Monika merasa lega karena suhu tubuh Alfando kembali normal, perempuan itu segera turun ke lantai bawah menuju dapur membuatkan bubur sayuran handalan-nya.
Susuh coklat kesukaan Alfando, iya pria itu memang menyukai susu coklat hangat.
Awalnya Monika aneh tapi lama-kelamaan dia biasa saja.
Tak lama kemudian Alfando tersadar...
"Pagi, Syukurlah kau sudah membaik sekarang. Ini aku buatkan bubur sayuran."
Penuh perhatian Monika mulai menyuapi Alfando, pria itu membuka mulutnya.
Jujur Alfando tak menyangka Monika masih begitu perhatian dan peduli padanya.
"Kenapa kau kembali?" Tanya Alfando akhirnya setelah diam membisu.
"Tadinya aku hanya mau mengambil kartu akses elevator milikku yang tertinggal tapi aku malah mendapatkanmu dalam kondisi menakutkan. Karena aku tak mau mendadak jadi janda maka aku langsung merawatmu dan memastikan kau baik-baik saja."
Kalimat "Tak mau mendadak menjadi janda " terdengar lucu ditelinga Alfando, pria itu tersenyum sesaat.
"Kenapa kau tersenyum?" Monika menggerutkan dahi, kembali menyuapi pria tampan itu.
Alfando menggelangkan kepala, "Tidak apa-apa, Aku kira kau akan meninggalkan aku."
"Tadinya aku memang akan pergi tapi melihatmu deman seperti semalam aku panik, Kau sungguh membuat aku cemas."
Buburpun habis...
Monika langsung memberikan segelas susu coklat hangat.
Dan tanpa menunggu lama Alfando mengambil segelas susu coklat hangat dari tangan Monika, menegaknya hingga habis.
Meletakan gelas bekas-nya diatas meja nakas.
"Jadi kau tetap akan pergi setelah aku membaik? Aku kira kau kau kembali karena kau peduli padaku ternyata hanya karena iba." Sekarang ada goresan raut kekecewaan pada pria itu,menyeringai.
Monika menggeser posisi duduknya agar lebih dekat Alfando, melempar pandangan heran.
"Dengar ya jika aku tak peduli padamu, aku tak akan capek-capek menunggumu siuman.
Sekarang katakan padaku... Bagaimana kau bisa mengetahui bahwa aku dijemput seorang pria di halte?Apa kau mengikutiku?" bukan menjawab malah balik bertanya.
Seringai kembali tergambar pada sudut bibir Alfando, "Tidak, aku tidak mengikutimu. Tidak sengaja aku melihatmu bersama seorang pria di halte. Saat aku mau pulang. Kalian tampak begitu canggung seolah itu kencan pertama kalian Cihhh."
Jadi begitu ceritanya Monika mengerti sekarang.
Untung Alfian saat itu posisinya tengah membelankangi Alfando, Dan jarak mereka juga cukup jauh.
Tak heran Alfando tak tahu bahwa pria bersama Monika tak lain yaitu saudara kembarnya sendiri.
"Jangan katakan kau cemburu?" tanpa sungkan Monika menggoda suaminya.
Alfando melotot. "Iya, aku memang cemburu."
Setelah melakukan pengakuan pria itu jadi malu sendiri, memalingkan wajah.
Monika tersenyum geli.
"Kenapa harus cemburu?Kau kan tidak mencintaiku dan aku ini hanya istri kontrakmu, lagian apa salahnya jika aku berkencan dengan pria lain kau juga berkencan dengan Radit." protes Monika cuek.
Perempuan cantik ini sengaja terus menggoda suaminya.
Mendengar ucapan Monika, membuat Alfando jadi kesal.
"Jadi kau balas demdam dan ikut2an berselingkuh?" Tanya Alfando cepat, melempar pandangan mencekam.
Monika menggelengkan kepala, "Tidak, Aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya berselingkuh, Ternyata seru pantas banyak orang melakukannya."
"Aku rasa aku mulai mencintaimu, Aku tidak suka saat melihatmu bersama pria lain."
Dan akhirnya mengatakan sesuatu yang berhasil membuat Monika terkejut, Masih terkejut karena ungkapan cinta pria itu.
Setiap kata terucap dari mulut Alfando terdengar tegas.
Giliran Monika yang terdiam.
Tak menyangka bahwa Alfando mencintainya.
"Bagaimana denganmu?" sambung Alfando.
"Aku...." Monika bersuara, gerakan tubuh Monika terlihat mulai salting.
Menyingkirkan anak-anak rambut yang menghalangi wajah cantiknya.
Berusaha bersikap tenang tapi gagal, tak dapat menyembunyikan kegugupannya.
Alfando jadi jengkel sendiri karena Monika bertele-tele dalam menjawab pertanyaannya, Jika Monika tidak mencintainya.
Meski berat dan hatinya pasti akan hancur tapi dia akan berlabang dada menerima.
"Seandainya kau tidak memiliki perasaan yang sama denganku maka setelah kau melahirkan kita akan berpisah seperti perjanjian awal."
Monika menggigit bibir bawahnya. "Bagaimana dengan Radit?Apa kau akan memutuskannya?Berjanji tidak akan mengulang apa pernah Daddy-mu lakukan? Berusaha untuk kembali straigh."
Alfando mengangguk yakin lalu menyentuh bibir bawah Monika.
"Aku akan mengakhiri hubungan dengan Radit, Bahkan aku akan mengajakmu saat melakukannya. Dan untuk sisa pertanyaan lain jawabannya adalah iya, aku janji."
"Apa kau mencintaiku?" Alfando mengulang pertanyaannya dengan kalimat berbeda lebih berterus terang, Nada suaranya mulai terdengar emosi.
Alfando berusaha bersikap tetap mengontrol diri tak mau marah-marah hanya karena tak sabar menanti jawaban Monika.
Monika berdehem, Memberanikan diri mengungkapkan apa dirasakanya.
"Aku tidak mencintaimu." kata Monika akhirnya.
Alfando syok berat saat mendengar kalimat itu.
Dia tertawa menutupi kekecewaan
Tak menyangka jawabanya berbeda dari dugaannya.
Pria itu terdiam membisu, dalam hati merasakan patah hati luar biasa.
Tak mampu berkata apa-apa lagi, memalingkan wajah dari Monika.
Monika mengenggam wajah Alfando dan mengarahkan agar menatapnya.
"Aku memang belum mencintaimu, Tapi aku yakin bahwa kau serius mencintaiku. Aku mau kita mulai detik ini menjalani pernikahan kita dengan dasar ketulusan, kejujuran, saling terbuka dan kesetian. Dan juga kita berdua bisa saling belajar mencitai dengan tulus satu dengan lainnya"
Kecupan sayang diberikan Monika mulai dari kening, hidung mancung kemudian bibir Alfando.
Keduanya berciuman penuh gairah,memejamkan kedua mata.
Meluapkan segala hasrat dan rasa yag mereka punya satu sama lain dalam bentuk lumatan kasar bibir mereka.
Keduanya tak sungkan atau malu.
Bahkan sesekali mengambil waktu untuk mengatur nafas lalu kembali berciuman.
"Aku tidak tahu apa yang pernah Radit katakan atau hal buruk apa saja yang telah kau alami hingga membuatmu seperti sekarang, Tapi kau harus tahu aku ingin menunjukan padamu bahwa aku tidak seperti Radit katakan dan mulai sekarang kita berdua harus saling menguatkan juga saling membantu menghapus kenangan buruk. Kemudian bersama menciptakan kebahagian."
Alfando tersentuh mendengar ucapan perempuan yang dicintainya itu langsung memeluk Monika, Kemudian kembali mencium bibir sang istri kali ini gerakan lembut lalu mereka saling bertatapan.
"I Love you, Monika."
"I love you too,Alfando"
Tbc