Axcel tersenyum cerah karena ibunya tidak menolak Nindya.
"Dia tidak menolak aku ma, hanya saja. Dia mau menikah dengan pria lain. Aku hampir saja terlambat tapi aku akan mendapatkan nya ma, aku akan membawanya dan menjadikannya istriku dan selain dia, aku tidak mau wanita lain ma. Karena aku sudah menyentuhnya walaupun saat itu kami dalam keadaan pengaruh jebakan seseorang tapi, aku tidak mau melepaskannya. Aku tidak mau!" Ucap Axcel, dia tidak berbohong pada ibunya. Dia menceritakan semuanya dan jika dia harus dimarahi ibunya. Dia anak yang baik dan juga berbakti kepada ibunya. Itulah Axcel.
Mendengar hal itu, Cahaya langsung merasa terkejut, putranya yang dingin terhadap wanita bisa melakukan hal kotor semacam itu.
"Ax, kamu … kamu, kamu menidurinya? Apakah kamu melakukan itu karena ingin merebut calon istri orang lain? Ax, kamu harus… ahhh … kamu harus bertanggung jawab. Bawa dia dan nikahi dia. Mama akan menghukum kamu kalau kamu tidak mendapatkan dia," ucap cahaya. Dia memarahi Axcel karena Axcel sudah berani menodai seorang wanita dan itu sangatlah memalukan untuknya.
Axcel tertawa senang karena ibunya merestui hubungannya bahkan dia mendukungnya.
"Hahahaha … tentu saja ma, aku akan membawa menantu mama ke rumah. Tapi aku harus menghancurkan pernikahan ini, kasihan wanitaku. Dia harus menikah karena terpaksa dan pria yang akan menikahnya adalah pria brengsek dan menggunakan semua kekuasaan atas nama uang untuk memaksanya menikah dengannya. Ma, aku akan membuat pria itu tidak memiliki kesempatan lagi untuk mengancam calon menantu mu ma. Dia akan menjadi menantu mu, mama percaya kan padaku?" Ucap Axcel, dia tertawa sambil menatap kearah depan.
"Baik, mama percaya kamu. Sangat jarang putraku ini mengejar wanita hingga seperti ini. Jangankan mengejar, didekati saja sudah langsung menghindarinya. Sekarang mama merasa tenang karena kamu ternyata seorang pria normal apalagi saat mama mendengar kamu menidurinya. Hahahahha … mama tunggu hasilnya Ax," ucap Cahaya. Dia tiba-tiba tertawa karena putranya ternyata masih normal.
Walaupun dengan cara yang salah. Tapi cahaya tidak bisa menyembunyikan rasa tenangnya karena Axcel adalah pria normal.
Karena Axcel ingin bertanggung jawab atas perbuatannya. Dia juga akan mendukungnya. Karena kebahagiaan putranya adalah segalanya juga untuknya.
Namun, tiba-tiba cahaya mengingat pria yang mirip dengan Axcel dan kemungkinan itu adalah putranya yang lain.
"Ax, kamu belum memberitahukan nama dia. Siapa nama dia? Apakah kamu tahu?" Tanya Cahaya, dia kembali merasa sedih saat mengingat pria yang mirip dengan Axcel itu telah meninggal.
Axcel melihat kearah depan dan dia melihat jika Nindya sudah keluar dari tempat itu, dia pergi dengan mobil terpisah dengan Ray.
Axcel yang panik dia pun berteriak.
"Ma, nanti kita lanjutkan lagi. Wanitaku sedang dikejar penjahat. Aku harus menyelamatkan ma," ucap Axcel. Dia mengakhiri panggilan secara tiba-tiba dan cahaya masih dalam perasaan penasaran. Dia masih ingin meyakinkan dirinya jika itu bukanlah kakaknya Axcel. Yaitu Arkana Alvaro. Putra yang dia tinggalkan bersama mantan suaminya.
Tut ... Tut ... Tut.
Panggilan pun berakhir.
Hati Cahaya terasa sangat sedih. Dia merasa sangat menyesal karena telah mengizinkan salah satu putranya untuk tinggal bersama mantan suaminya.
Cahaya pun menangis sejadi-jadinya didalam kamar dan tanpa dia sadari, terdengar suara ketukan pintu.
Cahaya pun berjalan dan datang menghampirinya.
Dia membuka pintu dan dia pun melihat jika ada Cintya yang berdiri dengan manis didepannya saat ini.
Awalnya Cahaya merasa senang karena Cintya bisa meluluhkan hati putranya. Tapi setelah mendengar cerita Axcel dan kini Axcel sedang berjuang mendapatkan calon istrinya. Cahaya memandang Cintya dengan tatapan sedih karena dia merasa kasihan pada wanita muda didepannya.
"Cintya, kamu pasti menunggu Tante ya? Tante minta maaf karena tadi sempat meninggalkan kamu," ucap Cahaya. Dia berusaha tersenyum sambil menatap Cintya.
"Tante jangan begitu, aku tidak apa-apa kok Tan, oh ya Tante kenapa? Tante sedang tidak enak badan kah?" Tanya Cintya, dia menatap wajah Cahaya yang terlihat pucat.
Cahaya langsung memalingkan wajahnya, dia merasa malu karena Cintya terus menatapnya.
"Oh, hahahaha … Tante tidak apa-apa. Ya Tante sedikit merasa kurang enak badan saja. Terima kasih Cintya buat oleh-oleh nya dan Tante minta maaf karena Tante seperti itu," ucap Cahaya. Dia secara tidak langsung ingin mengusir Cintya dan saat ini yang dia inginkan hanyalah sendiri.
Cintya menganggukkan kepalanya, dia juga merasa tidak nyaman karena melihat keadaan Cahaya yang tidak pantas untuk dia ganggu.
"Tan, aku pamit pulang dulu. Terima kasih karena Tante mau menerima aku," ucap Cintya, dia menggenggam erat tangan cahaya dan tersenyum padanya.
"Oh iya, Tante yang harus minta maaf karena Tante tidak bisa menyambut kamu dengan baik," ucap Cahaya. Dia masih mempertahankan senyumannya didepan Cintya.
Cintya pun mengangguk dan dia langsung pamit pergi meninggalkan rumah itu. Cahaya mengantarkannya hingga pintu depan dan menatap mobil Cintya hingga dia hilang dari pandangannya saat ini.