Bastien menelepon Dave untuk memastikan kapan ia dan Soya kembali dari luar kota.
Informasi mengenai James sudah tersusun rapi di atas meja kerjanya, bahkan ia sudah memilah - milah semua informasi tentang James yang berkaitan dengan Stefan.
Bastien sadar betul jika James adalah orang suruhan Stefan, dan ia pun tahu jika James saat ini menyewa rooftop di gedung sebelah tempat kostnya yang mengarah langsung ke kamar Soya. Sudah cukup lama, dan selama itu ia tidak menyadari keanehan. Bastien benar - benar merasa kecolongan.
Ia sudah menyusun beberapa rencana untuk menghadapi Stefan dan keluarga Soya. Bahkan bukti - bukti sudah ada di tangannya. Kali ini Stefan tidak akan bisa lolos dari jeratnya. Memikirkannya saja Bastirn merasa sangat marah. Laki - laki macam apa yang berani memperlakukan wanita seperti itu.
"Bastien!" teriak seseorang dari luar kantornya.
"Masuk." jawab Bastien tanpa bertanya siapa yang ada di luar.
Soya dan Dave masuk ke ruangan Bastien dengan dua kantong besar penuh dengan oleh - oleh.
"Apa itu untukku?" tanya Bastien dengan wajah berbinar. Soya mengangguk sambil memberikan satu kantong besar yang ia bawa kepada Bastien.
"Yang ini untuk stok di kamarku." kata Soya sembari mengangkat satu kantong lain di tangannya.
"Kalian duduk dulu." kata Bastien menyuruh mereka.
Bastien membawa setumpuk dokumen dan meletakkannya di meja. Dave dan Soya terlihat kebingungan melihat tumpukan dokumen yang berada di hadapannya.
"Apa ini?" tanya Dave kebingungan.
"Jadi kemarin aku menyewa beberapa tenaga profesional untuk menyisir lantai dua. Aku takut kalau - kalau ada bom." kata Bastien memulai cerita. Ia mengambil tiga buah minuman kaleng dan meletakkannya di meja.
"Dan mereka menemukan kamera kecil di kamar mandi Soya." tambah Bastien sembari melihat Soya yang terkesiap mendengar berita itu.
"Kameranya masih diselidiki oleh tim IT. Dan laporan resminya baru akan diterima kurang lebih 3-5 hari kedepan." tambah Bastien memberikan penjelasan.
"Jadi siapa orang brengsek yang berani - berani melakukan hal tercela itu?" tanya Dave emosi.
"Kita tidak bisa asal menuduh tanpa bukti." sahut Soya lemah. Ia tidak bisa percaya ada orang yang tega melakukan hal seperti itu padanya.
"Maka dari itu, aku kemarin meminta tolong pada temanku untuk melacak siapa orang yang masuk ke kamar Soya dan dlng di balik itu semua." kata Bastien lagi.
"Dokumen yang ada di depanmu itu adalah hasil pencariannya kemarin." imbuhnya lagi.
Mata Dave langsung tertuju pada tumpukan dokumen yang ada di hadapannya dan Soya. Ia memandang Soya yang ragu - ragu untuk membuka dokumen itu.
"Bukalah Soya, kurasa itu penting untukmu." kata Dave meyakinkan.
Soya membuka dokumen yang ada di hadapannya. Ia mempelajari beberapa informasi sembari memincingkan sebelah matanya, ia merasa tidak asing dengan lelaki di foto itu. Ia membalik - balik dokumen itu hingga tiba - tiba ia terkejut dan menutup mulutnya dengan tangan.
"Apa -apaan ini? Kenapa ada foto se...seperti ini?" tanya Soya gugup. Ia sangat terpukul melihat kenyataan itu.
"Lihat informasi berikutnya, kepada siapa foto itu dikirimkan." kata Bastien lagi. Soya mengikuti arahan Bastien dan semakin terkejut melihat informasi yang ia baca.
"Stefan?" gumam Soya tidak percaya. Ia tidak menyangka dalang dibalik semua itu adalah Stefan.
"Dia adalah orang yang licik Soya." kata Bastien berpendapat.
"Apakah laki - laki itu yang mengikuti kita tempo hari?" tanya Dave memastikan. Bastien mengangguk menjawab pertanyaan Dave.
"Bagaimana bisa dia melakukan hal tercela seperti ini?" tanya Soya entah pada siapa. Air matanya mulai mengalir membasahi pipinya.
"Kita tidak bisa tinggal diam." kata Dave meminta persetujuan pada Bastirn.
"Aku punya beberapa ide untuk mengerjainya." kata Bastien dengan senyum licik.
Bastien berjalan ke meja kerjanya dan mengambil beberapa foto dan meletakkannya di meja di depan Soya dan Dave.
"Kita kirimkan ini ke alamat orangtuamu." kata Bastien sembari mengerling jahil pada Soya.
"Tapi, bagaimana jika yang menerima Stefan sendiri?" tanya Soya khawatir.
"Tenang saja, akan aku pastikan yang menerima istri dan mertuanya." kata Bastien dengan senyum liciknya. Ia terlihat menyeramkan dengan senyuman itu.