Stefan tidak bisa berkata apapun. Ia merengek pada Shiena untuk memaafkannya, namun Shiena tidak menanggapi satupun kata Stefan.
"Selamat siang!" teriak Bastien dari luar. Mendengar keributan dari dalam, Soya segera berlari masuk dengan khawatir.
"Ada apa ini pa? ma?" tanya Soya bingung saat melihat beberapa barang berserakan di lantai dan Stefan yang berlutut merengek pada Shiena.
Stefan tampak terkejut melihat kedatangan Soya. Ia berdiri dan memandang Soya dengan bingung, kemudian berubah menjadi amarah. Dengan penuh emosi ia berjalan ke arah Soya.
"Ini semua pasti perbuatanmu!" teriak Stefan penuh emosi. Soya nampak terkejut dan tidak mengantisipasi pergerakan Stefan yang segera mencekik leher Soya.
"Lepaskan!" teriak Soya kesakitan. Dave yang berjalan di belakang Soya segera menendang perut Stefan dan membuatnya kesakitan sehingga melepaskan cekikannya. Bastien segera mengambil inisiatif untuk menarik Soya menjauh dari Stefan.
"Kamu baik - baik saja?" tanya Bastien yang dijawab dengan anggukan oleh Soya.
"Sebaiknya jaga sikapmu!" bentak Dave pada Stefan.
"Maaf kalian menerima sambutan yang kurang baik disini." sesal Mama Soya yang dengan sigap memeluk Soya.
"Tidak apa - apa ma." kata Soya pelan.
"Kalian duduklah disana, saya perlu mengurus bajingan kecil ini dulu." celetuk Rendra sembari menyeret Stefan keluar rumah.
Soya melihat sekilas mata Stefan yang penuh dengan dendam. Membuatnya bergidik ngeri. Soya segera mengalihkan pandangannya, melihat ke arah Shiena dan mamanya yang tampak begitu terpukul. Soya tidak tahu harus memulai pembicaraan dari mana. Ia canggung menghadapi keluarganya, karena sudah hampir tiga tahun ia tidak pernah berbicara pada mereka.
"Ka..kakak baik - baik saja?" tanya Soya canggung dan gugup. Shiena hanya mengangguk, namun Soya tahu, pasti kakaknya sangat terpukul.
"Ada apa ini? Kenapa kalian datang beramai - ramai?" tanya Mama Soya, Raya.
"Sepertinya saya kurang tepat untuk datang kesini sekarang." kata Bastien penuh sesal. Ia seolah menyesal mendatangi mereka kesana, hanya Dave dan Soya yang tahu benar rencana Bastien.
"Sama sekali tidak, saya yakin ada hal yang penting." kata Raya penuh pengertian.
"Maaf terlalu lama. Ada apa ini? Sepertinya kalian tegang sekali." sambut Rendra sekembalimya dari luar.
"Sebenarnya ini bersangkutan dengan Stefan, tapi sepertinya situasi disini sedang tidak memungkinkan." kata Bastien ragu - ragu.
"Ulah apa lagi yang dilakukan sampah itu?" tanya Rendra penuh amarah.
"Begini om, sekitar satu bulan yang lalu saya melihatnya menguntit Soya ke kampus. Maka dari itu saya pernah bertanya pada om untuk memastikan." jelas Dave membuka percakapan.
"Oh saya ingat, saat kita bertemu di kafe." kata Rendra sedikit tenang.
"Benar." jawab Dave senang.
"Satu minggu yang lalu, saya melihat seorang laki - laki naik ke rumah kost. Dan dia berlari saat bertemu saya." kata Bastien memulai.
"Awalnya saya kira dia pencuri, saya mengecek cctv dan melihat hanya lantai 2 yang ditutup oleh dia. Saya curiga dan menyisir kamar Soya dan satu kamar lain. Saya menemukan kamera kecil di gantungan pakaian di kamar mandi milik Soya." tambah Bastien lagi. Mama Soya tampak terkesiap. Ia membungkam mulutnya dengan tangannya.
"Saya meminta seorang teman memiliki kemampuan yang bagus di bidang IT. Saya memintanya mencari informasi tentang kamera kecil itu pada awalnya, tapi ternyata saya menemukan banyak informasi yang menurut saya, om dan tante harus tahu." kata Bastien lagi.
Bastien mengeluarkan sebuah map berwarna coklat pada Rendra. Ia membolak - balik semua isi map itu dan marah.
"Brengsek!" teriak Rendra geram.
"Ada apa pa?" tanya Raya penasaran. Ia tidak pernah melihat suaminya semarah itu.
Raya mengambil map itu dan membaca laporan di dalamnya. Ia terperangah tidak percaya dan memandang Soya dengan penuh rasa bersalah.
"Ada apa ma?" tanya Shiena ragu - ragu. Ia membuka map itu dan membacanya. Perasaannya kini mulai campur aduk, antara merasa bersalah, marah, sedih dan kecewa.
"Kamu! Masih saja kamu ganggu Stefan." teriak Shiena marah.
"Cerdaslah sedikit. Cinta boleh, tapi jangan bodoh. Kamu pikir adikmu wanita seperti apa? Kamu kakaknya bagaimana kamu tidak memahami adikmu sendiri." kata Bastien geram melihat Shiena masih saja ketus terhadap Soya. Ucapan Bastien membuat Shiena merasa bersalah dan mulai menitikkan airmata.
"Menurut saya, ini sudah melanggar hukum om. Dan jika dibiarkan, saya takut dia akan mengganggu Soya lebih banyak lagi." imbuh Dave.
"Kita ke kantor polisi sekarang!" perintah Rendra dengan emosi. Ia tidak bisa menerima seseorang memperlakukan anaknya seperti itu.
"Tapi ini bukti yang tidak resmi om. Saya sudah mengirim kamera itu untuk dicek oleh lembaga resmi, dan hasilnya akan keluar dua atau tiga hari lagi." jelas Bastien mencoba mencegah Rendra melakukan hal yang gegabah.
"Pa, bagaimanapun juga Stefan itu suami Shiena pa. Tolong jangan buat Stefan menderita karena kesalahan kecil yang dia lakukan." rengek Shiena meminta pengampunan dari papanya.
"Kesalahan kecil kamu bilang? Lihat apa yang dilakukan dia ke adikmu! Kamu ini bodoh atau apa?" teriak Rendra kesal, membuat Shiena terbungkam tanpa berani membantah.
"Maafkan papa Soya, selama ini papa tidak memperhatikanmu dengan baik." kata Rendra penuh sesal. Soya hanya bisa diam mendengarkan perkataan papanya, ia tidak tahu harus berbuat apa.
Soya sudah terbiasa untuk mengalah dan kalah dari Shiena sejak ia kecil, namun ia selalu mengagumi kakaknya itu. Soya pun tidak banyak bicara dan protes, ia hanya menjalani hidupnya begitu saja. Ia tidak pernah meminta macam - macam seperti Shiena yang selalu ingin ini dan itu, karena apapun milik Shiena pada akhirnya akan turun ke Soya karena Shiena mudah bosan. Jadi Soya pun merasa biasa saja ketika ia diabaikan dan tidak mendapatkan banyak perhatian dari keluarganya.