Chereads / Soya / Chapter 5 - #5 Kerja Kelompok

Chapter 5 - #5 Kerja Kelompok

"Kalian ngajakin kerja kelompok di kafenya Bastien?" tanya Soya kaget saat mereka berjalan ke arah kostnya. Dave dan Abimana yang sedari tadi asyik mengobrol pun menoleh dan mengangguk penuh semangat.

"Mending ke kostku aja. Ada di atas kafenya Bastien." ajak Soya menawarkan.

"Boleh Soya?" tanya Yura bersemangat. Soya hanya mengangguk menyetujui yang disusul oleh persetujuan yang lainnya.

"Silahkan masuk." kata Soya membuka pintu kostnya lebar - lebar.

"Kalian duduk saja di ruang tamu." imbuh Soya lagi. Ketiga temannya masih belum bisa menerima kenyataan bahwa itu adalah kamar kost. Tentu saja, ruangannya seluas tiga kali kamar kost pada umumnya, ada kamar mandi, dapur dan ruang tamu yang walaupun kecil tapi memang terlihat seperti apartemen.

"Soya, kamu disini sendiri?" tanya Yura dari ruang tamu.

"Iya." jawab Soya sambil berjalan ke arah ketiga temannya dengan sebuah baki berisi makanan kecil dan minuman dingin.

"Hanya ini yang ada di kulkas." kata Soya penuh sesal.

"Oh, kalau kalian lapar aku bisa bilang Bastien untuk memasak." tambah Soya penuh semangat.

"Soya, sebaiknya jangan manjakan kami atau kami tidak akan mengerjakan tugas ataupun pulang dari kostmu." kata Dave datar.

"Maaf." kata Soya menyesal.

"Haahaha... Dia hanya bercanda." kata Abimana sembari menertawakan ekspresi bingung Soya.

Satu jam berlalu dengan diskusi yang cukup serius. Tugas mereka saat ini adalah music performance. Mereka diminta untuk berkelompok menciptakan lagu dan mendesain video klip mereka. Tugas ini biasa dilakukan mahasiswa musik tingkat ke 3, jadi masing - masing dari mereka sudah memiliki gambaran untuk tugas itu.

"Oh, aku punya lagu yang kuciptakan saat iseng. Tapi belum ada liriknya." kata Soya yang segera berlari mengambil ipadnya dan memutar lagu itu.

Semua diam mendengarkan lagu milik Soya. Lagu itu terdengar kuat, tapi juga sedih pada waktu yang bersamaan. Bahkan dengan menutup mata, kau bisa menangis dibuatnya tapi juga merasa lega. Lagu yang unik dan mempresentasikan kesedihan dengan cara yang berbeda.

"Jadi, apa yang kamu pikirkan saat membuat musik ini?" tanya Yura penasaran.

"Kematian." jawab Soya datar. Membuat ketiga temannya merinding.

"Kematian?" ulang Dave mengeja, seperti menuntut penegasan.

"Kau bisa merasakan sakit yang luar biasa hingga kematian itu serasa seperti kekuatan yang membebaskanmu dari belenggu yang menyakitimu." jelas Soya dengan ekspresi yang tidak tertebak.

"Kalian pasti pernah menyukai seseorang hingga hati kalian terasa sangat sakit, dan membunuh perasaanmu padanya adalah kekuatan yang membuatmu seperti terbebas dari belenggu yang menyiksamu." Kata Dave memberikan kiasan yang lain yang tidak menyeramkan.

"Dan rasa itu bisa saja kita tujukan pada orang tua, sahabat, ataupun kekasih." tambah Yura bersemangat.

"Baiklah, aku sudah menemukan konsep video klipnya." kata Abimana yang segera mencoret - coret bukunya dengan serius.

"Oh, aku akan menggambar kostumnya untuk kalian." kata Yura yang kemudian sibuk dengan sketchbooknya.

"Kita bisa menulis liriknya." kata Dave pada Soya yang diiringi dengan batuk - batuk yang dibuat - buat oleh Abimana.

Jingga sudah mewarna di tepian langit. Mereka sudah hampir selesai dengan pekerjaan mereka masing - masing.

"Kalian tidak ingin mandi?" tawar Soya pada teman - temannya.

"Soya, bolehkah aku menginap disini?" tanya Yura tiba - tiba.

"Tentu saja." jawab Soya dengan ekspresi yang tidak tertebak.

"Oh, sebentar yaa." kata Soya bangkit dari duduknya dan menuju ke telepon rumah yang menggantung di dinding dekat pintu kostnya. Dia mengatakan beberapa kata dan menutup telepon itu dengan tenang.

Tidak lama kemudian pintu kost Soya diketuk beberapa kali. Soya dengan semangat membuka pintu kamarnya dan bercakap dengan seorang laki - laki yang nampak akrab dengannya. Tak lama laki - laki itu pamit dan Soya masuk dengan kantong kertas yang mengepulkan aroma makanan.

"Ini untuk makan malam." kata Soya memberitahukan dengan sukarela. Ia berjalan ke dapur dan menyiapkan makan malam mereka di meja. Ketiga temannya saling bertukar pandang melihat tingkah Soya. Sedari tadi makanan tidak kering dari mulut mereka, Soya yang baik tidak membiarkan temannya kelaparan.

"Ayo kita makan malam." ajak Soya penuh semangat. Meskipun masih tanpa senyum, wajah Soya terlihat lebih cerah dari biasanya.

Yura masih bersama Soya, menonton TV sambil menceritakan banyak hal pada Soya.

"Jadi ayahmu orang Jepang?" tanya Soya memastikan lagi jawaban Yura. Ia selalu tertarik dengan orang - orang yang menikah dengan warga negara asing.

"Iya, kalau kamu?" tanya Yura balik.

"Aku asli orang Jawa." kata Soya jujur.

"Bagaimana perasaanmu pada Dave?" tanya Yura penasaran.

"Aku bahkan baru mengetahui namanya sebelum ia mengajakku satu kelompok dengannya." kata Soya jujur.

"Benarkah?" tanya Yura heran. Bahkan tidak ada orang di kampus yang tidak mengenal Dave, mungkin hanya Soya.

Soya mengangguk serius. Sudah lama sekli ia tidak berbicara dengan seorang teman wanita. Satu - satunya teman bicaranya adalah Bastien.

"Tapi sepertinya Dave suka padamu." kata Yura terus terang.

"Darimana kamu tahu?" tanya Soya penasaran.

"Dia tidak pernah dekat dengan perempuan sedekat denganmu. Dan aku melihat sorot matanya saat melihatmu, penuh dengan perhatian dan cinta." kata Yura mendramatisir, membuat Soya tertawa.

"Waah, kamu cantik saat tertawa." kata Yura penuh kekaguman, baru kali ini ia melihat Soya tertawa. Membuat pipi Soya merona merah.