Chereads / Secangkir Teh di Kedai Kopi / Chapter 6 - Cangkir ke-5 : Gundah

Chapter 6 - Cangkir ke-5 : Gundah

".... tanggungan sebesar Rp 483520,00 sudah lewat 2 minggu ...."

"Mama?!?!?!" Ucapku secara spontan

"Apa maksudnya ini?" Aku bertanya pada siapapun yang entah mungkin saja ada yang mendengar.

Tidak-tidak, aku harus tenang.

Siapa tau ini hanya sms nyasar saja kan. Kan yang nama bisa saja sama, manusia di bumi kan 7 miliar.

Aku mencoba berpikir positif, tapi tetap pikiran negatif yang berdatangan.

Tiap langkahku berisi dengan isi pesan itu.

Apakah itu nyata? Bagaimana mungkin?

Satu demi satu pertanyaan berkutat di pikiranku.

Tanpa sadar, aku sudah berada didepan pintu masuk kontrakan.

Segera mengambil kunci yang ada didalam tasku untuk membuka pintu, tetapi knop pintu dapat diputar begitu saja.

Ada orang?

Dibalik pintu, kulihat sudah ada dua pasang sepatu yang tersusun tak terlalu rapi di rak sepatu yang tempatnya tak jauh dari pintu.

Pemilik mereka tak lain adalah sahabat yang juga tinggal disatu kontrakan. Tapi aku tak tahu yang mana, karena sepatu kami semua sama persis, hanya ukuran yang membedakan.

"Cepat sekali mereka pulang." Gumamku

"Assalamualaikum.." Ucapku agak keras, bersamaan dengan tertutupnya pintu.

"Waalaikumsalam." Ucap suara yang kurasa dari ruang tengah.

Aku menaruh sepatuku di rak yang ada, lalu berjalan masuk.

Suara gemerisik tv sebagai tanda sedang menyala.

Didepan tv terlihat seorang gadis yang duduk berselonjor ria diatas karpet, dengan kaos tank top berwarna biru, tangan kanannya meraih jajan yang ada di meja, mengais-ngais semua makanan yang dapat ia jangkau.

Aku biasanya memanggilnya 'Lila', diambil dari namanya 'Kaylila'.

Lila menoleh ke arahku, bersamaan dengan kemunculan yang tepat disebelahnya.

"Cepet amat pulangmu la, yang lain mana?" Tanyaku pada Lila.

"Devi ada dikamar tuh, lagi ngerjain tugas ospek. Klo sinta belum pulang." Jawabnya lalu kepalanya menoleh ke arah tv lagi.

Aku jadi penasaran, apa yang sedang Lila tonton, dan yang kutemukan adalah adegan seorang wanita yang menangis terseduh-seduh dibalik pintu kamarnya, ditemani dengan suara background yang ditujukan untuk menyanyat hati.

"Nonton apa?"

"Ci(n)ta Rasa, bagus nih, cobain deh nonton sini." Lila menjawab tanpa memalingkan wajahnya lagi seolah tak ingin kehilangan bagiannya meski sedetik.

"Bentar deh, aku ganti baju dulu."

Sepertinya ini yang kuperlukan untuk menghilangkan pikiran tentang sms tadi.

Segera saja kuberjalan menuju kamarku, melepas seragam dan berganti menjadi pakaian bebas.

Aku duduk disebelah Lila. Lila terlalu fokus menatap tv.

"Kamu gak ngerjain tugas ospek kayak devi?" Tanyaku memecah keheningan.

"Aman, kebetulan ada anggota kelompokku dah bagi tugas kok, tugasku gampang dikerjain nanti ." Jawabnya santai.

"Kamu sendiri gimana ra?" Balas Lila bertanya.

"Entar kerja kelompok, habis maghrib."

"Gimana kelompokmu? anaknya asyik gak?" Tanyaku.

"Lumayan, ada yang kocak sih, kalau gak salah satu jurusan denganmu ra."

"Masa?"

"Iya, siapa ya namanya tadi, lupa. Ntar juga kamu sering ketemu dia kok."

"hmm..."

Kami semua berbeda jurusan, walaupun masih satu kampus yang sama. Beruntung jeri payah kami dalam belajar tak sia-sia, kami semua masuk kedalam jurusan yang kami idam-idamkan.

Tak terasa senja berganti malam, sepanjang film berjalan aku tak bisa berhenti memikirkan isi pesan tadi. Bagaimana jika isi pesan itu asli? dan ternyata ibuku terlilit hutang.

Aku melihat jam, sekarang sudah mendekati waktu berkumpul bersama yang lain.

Aku berdiri dan berlari menuju kamar, secepat kilat sudah berganti pakaian, siap untuk pergi.

Lila yang sibuk menonton tv, berpaling kearahku, melihatku yang berpakaian rapi.

"Loh Ra, gak makan dulu? Habis ini santi pulang bawain makan." Tanyanya.

"Gak usah, dah mau telat nih, ntar aja beli jajan di Delta Mart."

"Aku pergi dulu ya, Assalamualaikum." Padaku sambil melewati Lila.

Aku menyalakan maps, menunjukkan rumah teman kelompokku yang katanya tak jauh dari kampus. Kususuri jalanan bersamaan dengan berkurangnya jarak yang tertera dimaps.

Langkah demi langkah kulakukan, sampai kulihat tinggal beberapa meter lagi aku sampai.

*Tring...

Suara notifikasi muncul dilayar atas hp.

Bertuliskan 'Rek, kumpulnya jam 9 aja ya, karton duplexnya belum ketemu.'

Aku menghentikan langkahku, melihat isi grup. Beberapa menjawab 'ok' atau 'sip' sementara aku hanya membacanya dan mematikan layar.

"Hmm.... sudah terlanjur keluar, masa balik lagi."

*Krucuk krucuk

Sepertinya perutku sudah diambang batasnya, aku baru ingat kalau seharian belum makan selain roti yang dikasih tadi pagi.

Aku melihat sekeliling, Masalahku saat ini adalah mencari warung makan yang buka di jam segini.

Ada beberapa yang masih buka, dan masalah berikutnya adalah, aku mau makan apa.

Ada satu yang menarik perhatianku, desain cafe yang didominasi oleh warna putih membuatnya terlihat elegan serta memiliki karakter. Tiap sisi yang menghadap keluar, terdapat kaca sebagai pembatas.

Kulihat beberapa makanan yang terhidang seperti kue, nasi, dan masih banyak lagi.

Pintu masuk dengan centelan yang bertuliskan 'Open'.

Diatasnya terpampang nama dari kafe ini.

"Delta Cafe 36"

Begitulah aku mengatakannya.

Tak ingin berlama-lama, aku memutuskan untuk melangkah masuk.

*Tring* Dentang lonceng

"Selamat datang."

Pemilik suara yang menyambutku itu ada dibalik meja resepsionis yang berada didekat pintu. Seorang wanita berseragam pelayan berdiri tegap, dengan rambut yang terkuncir, baju yang aslinya berlengan panjang tergulung hingga terlihat seperti baju lengan pendek, didadanya ada nametag yang bertuliskan 'Intan'.

Jika kulihat-lihat, sepertinya dia tak jauh lebih tua dariku.

Aku berjalan mendekati meja itu, melihat keatas, melihat papan menu, terdapat berbagai macam makanan hingga membuatku bingung ingin memakan apa, hingga kuputuskan ingin memakan cheese cake dan banana milk.

Sembari menunggu mbak intan mencatat yang kupesan, aku berbalik badan dan mengamati struktur dalam bangunan.

Struktur dalamnya menurutku unik,

Dilantai satu kafe ada beberapa meja dan kursi tersebar sebagai tempat makan pelanggan lalu terdapat beberapa rak buku disetiap sisi dinding seakan perputakaan kecil, bagian atas dinding terdapat quote-quote menarik, lalu tak jauh dari meja resepsionis terdapat tangga menuju lantai dua.

"ini aja mbak?"

Aku mengangguk.

Rp 12.500,00 muncul di layar customer, harga yang harus kubayar.

Segera kuambil dompet dan mengeluarkan secarik kertas dua puluh ribu.

*tik tik

Suara keyboard mesin kasir yang tertekan, kemudian mbak intan menyodorkan kembalianku serta memberiku nomer meja.

Jika lantai satunya seperti ini, kira-kira seperti apa ya lantai duanya.

Aku berjalan menaiki tangga yang berbentuk 'U'.

Diujung tangga, tepatnya lantai dua cafe ini.

Terdapat banyak sekali komputer yang terpasang dan terletak didalam kaca, dari balik kaca kulihat beberapa orang sedang didalam tapi aku tak dapat mendengar suara apapun dari dalam.

Sepertinya ruangan itu kedap suara, pikirku.

Tiap komputer berjejer rapi, dilengkapi dengan mouse, keyboard, dan headset yang menyala-nyala berkat lampu led yang tertanam.

Ternyata lantai dua cafe ini warnet, pantas saja cukup banyak motor yang terparkir tapi sedikit orang di lantai satu.

Aku menjauhi ruangan kaca itu dan berpindah ke meja-meja yang terletak di pinggir, aku duduk di meja yang paling ujung, disebelah kaca bening sebagai pembatas dunia luar.

Aku membuka kembali hpku, membaca ulang pesan yang membuat pikiranku berpikir bermacam-macam.

Kubaca berulang-ulang, tapi hal itu membuatku tetap bingung, kuputuskan menutup kembali hpku dan menunggu.

Aku menunggu beberapa saat sampai apa yang kupesan datang menghampiri.

Sepotong kue keju dengan taburan berry diatasnya, dilengkapi dengan sepotong garpu sebagai alat bantu makan.

Kuiris sebagian kue dengan garpu, dan kulahap perlahan.

Rasa keju meleleh membanjiri mulut. Tak berhenti sampai disitu, aku mengambil kembali irisan yang lain dan memasukkannya kedalam mulut. Hingga aku tak menyadari kue yang kupesan telah habis tak bersisa kecuali beberapa tetesan berry yang terjadi saat mengiris kue.

Sebagai penutup, aku meminum susu yang bercampur pisang didalam gelas yang ukurannya cukup tinggi sehingga membuat porsinya terlihat banyak.

Aku mencoba meneguknya perlahan, rasa kental manis mengalir melewati kerongkonganku.

Tak sampai 5 menit makanan dan minuman yang kupesan telah habis, karena terlalu enak atau terlalu lapar?

Aku melihat ke jam dinding, ternyata masih lama.

Kulirik komputer yang ada diruangan.

"sepertinya bermain sebentar tak masalah ya." gumamku dalam hati.

Aku melihat sekeliling, mencari bagaimana cara pesan komputer, tapi aku tak menemukan penjaga atau petugas kafe dimanapun. Aku coba bertanya pada mbak yang ada di lantai 1.

Aku menuruni tangga dan berjalan mendekatinya.

"Mbak, kalau pesan komputer gimana ya?"

"Disebelah sini mbak." Ucapnya sambil menunjuk meja disebelahnya.

Aku tak menyadarinya, ternyata papan menu di meja bagian ini adalah daftar harga untuk penggunaan komputer di lantai 2.

Reguler 2500/jam. Vip 3000/jam.

"Murah amat." Kataku dalam hati.

Aku pikir, sepertinya 2 jam cukup untuk mengulur waktu.

Aku dilayani kembali dengan mbak Intan, ia bertanya berapa lama aku ingin menggunakan komputer dan memintaku menunjukkan ktpku, aku memberikannya lalu ia memencet-mencet keyboard komputer dan mengembalikan ktpku kembali. Lalu aku membayar sesuai harga yang tertera.

"Blok B nomer 15 ya mbak."

"Maaf? Maksudnya?"

"Iya, komputer mbak tersedia di Blok B nomer 15, mbak naik aja, nanti masuk ke ruangan komputer, cari yang tulisannya B-15. Nanti loginnya pake nama lengkap mbak yang di ktp."

"Ow begitu, terima kasih."

"Sama-sama."

Aku berjalan melewati tangga kembali, menuju tempat yang ia bilang.

Sekarang, dihadapanku terdapat komputer yang sudah menyala dengan menu login.

Aku segera duduk di kursi yang ada, lalu memakai headset yang tergantung.

Kuketik nama lengkapku, seketika halaman login beralih ke halaman background, berbagai judul game terkenal tersebar disana.

Aku mengarahkan kursor, memilih game yang ingin ku mainkan.

Aku menghentikan kursor pada game yang berjudul "Eternal Bond", game yang paling tenar saat ini, diseluruh kota eh bukan maksudku dinegara ini, sepertinya kurang tepat lebih cocok jika didunia ini.

Game bersetting dimasa depan, dimana bumi terdapat beberapa retakan yang menghubungkannya dengan dunia lain, dunia dimana manusia tak ada disisi sana, melainkan makhluk lain yang mempunyai kekuatan magis menjadi penguasa. Manusia yang penasaran mencoba menjelajahi sisi dunia lain, dan makhluk seberang yang penasaran dengan dunia lain, saling melakukan ekspedisi hingga menemukan sumber daya yang belum pernah ia lihat sebelumnya. Hasrat ingin memiliki pun timbul, hal itu memicu perang besar dan mengguncangkan dunia.

Layar komputer berubah menjadi gelap dan muncul Logo khas Eternal Bond.

Waktunya bermain.

***