Chereads / Travis Mason / Chapter 8 - Delapan

Chapter 8 - Delapan

Aku membuka mataku setelah terbangun dari tertidur nyenyak semalaman. Entah apa yang terjadi padaku sekarang ini, tetapi aku tersenyum seperti orang bodoh setelahnya.

Ini gila, efek apa yang diberikan Keluarga Travis untukku... Sangatlah menyenangkan. Mungkin aku begitu merindukan kehangatan pelukan Nenek, kasih sayang dari Nenek, juga kebersamaan pernah kami terjadi di antara kami.

Ugh, aku begitu merindukannya. Merindukan hari-hari lama ku bersama Nenekku. Dan beruntunglah aku ketika berhasil menemukannya kembali pada Nana.

Setelah mengantar Travis pulang, sesuai keinginanku, aku bertemu dengan Nana, juga anjing Travis, Brave, yang begitu setia menunggu kepulangan Travis. Namun, sayangnya sore itu, aku tidak bisa bertemu Bianca, karena ia masih memiliki pekerjaan di kantornya, sehingga kami hanya berbicara melalui saluran telepon.

Nana, Travis, dan aku, menghabiskan waktu kami bersama, membuat kukis cokelat, menonton acara musik 70'an kesukaan Nana di televisi, ditemani segelas susu hangat dan kukis lezat yang sebelumnya sudah kami buat. Selain itu, kami juga membicarakan hal-hal kecil yang tidak ku sangka akan terdengar begitu menyenangkan ketika kami melakukannya.

Oh, aku tidak menyangka jika hal-hal yang dapat mengobati kebosanan hidupku yang dikelilingi orang-orang yang dipenuhi kepalsuan, adalah dengan melakukan hal-hal kecil ini. Jika waktu itu aku benar-benar menceburkan diriku ke sungai, nasibku mungkin tidak akan seperti ini. Aku mungkin tidak akan dapat menikmati kembali hal-hal menyenangkan seperti ini lagi.

Mengalihkan pandanganku, aku melihat ke arah jam dinding yang masih menunjukkan pukul 06.00 pagi. Masih ada waktu hingga aku berangkat ke sekolah, dan kali ini aku pastikan aku tidak akan datang terlambat.

Uh... Memikirkan jika aku akan berangkat ke sekolah dan kembali bertemu dengan Travis, membuatku entah mengapa merasa ingin terlihat baik di hadapannya. Tidak, sebenarnya bukan hanya ingin terlihat baik, tetapi aku sangat-sangat ingin terlihat baik di hadapannya.

Pria itu menyukaiku, dan mengetahuinya entah mengapa membuat perutku rasanya seperti dikelitiki jutaan kupu-kupu di sana.

Hei, ada apa denganku? Mungkinkah aku mulai menyukai pria itu?

Anne! Bukankah sebelumnya kau sudah mengatakan padanya jika kau memang menyukainya? Untuk apa menanyakan hal itu lagi pada dirimu?

Aku menggeleng. Menunduk, kemudian menutupi wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Ini pertama kalinya aku merasa seperti ini, merasa begitu malu memikirkan diriku sendiri yang menyukai Travis. Dia... Dia memang tidak sempurna... Tetapi dia terlihat sempurna untukku. Dia, satu-satunya orang yang peduli padaku bahkan ketika dia sendiri tidak dekat dan mengenalku. Perlukah ku ingatkan bagaimana ia menghentikan ku dari aksiku untuk mengakhiri hidup?

"Dia tidak hanya sempurna... dia juga spesial." Itu benar, dia sangat spesial.

"Travis... Travis Mason," gumam ku menikmati panggilan namanya yang terasa begitu tepat untuk ku ucapkan.

"Bisakah kau lebih membuka dirimu untukku?"

***

"Apa kau menerapkan make up di wajahmu?" Crystal melemparkan senyum palsunya ketika kakiku berhasil menyentuh anak tangga terakhir dari tangga itu. Sementara aku hanya memberinya pandangan dingin.

Ayah duduk diam, menikmati sarapannya, dengan Crystal yang berdiri di sampingnya, melayani keperluannya.

Cih, dia memang sangat cocok berada di samping Ayah, bukan untuk menjadi istrinya, tetapi lebih pada pesuruhnya.

"Apa seseorang menarik perhatianmu hingga kau melakukan sesuatu yang sangat jarang kau lakukan seperti ini?" Pertanyaan Crystal membuat Ayah memalingkan pandangannya padaku. Matanya dengan perlahan memindaiku, dari ujung kepala ke ujung kaki.

Jujur saja, aku memang tidak sering menerapkan make up di wajahku. Bisanya aku tetap menerapkannya, tetapi aku akan melakukannya dengan sangat sederhana, seperti hanya menggunakan bedak dan lip gloss. Dan sekarang, aku memberi sedikit sentuhan rona di wajahku, juga goresan eyeliner di kelopak mataku.

Sudah ku katakan, aku ingin terlihat baik di hadapan Travis.

"Jangan bertingkah seolah kau memperhatikanku," balasku dingin.

Dia berbicara seolah selalu memperhatikan ku saja. Aku memutar mata kesal. Dia... Dia adalah satu-satunya pembuat masalah di rumah ini. Ia tahu betul jika aku begitu membencinya, dan ia terus saja tidak berhenti untuk berpura-pura peduli padaku. Membuatku merasa begitu muak dibuatnya.

"Annemarie?!" Jika Ayah sudah berteriak seperti ini, aku tahu bagaimana posisiku sekarang.

Aku selalu kalah dari Crystal.

"Sayang."

Cih.

Aku tidak menghiraukan panggilannya. Dengan begitu saja aku berlalu pergi meninggalkan mereka dan drama yang terjadi di antara mereka. Aku tahu, drama pagi ini akan berakhir dengan Crystal yang bertingkah seolah ia korbannya.

Kali ini ia kembali bertingkah dengan memintaku untuk sarapan bersama. Namun, siapa yang peduli jika ia yang memintanya.

***

Aku membuka lokerku, kemudian mengambil beberapa buku untuk jadwal kelasku hari ini.

Sayang sekali, tetapi hari ini aku tidak memiliki satu jadwal kelas pun yang sama dengan Travis. Memiliki jadwal yang sama dengan Travis saja sudah membuatku begitu kewalahan untuk bisa menemukannya, lalu.... bagaimana jika aku sama sekali tidak memiliki kelas yang sama dengannya?

Brakk!

Seseorang tiba-tiba saja menutup pintu lokerku dengan kasar. Aku tentu bisa menebak siapa yang melakukan hal ini.

Membalikkan tubuh, aku menemukan Steve, yang sekarang mengunci tubuhku dengan kedua lengannya yang diletakkan di kedua sisi samping wajahku.

Melirik ke sekitaran, aku dapat menemukan beberapa teman-temannya yang berdiri di sana. Dasar pengikut, mereka sama sekali tidak terlihat seperti teman untuknya. Mereka lebih terlihat seperti budaknya, di mataku.

"Apa kemarin mobilmu bermasalah?" Aku tahu arah pembicaraan apa yang akan dibawanya kali ini, tetapi aku memilih diam dan tidak menanggapinya.

"Kau tidak ingin menjawabnya." Entah pertanyaan atau perkataan yang terucap dari bibirnya itu, tetapi aku sama sekali tidak memedulikannya.

Ugh, aku tidak mengerti bagaimana setelah sekian lama aku mengenalnya, aku sama sekali tidak menyadari sifat asli pria ini sebelumnya. Ini semua mungkin karena kepandaiannya dalam bersandiwara.

"Baiklah kalau begitu, aku akan menjawabnya."

Ia tersenyum menyeringai. Senyuman yang begitu ku benci darinya.

"Ya, mobilmu sepertinya bermasalah karena kemarin aku mengempiskan seluruh bannya, bagaimana menurutmu?"

Pria gila. Steve adalah pria gila. Dia mengempiskan ban mobilku dengan sengaja? Untuk apa ia melakukannya?

Aku tidak membalasnya, aku hanya memberinya pandangan kesal.

"Sayang, jangan seperti itu," ia menyentuhkan jarinya pada wajahku, membuatku seketika itu juga memalingkan kepala.

"Hentikan Steve," ujar ku tenang.

Akhir-akhir ini aku belajar, bagaimana seharusnya aku tidak membuang-buang waktu dan tenaga ku untuk orang-orang tidak berguna seperti ini.

"Kau bilang hentikan? Hentikan ketika aku sudah menunggumu cukup lama dan kau tidak segera muncul? Ada apa denganmu?" Ujarnya sedikit berteriak.

Ia memulainya kembali... Marah-marah tidak jelas dan merajuk seperti anak kecil.

Dan aku begitu membencinya.

Kami sudah tidak memiliki hubungan apa pun, untuk apa ia terus saja melakukan ini padaku?

"Temui aku siang ini di jam makan siang," kali ini ia berujar dengan tenang.

Siapa dia berani memerintah ku?

"Aku tidak mau," tolakku. Aku berusaha mendorongnya pergi, tetapi ia kembali menekan punggungku ke loker.

"Sayang... Anne."

Kringgg!

Syukurlah, bunyi bel menyelamatkanku. Aku tidak tahu sejak kapan bunyi bel masuk terasa begitu menyenangkan di telingaku, mungkin sejak sekarang?

Aku segera menutup pintu lokerku, kemudian berjalan pergi meninggalkannya, meninggalkan ketidak bergunaan seperti dirinya.

"Ku ingatkan padamu, jangan lupa untuk menemui ku pada makan siang kali ini," ia kembali berteriak, dan

aku kembali tidak menggubrisnya.

Aku berlalu begitu saja dan pergi meninggalkannya.

***