Chereads / Sign of Love / Chapter 1 - Idola

Sign of Love

๐Ÿ‡ฎ๐Ÿ‡ฉAnAngle
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 23.3k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Idola

Idola adalah orang, gambar, patung, dan sebagainya yang menjadi pujaan.

Banyak orang yang mengartikan kata idola berdasarkan pemikiran masing masing, ada yang mengatakan bahwa idola adalah seseorang yang memiliki sifat atau karakter bagus yang patut untuk dijadikan teladan, ada pula yang mengatakan bahwa idola adalah seseorang yang memiliki prestasi, kelebihan atau keunggulan yang bisa dibanggakan.

tapi pada kenyataanya Idola hanya seorang manusia biasa yang tetap memiliki keterbatasan dan kekurangan. namun, dipandang istimewa dan dipuja banyak orang karena satu kelebihan yang disebarluaskan. meski terkadang tipuan mata lebih mendominasi para penggemar tak akan bergeming dan tetap memuja sang idola.

Empat orang lelaki mengenakan pakaian rapi sedang sibuk bergaya dengan alat musik ditangan masing- masing.

Ibam mengenakan jas puntung lengkap dengan celana kain selutut berwarna coklat muda memegang erat stik dram digenggaman tanganya yang kekar, Freddy yang mengenakan setelan jas berwana biru langit memeluk gitarnya manja, Keano tak kalah mempesona mengenakan jas berwarna baby pink dan bergaya didepan sebuah piano klasik besar dan terakhir sang kapten yaitu Marcel yang tampil sexy dengan balutan jas berwarna merah berpose bebas memamerkan aura ketampanan yang ia miliki.

mereka tergabung dalam sebuah grub band bernama Illusionist, grub band yang digawangi oleh Marcel, Ibam, Freddy dan Keano ini terbentuk sejak 5 tahun lalu. tapi mengenai penggemar dan kesuksesan jangan ditanya lagi, penggemar Illusionist tersebar diseluruh pelosok Indonesia bahkan sampai kedaratan Eropa, kesuksesan grub band ini pun mulai diakui Asia bahkan mereka telah sukses beberapa kali menggelar konser internasionalnya.

kali ini mereka sedang melakukan pemotretan untuk konser mereka di Vietnam dalam waktu dekat.

"Pak Gun??? singkirkan barang rongsokan ini dari meja riasku." titah Marcel pada sang Manager sembari menunjuk beberapa hadiah dari penggemarnya.

"aku harus bagaimana? bahkah Mita dan Rani sudah bolak balik mbawa hadiah hadiah itu tapi terus ada yang mengiriminya." jawab seseorang bertubuh atletis diusianya yang menginjak kepala empat itu.

"kalau gitu pindahkan ke meja Freddy!" titahnya

"hey, lihatlah.... bahkan aku tidak bisa meletakan gelas air minumku.!" sahut Freddy yang mendengar namanya disebut.

"pindahkan ke meja Keano!!" Marcel kembali memberi perintah.

sang punya nama hanya menoleh dan tersenyum tipis, ia tak mengatakan apapun tapi pak Gunawan mematahkan permintaan artisnya.

"Marcel, berbalik dan lihat saja tumpukan hadiah di mejamu dan meja Freddy jauh lebih sedikit dari pada yang ada di meja Keano. satu satunya meja yang tak terlalu penuh hadiah hanya meja Ibam, tapi aku tak mungkin memindahkan hadiah hadiah itu disana."

Marcel beranjak dari duduknya, wajahnya yang semula tenang kini berubah menjadi garang. alisnya mengernyit dan bibirnya menyeringai,

"aku tak mau tahu pindahkan kemana saja barang- barang ini!! jika kamu tidak ada tempat untuk memindahkanya maka buang saja!!" teriak Marcel

pak Gun segera memanggil asisten artis bernama Mita dan Rani agar segera memindahkan tumpukan hadiah hadiah itu dari meja Marcel, bukan rahasia diantara personil Illusionist bahwa Marcel sangat membenci kado, hadiah, perayaan atau apapun sejenisnya sejak ia masih diusia remaja.

"ayolah bro, ini sudah tahun ke lima. kamu adalah seorang idola sekarang, mengapa kamu belum membiasakan diri dengan semua ini??" ucap Freddy menenangkan Marcel.

sang vocalis band yang sedang naik daun itupun terdiam, ia sadar bahwa hadiah hadiah ini bukan hal baru baginya tapi kisah masa lalunya menjerat pria berparas tampan itu dalam rasa kecewa dan sakit yang tak mampu ia ungkapkan.

Marcel sadar seorang idola pasti akan banyak mendapat perhatian masyarakat terutama penggemar, ia tahu kehidupan seorang idola tidak hanya miliknya pribadi tapi milik masyarakat. namun, Marcel tetaplah manusia biasa yang bisa merasakan sakit dari torehan kenangan masa kecil yang tak terlalu indah.

****

"hey, kamu menghalangi jalanku." tegur seorang gadis mengenakan setelan abu- abu putih, menandakan ia masih di bangku sekolah tingkat atas.

gadis yang mengenakan blous biru muda dan celana jeans itu hanya tersenyum melihat sekelompok remaja yang baru saja menabraknya berlarian mengejar bis kota, gadis itu membenarkan posisi tas dan headset yang tadi sempat hampir terjatuh.

gadis cantik berambut sebahu itu duduk disebuah halte bis sembari terus memandangi anak- anak SMA yang sudah memasuki bis, anganya berkelana mengingat kenangan masa indah saat ia masih mengenakan rok abu- abu.

lembaran cerita kenakalan remaja tak luput dari ingatanya, membuatnya tnpa sadar mengulum senyum manis yang merekah indah dibibirnya.

"kenapa??? kamu sehat Al?" tanya seorang gadis cantik yang membuyarkan lamunan Almaira.

"hah???" tanya Almaira tersadar dari lamunanya.

Clarisa mengulang kembali pertanyaanya yang disambut tawa pecah Almaira, tingkah Almaira semakin membuat sahabat kecilnya itu tak mengerti.

"aku sehat Sa, kenapa tanya gitu???" tanya Almaira

Clarisa menarik tangan Almaira dan mengajaknya melangkah menaiki bis kota yang sudah menunggu mereka. "kamu tadi senyum senyum sendiri kayak orang gila tau!." tukasnya

keduanya duduk dibangku sebelah kiri tepat dibelakang pak sopir.

"aku tadi lihat sekelompok anak SMA lari buru-buru ngejar bis, jadi aku teringat masa- masa aku jadi cewek badung yang setia ngajakin sahabatnya Clarisa bolos sekolah." Almaira kembali tertawa mengenang masa remajanya.

"oh... kirain kamu udah gila Al." ledek Clarisa

sedetik kemudian Clarisa kembali bersuara "tapi dulu kamu ngajakin aku bolos cuma buat nemenin kamu ke warnet kirim naskah, lah kalau anak- anak tadi pasti lagi sibuk ngejar idolanya." Clarisa mengendikan bahunya diakhir katanya.

"mengejar idola???" tanya Almaira

"yaa..., oh ya Al dulu kenapa kamu gak pernah ngajak aku ngejar artis?? kamu gak punya idola ya??" tanya Clarisa yang tiba- tiba saja terceletuk ditengah perbincanganya dengan Almaira.

"itu karena aku gak sebodoh mereka! artis atau yang biasa mereka sebut sebagai idola itu hanyalah wayang yang dimainkan oleh peran mereka dihadapan kamera. semakin tenar sang artis yang pinter itu sebenarnya si manajer atau manajemenya yang telah berhasil menciptakan karakter pada artisnya, atau mungkin penggemar itu hanya terbius oleh tampang yang dianggap sempurna karena polesan makeup." jawab Almaira.