Marvin masih bergulung di balik selimut tebalnya. Kepalanya masih terasa sedikit pusing, mengingat semalam dia habis bersenang-senang dengan Rony di sebuah club tempat biasanya dia nongkrong.
Marvin menindih kepalanya dengan sebuah bantal. Marvin terpaksa membuka matanya saat selimut tebalnya yang membungkusnya ada yang menariknya dengan kasar.
"Bangun Marvin, sampai kapan kamu seperti ini terus, pulang tiap malam selalu mabuk. " teriak mommynya Bella.
"Mom, kepalaku masih pusing biarkan aku tidur sebentar." Ucap Marvin memicingkan matanya melihat Bella sedang membuka semua cendela kamarnya.
"Tidak Marv, kamu harus bangun sekarang, Mommy mau bicara denganmu." tegas suara Bella yang sudah duduk di samping ranjang Marvin.
"Mau bicara apa Mom?" tanya Marvin masih menahan kantuk, matanya setengah terbuka.
"Bagaimana perkembangan Nadine?" apakah kamu sudah berhasil mendekatinya?" tanya Bella
"Belum ada kemajuan Mom." baru kemarin aku berkenalan dengannya?" jawab Marvin menekukkan wajahnya dengan mata terpejam.
"Buka matamu Marv." teriak Bella.
"Kamu harus secepatnya mendapatkan Nadine..Marv!!" lanjut Bella tangannya menegakkan dagu Marvin.
"Ya Mom, ini juga masih cari cara untuk mendekatinya,tidak mudah untuk mendapatkan hati Nadine Mom." keluh Marvin pada Mommy nya.
"Kamu tahu Marv, ini tugas kamu untuk segera memiliki Nadine, Mommy tidak mau tahu bagaimana caranya, kamu harus secepatnya mendapatkan Nadine." cecar Bella.
Marvin memijit tengkuk lehernya, tugas dari Bella sangat berat baginya.
"Memang tidak susah apa." gerutu Marvin dalam hati mengingat bagaimana sikap Nadine yang begitu dingin dan cuek padanya.
"Marv? kamu dengar perkataan Mommy tidak?" teriak Bella memekik di tepat di telinga Marvin dengan membawa bantal yang sudah siap akan di pukulkan ke tubuh Marvin.
Marvin mundur dari duduknya menjauh dari Bella yang akan memukulnya dengan bantal.
"Yaaa Mom, Marvin dengar." jawab Marvin.
"Waktumu hanya dua minggu, dalam dua minggu Nadine sudah harus menjadi kekasihmu..jika tidak kamu akan tahu kecewanya Daddymu." ancam Bella, sembari melempar bantal pada Marvin, dan beranjak keluar dari kamar Marvin.
Marvin mengambil napas panjang Mommy sangat mengerikan sekali jika marah, apalagi jika menyangkut Nadine.
Marvin tidak tahu alasan apa di balik semua keinginan Mommynya. Sejak Marvin pindah di kota ini, Mommy dan Daddynya memberitahunya jika ingin mendapatkan haknya sebagai pewaris tunggal maka dia harus menikah dengan Nadine.
"Memang siapa Nadine? kenapa dia harus menikahi Nadine lebih dulu untuk mendapatkan warisannya? Kenapa Nadine begitu sangat penting bagi keluarganya?Aaaaaarrrrggggggghhhhhh." geram Marvin pusing jika memikirkannya.
Tiap kali Marvin bertanya pada Mommynya, Mommynya hanya mengatakan jalankan saja tugasmu dengan baik dan secepatnya.
"Bikin kesal." Marvin meremas rambutnya.
Dengan malas, Marvin turun dari tempat tidurnya berjalan dengan kepala yang masih terasa berat.
Marvin keluar kamar menuruni tangga menuju dapur. Di lihatnya Bik Mirah sedang memasak nasi goreng kesukaannya.
Marvin memeluk Bik Mirah dari belakang, Kepalanya di sandarkan pada punggung Bik Mirah.
Bik Mirah memutar badannya dan tersenyum lembut melihat tingkah Marvin yang tidak pernah berubah , manja seperti masih usia belasan tahun.
Bik Mirah adalah pembantu di keluarga Marvin sudah puluhan tahun, sejak Marvin belum lahir. Marvin dari kecil sangat tergantung pada Bik Mirah ketimbang sama Mommynya.
Bik Mirah sudah di anggap ibu keduanya Marvin.
"Duduklah, makan nasi gorengnya selagi hangat." kata Bik Mirah menarik tangan Marvin membantu untuk duduk di kursi.
Di hadapannya sudah ada sepiring nasi goreng kesukaan Marvin.Bik Mirah menatap Marvin penuh kasih sayang.
Tak terasa waktu sangat cepat berlalu, Marvin sudah dewasa dan ada tugas besar yang sudah menanti.
"Semoga kamu bisa menjalankan tugasmu Nak." ucap Bik Mirah dalam hati, sambil memandangi Marvin yang dengan lahap makan nasi gorengnya.