Indra pendengar berhias anting kilatan, telinga itu milik keponakan Zefri, Niesha. Kalau bisa diatur agar tuli dalam waktu singkat, maka akan dia lakukan. Geraman dari balik sana, berhasil membuat si gadis yang masih belia paksa memejamkan mata. Dia tolak ketakutan yang mengganggu, namun, walau dia berteriak-teriak dalam diam, tak ada pengaruhnya.
Dia patung memegang tangan Zefri, sekujur tubuh tegang dipenuhi ketakutan. Di saat Zefri dan yang lain mencari asal angin, debu dan suara, si kecil Niesha masih saja menunduk, jangankan menoleh, wajahnya saja tak ada berubah semenjak geraman terdengar, berpicing mata mengharap pertolongan.
Keras sekali suara berdentum, gemanya pecah bersamaan dengan hembusan angin sejuk-membuatnya ketakutan-mengenai punggungnya. Rambut hitam yang tergerai menari-nari, disapu angin, kotor akan debu menari mengudara. Dalam detik yang sama, langit kehilangan matahari, membuat batu jalanan kompleks gelap menghitam, ditambah lagi matinya pasokan listrik semenjak sore hari. Bola-bola persegi yang biasanya terang menerangi pelosok tersudut manapun di dalam penjara-tertanam di sisi dinding tinggi sana-kali ini tak mengeluarkan cahaya, menambah kesejukan kelam menusuk jiwa.
"Aa!"
Pita suara berkumandang takut, terkejut, panik, menjadi pertanda bahwa semua orang mesti mulai berlari. Kabur. Sesaat setelah teriakan kepanikan, cepat, Zafran, dan hampir selusin lainnya, kabur kocar-kacir. Wajah pucat pasi, putih tak berdarah. Disaat seperti ini, semua orang pastilah mengutamakan diri sendiri.
Zefri bersama Niesha, lama merespon. Dia terkejut. Takut dalam diam mengetahui puluhan pengidap datang ke arahnya, sedang berlari cepat menginjak pagar pembatas antara kompleks dan lapangan penjara. Semua manusia sehat, berlari hampir terpelanting-pelanting, kabur layaknya seorang pengecut. Disaat kesadaran telah pulih dan Pengidap hampir sampai kepadanya, barulah Zefri sadar betul; dia juga harus kabur.
Si kecil yang mungil, ringan, ditarik kasar oleh Zefri. Jarak Pengidap boleh dikata cukup dekat. Pengidapnya tidak lagi kaku dalam bergerak, kali ini, di malam hari ini, langkahnya cepat dan terus-menerus semakin bertambah cepat. Hingga, jarak yang tadinya amat lebar, semakin menipis.
"Rraaa!"
Berputar-putar bola mata si kecil. Kepala terangguk-angguk, bergoyang-goyang akibat dipaksa berlari, di atas batas, melebihi kebolehannya. Kedua pasang kaki yang terbalut celana kain elok, terus-menerus melangkah lari dan melangkah lari, walau si pemilik kaki siap tidak siap, tahan tidak tahan, dia tetap mengiris menahan, merasakan kepedihan berupa sesak tak tertahan. Tak peduli dengan lelah yang amat cepat menguasai Niesha, Pengidap yang mengejar semakin lama semakin dekat. Tak lagi jauh, Zefri dan Niesha hanya berjarak belasan meter dari 'mereka'.
Siapapun yang memiliki riwayat penyakit jantung, tidak parah sekalipun, boleh dijanjikan tidak akan melihat matahari pagi di keesokan hari. Akui saja saat ini kau pasti terkencing terbirit-birit, tak apa, kau bukan pengecut, kujamin, tak akan ada yang mengolok-olokmu akan hal tersebut.
Wajah pengidap yang pecah terbentur batu jalan. Beberapa bagian tubuh yang bersimbah oleh darah akibat kerusuhan pagi tadi. Belum lagi langkah berat, menakutkan, tak ambil hati walau telapak kaki yang lurus, kini jadi bengkok parah terseleo. Pengidap itu tak peduli walau secuil, yang ada, matanya besar penuh selera, dia tahu, makan malam pertamanya di bawah langit bulan purnama, akan terselenggara tak lama lagi.
Berpindah ke Zefri dan Niesha.
Sekeras apapun Zefri mencoba berlari, ketertinggalan dari Zafran dan lainnya tak dapat dia kejar. Walau sekejap, jantung di dada yang terpompa adrenalin, kali ini melemah ditambah rasa lelah yang melimpah. Belum lagi-Zefri tidak menoleh sedikipun-jarak antara dia dan 'mereka' terasa sekali sudah dekat.
Dibalik dinginnya aksi kejar-kejaran, kehangatan dari tangan si kecil Niesha menyemangati Zefri, membuat dia lupa bahwa dada sudah berat bernapas.
Niesha begitu juga, sekuat hati dia berpegang teguh. Tak akan dia lepaskan pegangan tangan Zefri walau sedetikpun.
Mata masih tertutup, Niesha tak lagi sadar bahwa dia sedang tak menginjak tanah. Terasa batu melukai lutut. Hatinya tergoncang, Kak Siti, huhu ... kak Siti. Kalau saja Kakak sepupunya itu disini bersamanya, andai saja. Dia berharap, itu benar terwujud.
Isi perut Niesha berputar-putar, terbakar akan rasa nyeri. Sebelah tangan sakit digerakkan akibat terlalu keras menabrak batu jalan. Mata kecilnya dia buka, seluruh apa yang tengah terjadi, dia dapat lihat jelas-jelas.
Zefri seorang diri, setengah berdiri terpaksa meladeni Pengidap yang oranye dari kemeja hingga celana. Mantan kriminal tersebut, mengerang bukan karena dipukuli. Di malam purnama ini, sudah ada makan malam di depan mata, sehingga erangan itu lebih cocok diartikan sebagai tawa bahagia.
Berkilap wajah Zefri disiram purnama. Nampak sudah semua butir peluh yang ada. Dada bidang dan lengan tegap berisi, satu kali tenaga dikumpulkan diujung kepalan, satu Pengidap terbang terhuyung. Hanya terpelanting dan tak mati.
Satu lagi mencoba mengunyah hidung Zefri. Di belakang sosok ini, Zefri dapat melihat, ramai sudah semakin mendekat. Kesalnya tak tertahan, bisa-bisanya tadi dia terpeleset walau hanya tarikan pelan. Walau enggan, berat hati mengingat bahwa di depannya ini manusia atau bukan. Dia tak yakin. Tetap! Baton khusus sekuriti yang selalu terikat di ikat pinggangnya, dia cabut.
Takut, sungguh takut dia. Di depan mata, ada sosok membuka-buka mulut menampakkan gigi, dan liar sekali walau telah ditahan kuat-kuat-dengan sebelah tangan. Di belakang si sosok, mereka semakin mendekat.
Rasa takut, membuang kemanusiaan. Mau manusia, mau bukan. Mau benar, mau salah. Satu hal yang Zefri pahami. Nyawanya terancam, dia harus bertindak.
Baton dia kepal erat. Sebelah tangan menahan. Dengan bertenaga, terasa dalam hempasan, di angin berbunyi, "Swuush."
Kepala pria itu pecah dipukul baton. Suara tulang kepala terdengar retak. Tubuh tumbang amat keras. Sebentar lagi, puluhan Pengidap sampai, bakal mengeroyok Zefri jika tak segera lari.
Suara erangan yang dibenci Niesha, kembali membuat hatinya ngilu. Dia telah bangkit, berdiri, terpaksa menahan puluhan geraman yang berbeda-beda, selagi tubuhnya membatu ketakutan.
"Niesha! Rumah putih itu! Pergi kesana!"
Yang dipanggil, mendongak menoleh pada Zefri. Selagi dia berlari mendekat ke Niesha, Zefri memberitahu arah mana mereka harus pergi
Sebuah bangunan persegi panjang, bermukim tepat tak jauh dari sana. Putih warnanya, samar dilindungi debu dan daun. Tak rata tanahnya, harus sedikit menuruni gundukan rerumputan hijau, jika mau mampir ke sana.
Zefri telah sampai, menepuk pundak Niesha hingga sadarkan diri dari tubuh membatu. Walau kasar, dorongan dari Zefri berhasil menghemat beberapa langkah untuk Niesha segera sampai.
"Ayo, cepat!" Satu dari Pengidap-yang tadi hanya dibogem mentah-menghabiskan dua detik berharga untuk berurusan menghabisinya.
Di dorong dengan kuat, membuat Niesha terkejut dan harus bersusah payah menstabilkan pijakan di gundukan tanah berumput, miring ke bawah tak rata. Tak buang-buang waktu, berusaha dia memperpendek jarak dengan berlari.
Sebuah pintu perak-cat perak-tak jauh lagi. Tanah yang berhasil di gapai Niesha, sama ratanya dengan bangunan dihadapannya. Bangunan putih persegi panjang, terhampar di ujung mata. Si gadis menarik kuat gagang pintu, hatinya gundah karena tak bisa. Sempat dia panik hendak menoleh mencari pertolongan, akan tetapi entah karena apa, dia tak sengaja mendorong pintu. Terbuka.
Ruang kelam menerimanya. Seluruh tubuh telah masuk ke dalam lorong remang-remang. Cahaya terang bulan, merembes masuk dari kaca kotak-kotak-yang sebarisan dengan pintu. Napas Niesha terputus, semakin terputus saat tahu bahwa Zefri sedikit adu dorong dengan satu Pengidap.
Pengidap itu kalah, jatuh dan berguling-guling tepat ke arah pintu masuk dimana Niesha berdiri amat lemasnya.
"Rraaa!"
Jantung Niesha terhenti. Mulut kotor dengan gigi ternoda, jitu membuat dia terdiam. Geraman menakutkan milik orang itu, hampir memaksa tubuhnya terbatu. Satu hal yang paling dia takutkan pada malam itu.
Zefri berkelahi di pijakan yang tak rata. Dia menoleh dan nampak terngiang jelas, sorot mata terkejut tak percaya, sebelum pada akhirnya, Niesha menutup pintu yang dia tak tahu, terkunci otomatis.
#Apakah ada saran-saran yang kalian miliki?
#O-Kay?