Chereads / Who Are You In My Mind / Chapter 33 - Chapter 33: Pinpoint

Chapter 33 - Chapter 33: Pinpoint

Pinpoint.

Dokter Reina naik ke atas tempat tidur Vero. Ia menekan dada Vero dengan kecepatan 100 x per menit dan kedalaman 3 sampai 5 cm. "Masukkan Epineprin! Siapkan intubasi!" teriaknya.

Reina masih tidak percaya bahwa pasien yang ia tangani sekarang adalah sahabatnya sendiri. Hanya kebetulan ia berada di lantai dasar, di IGD, ketika tiba-tiba brankard yang menopang tubuh Vero berjalan menuju ruang resusitasi.

"Dari Rumah Sakit Jiwa, Dok! Sudah di detoksifikasi, tapi kesadarannya justru malah menurun!" seorang perawat yang mengantar Vero melapor pada dokter jaga di IGD. Reina lari duluan, ia tak peduli siapa yang punya wewenang di ruangan itu. Itu Vero, dan itu alasan yang cukup membuatnya akhirnya turun tangan sendiri.

"Bangsat lo, Ver!" umpatnya sambil terengah. Sudah siklus yang ketiga ia melakukan resusitasi jantung, tapi Vero belum juga merespon. "Orang bodoh mana sich yang bisa keracunan benzodiazepine?" teriak Reina sekali lagi. Tiba-tiba saja mata Vero membuka, seperti ada yang menyentaknya begitu kuat, Vero tercekat dengan mata yang terbelalak. Mata yang melotot itu, pelan-pelan memperlihatkan pupil yang kembali merespon terhadap cahaya.

"Dok! Denyut jantungnya kembali!"

Dr. Reina menghentikan tekanan tangannya ke dada Vero, dia tersenyum dengan keringat memenuhi wajahnya.

Hanya sesaat, sebelum akhirnya Vero kembali jatuh dalam ketidaksadaran.

"Denyut jantungnya masih stabil!"

"Ya sudah. Pasang intubasi saja! Kayaknya ada depressi napas. Kita pakein ventilator aja dulu! Pemeriksaan darah lengkap sama siapin buat CT-Scan kepala!"

"Baik, dok!"

...

"Amira!"

Reina tak tahu kapan perempuan muda itu datang. Tapi, melihat Amira tak kurang mengerikannya dibanding melihat Vero yang masih tidak sadarkan diri dengan mulut yang dibuka paksa dan selang berdiameter tak kurang dari 8 mm dimasukkan ke dalam tenggorokannya.

Amira berdiri di sisi pintu ruang resusitasi. Mukanya pucat. Jarang sekali ia berkedip. Dua tangannya menyentuh dinding kaca dan ia melotot seperti sedang melihat hantu.

"Sampai kapan kamu mau berdiri di sini terus?" tegur Reina.

Amira masih meratapi Vero, ada perasaan yang membuatnya tidak ingin melangkah lebih dalam, "Kenapa Tuhan selalu memperlihatkanku pemandangan seperti ini? Sekarang… apa salah Vero? Dia hanya malaikat buatku!"

Reina berdecak. Ia bisa memahami Amira yang mungkin masih trauma dengan suasana rumah sakit. Belum dua bulan ia kehilangan ibunya, dan sekarang orang yang menjadi satu-satunya penopang hidupnya berada di kondisi yang sama. "Malaikat!" istilah itu, Reina senang mendengarnya dan ia percaya bahwa begitulah Vero. Padanya, kau hanya perlu mengatakan "tolong", maka dengan senang hati ia akan menghadirkan dirinya untukmu. Peduli itu kenalan, ataupun bukan, bahkan untuk seorang penipu sekalipun. Tapi, benarkah orang itu sedang dalam masalah sekarang? Dia ditemukan tergeletak bersama puluhan tablet benzodiazepine. Untuk apa ia mengkonsumsi obat itu? Insomnia? Cemas? Kening Reina mengerut, "Aku merasa bersalah karena tidak memahami sahabatku sendiri," pelannya yang akhirnya membuat Amira ikut bereaksi.