"Aku yakin, lambat laun monster itu akan mendatangi keturuan William Gaultier. Aura Alex terlalu kuat untuk ditumbangkan dan aura itu hanya akan menarik lebih banyak makhluk dimensi lain untuk mendekat. Sayangnya...," dengan lamban, mata Yu Jian Hua terbuka. Sebenarnya dari dua jam sebelumnya, Yu Jian Hua mencoba untuk tidur. Meski hanya dengan posisi duduk, dengan kepala bertopang pada kepalan tangannya. Memang jarang berhasil karena otaknya tak pernah berhenti berpikir. Ia masih tidak bisa membayangkan monster seperti apa yang melakukan pembantaian dengan merampas jantung manusia. Mungkin belum semua, tapi cukup banyak waktu yang dihabiskan Yu Jian Hua untuk membolak-balik kertas tua yang berisi tulisan-tulisan sejarah. Ilustrasi-ilustrasi makhluk yang menjadi mitologi di alam manusia, tidak luput dari perhatiannya.
Tapi,
"Cling!"
Itu suara lonceng dari paviliun tempat tinggalnya, Paviliun Mudan. "Siapa yang berani menerobos masuk?" Yu Jian Hua tiba-tiba merasa geram. Ia tidak punya pelayan, dan para petinggi istana seharusnya berada di bumi sekarang.
...
Beberapa jam sebelumnya,
"Ah, kenapa minuman ini terasa asam?" Ming Zhu mengecap, "juga menyengat," pikirnya seraya menenggak minuman itu untuk kesekian kali. Sari buah ceri yang diambil diam-diam oleh Ming Zhu dari kendi besar di dapur. Ming Zhu masih berprasangka baik, karena minuman itu buatan Zhou Shen, meski rasanya agak berbeda dari yang biasanya.
Tidak tahu berapa banyak yang diminum, semakin banyak ia menenggak minuman itu, kepalanya terasa semakin berat. Tapi, hatinya justru jadi lebih ringan. Samar-samar dalam penglihatannya, seluruh kelopak ceri di halaman perlahan terangkat ke udara, melayang dengan indah. Ming Zhu tersenyum. "Aku bisa! Akhirnya aku bisa!" ia bergumam, mengingat betapa sulit itu dilakukan. Bahkan untuk sehelai kelopak bunga di dalam mangkuk. Tanpa Ming Zhu sadari, tidak hanya kelopak bunga ceri sebenarnya, tapi benda-benda kecil disekitarnya juga bergetar. Pisau, sendok, air, potongan kayu. Untungnya, Ming Zhu segera tertidur, dan benda-benda melayang kembali berjatuhan.
Ketika terbangun, rasa berat di kepala itu masih ada. Tapi, bukan itu masalahnya. Ada aroma berbeda yang membuat Ming Zhu harus mengucek-ucek hidung. Bukan bau yang buruk, tapi hanya tidak terbiasa. Aroma ini terlalu manis, tapi kemudian mampu menenangkan, dan pada akhirnya Ming Zhu jatuh suka untuk berlama-lama di sana. Hanya ketika Ming Zhu sadar bahwa ia terdampar di tempat tidak dikenal, ia baru memaksa diri untuk benar-benar bangkit.
Ia berada di tengah jembatan kayu, di antara tanaman yang sebenarnya belum pernah ia liat sebelumnya. Bunga dengan susunan kelopak yang rapat dan banyak, didominasi warna merah anggur bergradasi, beberapa warnanya lebih muda, dan beberapa lebih solid. Sebagian lagi ada yang berwarna putih bersih.
"Apa yang terjadi?" Ming Zhu merasa khawatir. Ia berdiri, kemudian berputar-putar. Tempat itu sungguh tidak dikenal. Laoshi-nya tidak pernah mengizinkan Ming Zhu untuk meninggalkan Paviliun Ying Hua. Maka dari itu, secepat mungkin Ming Zhu harus menemukan jalan pulang.
Menoleh ke kanan, ada sebuah bangunan yang tidak terlalu besar. Menoleh ke kiri, hanya terlihat jembatan penghubung yang tidak berujung. Selebihnya, tempat itu dipenuhi bunga-bunga yang tidak dikenal Ming Zhu tadi, juga beberapa kolam dengan airnya yang begitu jernih. Sebenarnya, karakteristik tempat itu tidak jauh berbeda dengan Paviliun Ying Hua, kecuali tanaman-tanaman yang ditanam di sana. "Sepertinya ini masih di Yueliang Palace", Ming Zhu mencoba menenangkan hatinya dengan terus berpikir. Zhou Shen tentu pernah bercerita tentang tempat-tempat yang penting di istana. Pavilian Ying Hua salah satunya. Selebihnya adalah kediaman Raja Zhian, Penasihat Yu dan aula utama. Setiap tempat memilki karakteristik sendiri. Tentu saja Ying Hua berarti bunga ceri dan pantas paviliun milik gurunya itu dipenuhi tanaman ceri.
Ming Zhu memilih jalan ke kanan dan mulai mengendap-endap masuki ke satu ruangan. Sebenarnya, telinga dan hidung Ming Zhu cukup sensitif untuk mendeteksi kehadiran seseorang. Saat itu seharusnya tidak ada siapa-siapa, tapi ia tetap berhati-hati.
Ketika sampai di dalam ruangan, Ming Zhu langsung tertarik dengan satu pedang yang terpajang di atas meja di tengah-tengah ruangan. Sarungnya berwarna cokelat tua, ke arah hitam. Berkilau. Dan ketika dilihat lebih teliti, sarung dan gagang pedang diukir dengan sayap phonix yang mengembang, seolah memeluk pedang dan akhirnya menyatu dengan pedang itu. Hampir Ming Zhu menggenggamnya, tapi urung. Ia kemudian tertarik pada kipas kertas yang mengembang dan di pajang anggun di meja yang sama. Merasa pernah melihat itu sebelumnya dan terperangah sendiri ketika ingat bahwa kipas itu yang pernah digenggam Penasihat Yu ketika mengunjungi gurunya.
"Ya. Benar. Itu dia. Jadi, ini Paviliun Mudan," Ming Zhu berbalik dan matanya menerawang pada rak buku yang menyimpan ratusan, atau mungkin ribuan koleksi. "Seorang pengendali terbaik," pikir Ming Zhu kemudian. Ia berubah penasaran tentang apa yang akan ia temukan jika ia membaca diam-diam semua buku itu. "Mungkin akan kutemukan cara yang lebih cepat untuk mengendalikan kekuatan iblis di dalam diriku."
"Tidak.Tidak. Tidak boleh," Ming Zhu menggelengkan kepala dan berbalik segera. Terlalu besar godaan itu.
Namun, Ming Zhu hanya bisa menahan diri beberapa saat."Lihat-lihat sedikit mungkin tidak apa. Lagian, mana mungkin aku disebut pengkhianat hanya dengan belajar dari buku."
Ming Zhu menarik satu secara acak. Agak ragu menyebut benda di tangannya sebagai buku, mungkin hanya salinan naskah kuno, yang sampulnya terbuat dari kulit kayu dan bertuliskan Mantra Pengikat Hati. Ketika dibuka, tidak banyak lembarannya.
Apa ini seperti mantra yang akan membuat orang tunduk kepadaku? Pikiran Ming Zhu ke mana-mana. Jika begitu, akan kutujukan ini ke Kakek Yin Dan agar dia berhenti marah-marah. Kutujukan juga kepada Zhou Shen, dia harus memasak daging setiap hari untukku. Perempuan dengan warna rambut seperti salju itu jadi nyengar-nyengir sendiri sambil mengkhayalkan betapa hebatnya mantra itu.
Namun, kegirangan itu tidak berlangsung lama. Seseorang tiba-tiba datang. Ming Zhu segera mengembalikan naskah kuno ke tempat asalnya. Ia kemudian mencari sudut untuk bersembunyi.
Yu Jian Hua datang dengan kewaspadaan tingkat tinggi. Ia segera menemukan sesuatu yang abnormal di rak bukunya. Pasti ada penyusup. Tapi, apa yang dia cari? Ada aura iblis berbeda yang ia rasakan. Mungkin aura seperti itu biasa ditemukan di luar sana, tapi tentu tidak biasa ada di kediamannya. Namun, ketika lebih berkonsentrasi lagi. Aura seperti ini, masih terlalu samar. Yu Jian Hua tidak bisa menerka iblis seperti apa yang datang, seberapa besar kekuatannya yang ia miliki, juga di mana posisinya sekarang. Yu Jian Hua menggenggam Pedang Fenghuang yang terpajang di ruang bacanya. Sewaktu-waktu ia bisa mencabut pedang itu ketika tiba-tiba diserang.
Namun, bukan serangan yang membuat Yu Jian Hua menghunuskan pedang. Tapi, suara lonceng.
Ming Zhu terhenyak. Ujung pedang berkilau di depan hidungnya. Ia tertangkap karena kalung anjing di lehernya berbunyi.
"Kau!" Yu Jian Hua hampir tidak percaya. Tentu saja, jika itu Ming Zhu, maka Wang Mo Ryu pasti memberinya "Pelindung Aura". Pelindung Aura berguna agar iblis seperti Jufeng Mo tidak mudah mendeteksi keberadaannya. Efek buruknya, jika suatu saat Ming Zhu tersesat, lalu hilang, maka tidak akan mudah juga bagi Wang Mo Ryu dan kawan-kawan untuk mencari Ming Zhu.
"Apa yang kau lakukan di sini?"
"Aku... aku... aku tersesat. Aku tidak sengaja masuk ke sini!"
"Menurutmu aku akan percaya? Apa gurumu belum mengatakan bagaimana inginnya aku membunuhmu sejak kau masih digendongan. Berani-beraninya kau datang kemari!"
Napas Ming Zhu tercekat. "Aku mohon. Ampuni aku. Aku benar-benar tidak sengaja," jelas Ming Zhu terbata.
"Katakan! Bagaimana bisa kamu masuk ke sini? Kamu bilang tidak sengaja... heh, itu kebohonganmu yang pertama, 'kan?" Yu Jian Hua berasumsi. Segel pelindung yang ia bangun, tidak mungkin dimasuki dengan tidak sengaja. Segel itu harus dihancurkan dulu. Tapi, tidak ada kerusakan apa pun di luar. Segelnya masih utuh dan itu membuat Yu Jian Hua sedikit menahan diri untuk menyebut Ming Zhu sebagai penyusup.
"Aku... aku benar-benar tidak tahu. Aku ingat aku sedang tidur. Lalu memimpikan beberapa hal. Bunga ceri... kupu-kupu! Ya! Kupu-kupu. Aku mengejarnya sampai kemari. Tapi, rasanya itu hanya mimpi."
Lonceng di leher Ming Zhu berbunyi lagi ketika ia melakukan gerakan perlahan. Menjauhkan diri dari ujung pedang Penasihat Yu.
Yu Jian Hua masih berpikir. Menghitung musim dan waktu. Jika itu kupu-kupu, maka, apakah mungkin dari kediaman Raja Zhian? Jika benar, maka kupu-kupu Raja Zhian bebas terbang ke mana pun. Ming Zhu kemungkinan menangkap kupu-kupu itu dan bersama-sama menembus segel pelindung Paviliun Mudan.
Dan buktinya, baru saja melintas di hadapan Yu Jian Hua. Masih kecil, pasti baru menetas. Yu Jian Hua menyarungkan pedangnya.
Sejenak, Ming Zhu bisa bernapas lega. "Benarkah? Benarkah Tuan Yu tidak jadi membunuhku?" gumam Ming Zhu agak tidak percaya.
"Tentu saja aku belum berubah pikiran!" jawab Yu Jian Hua.
Ming Zhu terbelalak lagi. Dia menengok ke sana- kemari. Mencari celah untuk melarikan diri.
"Bukankah gurumu sudah melarang kamu meninggalkan Paviliun Ying Hua. Jika aku menghukummu sekarang! Kukira dia tidak akan bisa berbuat apa-apa. Kau tertangkap basah berada di wilayahku."
"Tidak. Jangan katakan apa-apa pada Ryu Laoshi. Tolong ampuni aku!" Ming Zhu berontak. Ia menggunakan beberapa teknik yang pernah ia pelajari dari Wang Mo Ryu untuk menyerang Penasihat Yu. Hanya sampai Penasihat itu pingsan sehingga dia bisa melarikan diri. Tapi, Yu Jian Hua terlalu kuat. Dia bahkan tidak perlu pedang untuk menahan serangan Ming Zhu. Hingga pada satu titik Ming Zhu terkekang, pikirannya tiba-tiba terbuka.
Jika kamu adalah air mataku
Maka tidak akan kubiarkan jatuh
Biarlah kesedihan kupendam sendiri
Hingga saat kau akan menyadari
Dari mata ke mata, mantra itu terlontar. Yu Jian Hua mengerjap. Kekangannya pada Ming Zhu jadi longgar.
"Berhasil!" Ming Zhu kegirangan. Ia memutari Yu Jian Hua yang hanya berdiri tegak tanpa menunjukkan ekspresi apa pun. Seolah menjadi boneka yang hanya akan menuruti perintah si pengucap mantra. "Aku tidak tahu kalau mantra ini benar-benar hebat!" gumamnya semakin senang. "Sebenarnya Tuan Yu, aku tidak punya urusan apa-apa denganmu. Kau hanya perlu merahasiakan kejadian ini dari guruku dan membiarkan aku pergi!"
Seperti kelinci kecil yang bermain riang di taman penuh wortel, Ming Zhu menjauh dari Yu Jian Hua. Tapi, baru dua langkah, lehernya kembali menjadi tawanan Pedang Fengmian milik Penasihat Yu.
"Apa menurutmu aku bisa terpengaruh dengan mantra yang kau ucapkan itu?" tidak hanya suara, aliran napas Yu Jian Hua juga bisa dirasakan Ming Zhu menyentuh telinganya.
Segera Ming Zhu berbalik, hidung mereka hampir bertabrakan ketika itu. Ming Zhu mengangkat sedikit gaun bagian bawah, lalu berlutut di hadapan Yu Jian Hua. "Mohon ampuni saya!" katanya. Setelah mengatakan itu, ia menggeser lututnya agak ke belakang dan bersujud beberapa kali. Permohonan itu terus diucapkan. Agar Yu Jian Hua mau memafkan dirinya dan merahasiakan kejadian itu dari Wang Mo Ryu.
Untuk sesaat, Yu Jian Hua bisa merasakan ketulusan Ming Zhu pada Wang Mo Ryu. Tidak ingin begitu saja membuat Wang Mo Ryu kecewa, itu sudah seharusnya. Lagi pula, andai Ming Zhu memang ingin macam-macam, ketika ia yakin mantra yang diucapkannya tadi berhasil, Ming Zhu seharusnya meminta lebih banyak dari Yu Jian Huan. Bukan sekadar 'merahasiakan' dan diizinkan 'pergi'.
"Baiklah!" Yu Jian Hua melunak. "Tapi, jika sekali lagi kau tertangkap olehku, jangan salahkan aku berbuat jahat. Sebaiknya, sembunyi saja di kediaman gurumu!" ancamnya. Yu Jian Hua mengibaskan tangan, seketika nuansa Paviliun Mudan berubah. Ada banyak jembatan yang terlihat, dan dari sana Ming Zhu bisa melihat Paviliun Ying Hua.
"Akhirnya, aku bisa pulang!" katanya.
<>