Chapter 2 - 2

"DIAM DI SANA!", panikku menatapnya nanar sambil merangkak mundur hingga punggungku menyentuh dinding ruangan. Rasanya sangat menakutkan, aku tak bisa berhenti mengigil dan berkeringat dingin saat bersentuhan dengannya.

"Diam di sana", ulangku lagi dengan lirih karena mengatur nafasku yang tersengal menahan tangis yang sebentar lagi akan pecah.

Apa aku berhalusinasi? Kenapa ada pria di depanku sekarang? Kenapa dia bisa masuk ke dalam apartemenku dan lagi, dia tak memakai pakaian! Aku masih menundukan kepalaku, menatap lantai di bawahku untuk menenangkan nafas dan tubuhku yang semakin membeku, seakan-akan penghangat ruangan tengah rusak.

Bagaimana pria itu bisa berada di sini? Apa dia kucing itu? Tidak mungkin, itu bukan hal yang logis. Kucing berubah menjadi manusia? Sangat konyol! Tapi, baunya seperti sabun mandiku dan dia muncul setelah aku mencium kucing itu. Lalu, kucing itu tak terlihat lagi saat pria itu muncul. Aku tidak mungkin mengidap skizofrenia kan?

Aku tidak bisa diam seperti ini selamanya, aku harus melakukan sesuatu. Tapi apa? Mendongakkan kepalaku untuk melihatnya saja membuatku ketakutan setengah mati. Tanganku tak berhenti bergetar dan mengeluarkan keringat dingin, sangat menjijikkan. Aku tidak bisa mengendalikan rasa takutku, sampai-sampai semua isi perutku terlonjak hendak kumuntahkan. Phobia ini membuat rasa takut dan gelisahku menjadi-jadi.

Aku menarik nafas dan mengosongkan pikiranku sejenak. Dengan yakin aku mendongakkan kepalaku, memaksakan diriku yang masih merasa getir ketakutan untuk menatapnya. Dengan intens aku menatap rambut putih saljunya, alis tebal yang juga putih, mata hazel merah yang menatap balik ke arahku, hidung yang mancung, bibir mungil semerah mawar dan kulit putih sepucat mayat itu, sampai mataku menyorot ke bawah badannya sambil menelan salivaku.

(Suara gajah)

Aku menutup mata dengan kedua tanganku cepat sambil berbalik untuk membenturkan kepalaku ke dinding, apakah aku tengah bermimpi atau ini hanya halusinasi? Jangan menganggapku seseorang yang cabul, orentasiku adalah asexual. Baiklah, kali aku pasti bisa!

Pertama, aku mengambil selimut di kamar dan mengabaikannya seolah-olah tak ada seorang pun di sini selain diriku sendiri. Lalu memberinya selimut untuk menutupi tubuhnya dan aku akan mencari rencana berikutnya. Aku berjalan seperti kalimat yang sudah kuyakini. Tapi, aroma manis dari sabun darinya membuatku terlonjak sadar dan kembali ketakutan hingga berlari masuk ke kamar dan mengunci pintu. Astaga, kepanikanku mulai semakin parah saat aku masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu, meninggalkan pria itu di luar.

Bagaimana ini, aku tidak berani keluar! Bagaimana kalau aku menelpon nomor darurat saja? Ide yang bagus, lagi pula aku tidak mengenal pria itu. Tapi, ponselku di dalam tas dan ada di atas meja depan pintu ini. Aku harus keluar dari kamar untuk mengambilnya dan akan bertemu dengan pria itu. Astaga, aku tidak bisa keluar dari sini untuk mengambilnya!

Aku meremas rambutku frustasi sambil berjalan memutari kamar kecilku dengan kepala penuh dengan pertanyaan yang menakutkan. Bagaimana kalau dia orang jahat? Jika tetap kubiarkan dia di luar sana, mungkin dia akan mencuri barang-barangku. Yang paling buruknya adalah dia mengambil pisau di dapur dan mendobrak pintu ini untuk membunuhku! TIDAK! INI SEMAKIN MEMBUATKU GILA!

Tunggu sebentar, tangan kanannya terlihat terluka. Apa dia mengalami pendarahan dan akan mati? Anxiety disorder sialan!

Setelah sepuluh menit penuh kepanikan aku keluar dari kamar tanpa pikir panjang membawa selimut dari atas kasurku. Aku menutupi tubuh ringkuk pria yang masih tetap di posisinya berjongkok di atas karpet ruang kerjaku. Dia terlihat penurut dengan ucapanku, sebenarnya dia itu apa? Setelah melilitkan selimut ke tubuhnya dengan cepat, aku mengambil kotak P3k dalam laci lemari dan kembali menghampirinya. Dengan tangan getir dan sedingin es, aku menyentuh telapak tangannya yang tergores dan sedikit membiru. Ini seperti luka benturan dan tergores sesuatu, karena apa ini?

"Lukanya akan sembuh, kau tidak perlu khawatir",~

Suara itu membuatku terlonjak kaget dan menghindar darinya sambil tak lepas menatap ke arahnya. Dia menjilat telapak tangan kanannya yang terluka itu, iuuuh itu sangat menjijikkan. Ajaibnya, luka goresan itu menutup dengan sendirinya hingga benar-benar terlihat sembuh.

"Dewi Bast menganugerahkan kesembuhan lewat air liur kami", suara itu keluar darinya, sangat jelas dan benar-benar nyata. Aku tidak berhalusinasi atau tengah bermimpi, pasti ada sebuah penjelasan untuk ini kan?

Tunggu sebentar, dia bilang air liur kami tadi kan? Apa kata kami itu maksudnya ada lebih banyak sepertinya?

"Kau-", ucapku gagu karena masih ketakutan. Aku menarik nafasku dan kembali meyakinkan diriku kalau semuanya akan baik-baik saja.

"Kau sebenarnya apa?", tanyaku penasaran merangkak maju agar melihat luka tangannya yang baru saja menutup.

"Aku juga mempertanyakan itu, pekerjaan kami adalah menjaga kerajaan agar tetap aman dan rapi", ucapnya yang tiba-tiba menyeret selimut yang melilit di badannya untuk mendekat ke arahku, membuatku balik merangkak mundur. Lagi, kata kami itu membuatku takut, apa mereka akan kemari? Tapi, kenapa dia tidak tahu makhluk seperti apa dirinya?

"Kerajaan? Kau seorang prajurit?", tanyaku dan tak terasa punggungku sudah menempuh dinding. Sialan, phobiaku mulai kambuh lagi padahal jarak kami cukup jauh. Tapi, ini adalah pojok ruangan dan sebentar lagi dia akan sampai di depanku karena terus merangkak mendekat.

"Lebih tepatnya jenderal, sebelum Amon-Ra baru menendangku dari kerajaan dan sekarang di sinilah aku. Menjadi kucing penurut yang tengah kelaparan", ucapnya dan kini mengurungku dengan kedua tangan yang bertumpu pada dinding di belakangku. Aku akan mengencingi celanaku sendiri jika ini terlalu lama, karena keringat dinginku sudah membanjiri tubuhku.

"Bisa kau menjauh dariku?", pintaku dengan lirih karena nafasku yang tercekat tak berani bergerak sedikit pun atau menatap wajahnya.

"Biar kucoba, apa air liurku bekerja pada manusia", bisiknya di telinga kiriku, membuat tulang punggungku mendingin seperti ditiup angin.

Suaraku tercekat saat benda lembek dan basah menyentuh permukaan pipiku, bukannya kaget dan panik, aku malah merasa bingung. Aneh, rasanya seperti ada angin yang menepis semua pikiran negatif dan rasa takutku. Semuanya menjadi tenang, seakan-akan aku masuk ke dalam mimpi untuk beristirahat. Pria ini, bagaimana dia membuat phobiaku sembuh seketika hanya dengan menjilat pipiku? Dia menatapku dengan lekat setelah selesai membuat pipiku basah karena salivanya yang mulai mengering. Aku tahu ini memang sangat menjijikkan, tapi aku tak bisa berbohong kalau aku menikmati efeknya.

"Apa itu tadi?", tanyaku, menyentuh pipiku yang masih mendingin karena salivanya yang mengering.

"Aku hanya bisa meringankan rasa sakitmu selama lima jam, setelahnya kau akan kembali merasakannya lagi", ucapnya, tak menjawab pertanyaanku. Tapi, itu hal yang mustahil karena selama ini psikiater pribadiku mengatakan kalau tak ada harapan pada haphephobiaku yang sangat parah ini. Bagaimana mungkin dengan mudahnya dia membuatku merasa senyaman ini?

"Apa kau bisa melakukannya lagi?", tanyaku tanpa pikir panjang karena rasa antusias yang meledak kesenangan, sambil megenggam kedua tangannya secara tak sadar. Ini pertama kalinya aku merasa tenang dan ringan, tanpa merasa takut akan apa pun.

Tunggu sebentar, sejak kapan aku bisa dengan mudah menggenggam tangan seseorang seperti ini tanpa rasa takut atau tubuh yang berkeringat? Hangat, tangannya terasa lembut dan hangat. Tapi, aku harus melepaskannya dengan cepat karena merasa canggung memperlakukan seseorang yang tak kukenal. Hey, dia baru saja menjilat pipiku!

"Kau tidak keberatan aku tinggal di sini?", tanyanya balik, membuyarkan lamunanku yang masih kebingungan dengan sikapku.

"Ya, kapan pun kau suka, asal kau melakukan hal tadi setiap lima jam berikutnya", ucapku dan bangkit dari dudukku bergegas menuju jendela apartemenku.

Dengan antusias aku membuka jendela dan membiarkan angin masuk ke dalam apartemenku. Aku mengambil kapstok kayu yang tersangkut di sisi jendela dan membawanya masuk untuk dibersihkan. Beberapa bulan lalu aku tak sengaja menjatuhkan kapstok itu ke luar jendela, dan membuatku takut untuk mengambilnya. Sekarang, tak ada rasa apa pun selain rasa senang dan antusias yang kurasakan.

"Apa kau tau haphephobia?"~

Tbc