"Kau harus menjaga jarak dariku sejauh mungkin, jangan berpikir bisa menyentuhku atau aku akan merasa gelisah dan parahnya aku akan histeris"-
Haphephobia~
"Apa itu termasuk dalam gangguan jiwa?", tanyanya setelah kujelaskan apa itu haphephobia.
"Seperti itulah. Kutinggalkan bukunya di atas meja jika kau ingin tahu lebih jelas", ucapku yang bergegas memakai pakaian formal yang sudah lama tergantung dalam lemari pakaianku, setelahnya dengan sigap duduk di depan kaca rias.
"Aku memiliki sebuah urusan, aku akan pulang nanti malam. Makanlah sesuatu dalam kulkas", ucapku dengan tergesa-gesa memakai sepatu hak tinggiku, setelah selesai memakai make up.
"Jangan buka kan pintu siapa pun yang mengetuk, okay!", ucapku sebelum keluar dengan terburu-buru membawa banyak berkas yang menjatuhkan debu-debu kecil karena lama tak disentuh.
"Hai tuan Wide!", seruku sambil melambaikan tangan pada pria paruh baya yang tinggal di sebelah apartemenku. Dengan ceria aku berjalan menghampirinya.
"Senang bisa menemuimu, siang yang dingin setelah hujan lebat", ucapku menjabat tangannya dengan antusias tanpa rasa takut apa pun, bahkan aku meninggalkan sarung tangan yang biasanya kupakai jika keluar dari rumah.
"Aku memiliki urusan penting, sampai jumpa lagi", ucapku melepas jabatanku yang bersemangat dan berlalu pergi meninggalkannya kebingungan dengan sikap anehku. Bukan aneh, tapi ini mustahil bisa terjadi pada pengidap haphephobia sepertiku!
"Baiklah, pertama-tama yang harus kulakukan adalah membeli segelas kopi. Ya, segelas kopi hangat", gumamku sepanjang jalan karena tengah antusias merasakan ketenangan yang belum pernah kurasakan.
"Selanjutnya ke perusahaan Exyfort", lagi, setelah membeli segelas kopi hangat di cafe dan membawanya keluar melanjutkan jalanku.
"Um, seperti inikah rasanya kopi? Tidak terlalu buruk untuk original", gumamku setelah mencicipi minuman yang pertama kali kucoba ini. Bagaimana mungkin? Itu karena kafein dalam kopi bisa membunuh pengidap anxiety disorder secara perlahan.
Dengan santai aku masuk ke dalam gedung Exyfort menembus keramaian karyawan yang tengah berlalu lalang. Seorang resepsionis yang melihat keberanianku berjalan menuju lift khusus atasan berteriak untuk menghentikanku, namun kuabaikan sampai kedua penjaga perusahaan ini berlari karena dipanggil untuk menghentikanku.
"Nona, tolong berhenti! Nona!", pinta mereka sebelum pinti lift tertutup dan kubalas senyuman sinis.
"Ayo selesaikan permainan ini, traidor", ucapku setelah sampai ke lantai atas bangunan besar ini. Aku melangkahkan kakiku menuju pintu di ujung koridor lantai ini dengan semangat. Tanpa berpikir lagi, aku membuka pintu di ujung koridor ini dan dihadapkan sebuah rapat yang dihadiri banyak orang.
"Tuan-tuan, maaf menyela rapat ini dengan kedatanganku yang tiba-tiba", ucapku, mendapat tatapan kaget dari pria yang duduk di ujung meja rapat, siapa lagi kalau bukan pemimpin rapat ini sendiri.
"Apa yang kau lakukan di sini?", tanya pria yang kaget melihatku dengan tatapan tajamnya seakan-akan dia memiliki banyak senjata api yang bisa kapan saja dilepaskan untukku.
"Kurasa ini waktu yang tepat untuk mengakhiri permainan kita, Theo. Atau bisa kusebut traidor", ucapku dengan akhir kata penuh tekanan, saat berjalan menghampirinya yang terlihat menahan amarah.
"Apa maksudmu?", tajamnya. Aku mengeluarkan semua isi berkas yang kubawa dan langsung di lihat oleh orang-orang yang penasaran di meja rapat ini.
"Maksudku, kau tak memiliki apa pun", sinisku. Tiba-tiba Theo menarik kerah bajuku dengan amarah membara dalam mata biru lautnya yang ingin menenggelamkanku hidup-hidup.
"Aku bukan bonekamu selamanya, hanya karena phobiaku kau pikir bisa mengambil semua milikku. Jadi, hentikan permainan ini sebelum aku melaporkanmu atas tuduhan mencuri dan pencemaran nama baik. Uh, ditambah penganiyayaan jika kau menamparku", ucapku, masih bisa santai walau dalam situasi yang semakin memanas ini.
Dengan kasar Theo melepas kerah bajuku dan keluar dari ruangan ini dengan wajah merah padam menahan amarah.
"Jadi tuan-tuan, biar kuluruskan. Semua rancangan penjualan produk terbaru kami adalah rencana yang kubuat sendiri. Aku akan mempresentasikan rencananya besok pagi, kalian bisa pulang sekarang. Maaf atas keributan hari ini", ucapku dengan tegas menatap satu persatu orang-orang yang menatapku remeh dalam ruangan ini.
'Teruntuk wanitaku yang tahu cara semua pria memandangmu, akankah kau takut? Angkat kepalamu, jangan menutup matamu dan memperlihatkan sebuah kesalahan atau rendah hati, sebenarnya kaulah yang menjadi titik lemah adam sebelum diturunkan ke bumi. Dan inilah perulangan kesalahan pria yang meremehkan, sebuah kehancuran'~
Semua orang dalam ruangan ini keluar kecuali sekretaris perusahaan yang masih membeku di tempat, aku dapat mengetahuinya hanya melirik sekilas.
"Letakkan semua berkas milik ayahku di atas mejaku besok pagi", perintahku pada sekretaris itu sebelum berjalan menuju pintu keluar ruangan ini.
"Selamat kembali nona Exyfort", ucap sekretaris itu sebelum aku keluar.
Aku menghembus nafas lega setelah keluar dari gedung Exyfort dan kembali berjalan di trotoar jalan yang sudah dipenuhi pejalan kaki. Aku tidak menyangka akan melakukan ini lebih cepat, kupikir tadi itu sangat berlebihan. Lupakan, yang harus kulakukan berikutnya adalah membeli pakaian untuk pria itu.
Aku mengambil kaos lengan panjang, celana panjang dan sedikit gugup saat membeli pakaian dalam pria. Kupikir aku tidak mungkin meminjamkan pakaian dalamku ke pria kan? Setelah keluar dari mall, hari sudah semakin gelap dan kebetulan tak turun hujan. Ini sebuah keajaiban karena biasanya selalu gerimis di setiap jeda hujan lebat. Tapi, angin di kota ini tak pernah berubah membuat udara lembab.
"Mungkin secangkir kopi lagi tak akan menyakiti siapa pun", gumamku saat melihat cafe di sampingku. Tanpa pikir panjang aku masuk ke dalam dan membeli secangkir caffe latte hangat.
Udara malam yang dingin membuatku mulai was-was setelah menghirup kopi latte hangatku. Bukannya merasa tenang, aku malah semakin gelisah saat semakin dekat dengan apartemenku.
"Jam berapa sekarang?", gumamku sambil mengambil ponselku dari kantong blazerku dan terbelalak dengan perasaan yang semakin ketakutan. Aku membuang secangkir kopi di tanganku dan segera memasukkan kedua tanganku ke dalam kantong blazerku dan setengah berlari menuju apartemenku.
Ini sudah lima jam berlalu, pantas saja aku merasa gelisah. Sialan, bisa-bisanya aku keluar tanpa sarung tangan dan lagi apa yang sudah kulakukan hari ini? Mengeluarkan Theo dari perusahaan karena dia mendapat penghasilan perusahaan dua puluh dua persen kah? Apa yang aku lakukan tanpanya? Dia yang mempresentasikan rencanaku biasanya, dan kubilang aku yang akan mempresentasikannya besok? Apa aku sudah gila!
Aku membeku di depan pintu apartemenku karena mengingat apa penyebab aku melakukan hal nekat tadi siang. Apa pria itu masih di dalam? Aku kembali teringat dengan apa yang dia lakukan padaku saat menyudutkanku ke dinding. Yup, menjilat pipiku, itu sangat menjijikkan. Dan setelahnya aku bertingkah aneh.
Apa aku perlu melaporkan hal ini pada pihak polisi? Tapi, jika mereka tidak menemukan kejanggalan apa pun dan pasti akan menyangka aku gila. Para tetangga yang terganggu tak begitu mengenalku dan akan memberikan keterangan kalau aku tetangga yang aneh. Aku hanya akan membuat masalah baru bagi diriku sendiri. Mungkin semua yang terjadi hanya sebuah halusinasiku.
"Baiklah, ayo kita masuk", ucapku menyemangati diri sendiri dan membuka pintu apartemenku yang rupanya tak terkunci saat aku mencoba memutar kunci apartemenku. Sejak kapan aku tak mengunci pintu?
Aku masuk ke dalam dengan perasaan gelisah karena meninggalkan apartemen tanpa mengunci pintu. Walau kejahatan seperti pencurian di sini tak terlalu sering terjadi. Walau begitu, aku tetap ketakutan meninggalkan apartemen kosong tanpa mengunci pintu.
Ceklek
Saat aku masuk ke dalam apartemen, hanya ada kesenyapan yang menyapaku, sebelum langkah kaki kecil yang berlarian menghampiriku. Kucing putih itu masih di sini dan menungguku sambil mengeong kelaparan.
"Sepertinya aku harus pergi ke psikiater, jaga-jaga skizofreniaku kembali lagi",~
Tbc