Perusahaan TU (Technology Unity).
Keesokan harinya, aku bekerja seperti biasa dengan banyak file tertumpuk di atas meja. Beberapa saat kemudian, seorang karyawan baru mengetuk pintu. Begitu aku memintanya masuk, ia pun berkata dengan sopan, "Tuan Park, bisakah Anda memeriksa desain ini? Tuan Kim sedang tidak berada di kantornya sekarang, jadi Tuan Hye meminta saya untuk datang ke ruangan Anda."
Sambil tersenyum, aku mengulurkan tangan untuk mengambil beberapa file yang ia berikan dan mengamatinya. Di tengah keseriusanku, ponselku tiba-tiba berdering dan aku pun menjawabnya dengan cepat.
Itu adalah Daehyun. Ia memintaku untuk memberinya daftar perusahaan yang melakukan kerja sama dengan perusahaan kami. Tanpa berlama-lama, aku pun segera mengirimkan file kepadanya.
Setelah berbicara dengannya di telepon, aku melihat kembali file-file itu dan mencoret bagian-bagian yang perlu diperbaiki.
Daehyun jarang berada di ruangannya selama dua hari ini. Ia begitu sibuk hari-hari ini. Ada banyak pertemuan penting dan observasi proyek yang harus ia lakukan di luar kota. Namun, sebagai seorang asistennya, aku tidak bisa terus menerus menemaninya. Pasalnya aku juga harus rutin ke rumah sakit untuk melakukan check up.
Itu tidak membuatnya kesal sama sekali. Sebaliknya, ia bisa memahami kondisiku dengan cukup baik dan bahkan lebih antusias ketika mendengar alasan itu.
"Desainmu cukup bagus, tapi ada beberapa bagian yang perlu kau ubah. Khususnya untuk pewarnaan," berhenti sejenak, aku tersenyum saat menyerahkan file-file ini kepada karyawan muda itu sambil berkata, "Kembalilah saat kau selesai mengerjakannya. Aku akan berada di sini sampai jam empat."
Karyawan itu mengangguk. Ia sepertinya mengerti, lalu segera meninggalkan ruangan dengan wajah sedikit kecewa sambil menatap pekerjaannya.
Aku kembali ke pekerjaanku sebelumnya, mengamati monitor dan melanjutkan membuat grafik pengembangan yang akan disajikan dalam dua hari ke depan.
Mengenai bagian tingkat keuntungan perusahaan di masing-masing departemen dan perusahaan yang bersangkutan, aku kurang memahaminya. Meski Daehyun sudah menjelaskan beberapa hal mengenai kerja sama di perusahaan A, B, dan C serta peruntungannya, tetap saja aku harus berpikir keras untuk memasukkan banyak angka.
Aku menarik napas dalam-dalam. Memikirkannya sama sulitnya dengan mengerjakan grafiknya. Untungnya, tidak peduli betapa sulitnya pekerjaanku, si 'Jenius Kim' adalah orang yang sangat berpengetahuan. Ia hebat dalam mengoreksi kesalahan apa pun. Ia akan memperbaikinya.
Saat istirahat, aku dan Go Hyunjae pergi ke sebuah restoran, yang tidak jauh dari perusahaan.
Tempat itu sangat tradisional. Tak heran, Go Hyunjae sangat menyukai tempat-tempat yang klasik namun elegan. Ia mengatakan bahwa itu lebih menarik dan nyaman.
"Chunghee, lihat! Festival Mawar akan diadakan besok di Jungnang!" Ia menunjukkan sebuah artikel di layar ponselnya, lalu melanjutkan, "Lihat! Lihat yang ini juga, Kembang Api Internasional akan diadakan minggu depan di Pohang. Oh, sial, aku ingin datang ke semua festival itu!" ia berbicara dengan sangat antusias.
Aku tertegun sejenak. Kedengarannya menyenangkan. Aku juga begitu ingin datang ke festival itu bersama ... Donghae, tapi ...
"Hei, Chunghee, ayo kita pergi. Kita bisa pergi dengan kekasihmu juga ...," berhenti sejenak, ia berseru, "Ah! Tidak! Jangan pernah pikirkan hal itu. Kita akan pergi sendiri."
"Kekasihku?" Aku mengerutkan kening karena bingung.
"Hmm? Ya, kekasihmu. Orang yang sering mengantarkan makanan lezat itu untukmu. Tapi, kau bahkan tidak memakannya. Kau tidak menghargai sesuatu yang diberikan dengan cinta."
Berpikir sejenak, aku pun segera mengerti siapa yang ia maksud melalui kata-kata itu, dan menghela napas berat. "Senior, ayolah ... Kau salah paham selama ini."
"Hoo, benarkah?"
Aku tidak berbohong dan mengatakan bahwa orang yang sering memberikan makanan itu untukku adalah Tuan Kim — bos kami. Aku juga menjelaskan bahwa Kim Daehyun dan aku sudah saling kenal sejak lama sehingga ia tidak akan memikirkan hal-hal yang lebih jauh lagi.
Mendengar hal ini, ia pun terdiam. Wajahnya menegang dan ia berhenti mengunyah makanan di mulutnya, tetapi dengan tiba-tiba ia tertawa terbahak-bahak. Itu membuat orang-orang di tempat ini mengarahkan pandangan mereka ke titik yang sama.
Kami berdua mendiskusikan dua festival itu dengan singkat dan sesekali bertengkar karena pilihan kami masing-masing. Hingga akhirnya, pilihan jatuh pada Festival Mawar pada esok pagi. Untungnya, besok adalah hari Minggu. Itu juga salah satu pertimbangan mengapa kami memilih festival itu.
Setelah beberapa lama, kami pun meninggalkan tempat ini dan hendak kembali ke perusahaan.
Restoran itu cukup dekat dengan perusahaan. Hanya butuh beberapa menit berjalan kaki untuk sampai di perusahaan.
Namun, sebelum kami tiba, tubuhku terasa tidak nyaman. Go Hyunjae, yang telah mengamatiku beberapa saat, bertanya dengan cemas, "Chunghee, apa kau baik-baik saja? Kau terlihat pucat."
Aku mengangguk lemah, "Aku baik-baik saja."
"Tapi, kenapa kau terlihat sangat pucat? Apa kau yakin kamu baik-baik saja?"
Aku mengangguk sekali lagi dan tersenyum, meyakinkannya dengan kebohongan.
Beberapa saat kemudian, kepalaku tiba-tiba semakin terasa sakit. Tatapanku mulai menjadi gelap, tetapi telingaku masih bisa menangkap suara orang-orang bahkan dengan kata-kata yang tidak jelas. Kemudian, aku bisa merasakan tubuhku jatuh ke tanah hingga aku kehilangan kesadaran dan tidak mengingat apa-apa lagi.
Ketika aku membuka mata secara bertahap, cahaya terang melesat ke dalam mataku. Aku menyipitkan mata dan membuka mataku perlahan. Dengan pandangan kabur, aku melihat sekeliling. Tempat ini adalah ruangan dengan aroma yang familiar. Aku bergumam pelan, "Di mana aku?"
Aku pun bangun dan duduk di tempat tidur. Merasa linglung, hal terakhir yang aku ingat adalah berjalan bersama Go Hyunjae menuju perusahaan. Dan ketika aku terbangun, aku sudah berada di sini.
Tanganku terinfus. Aroma disinfektan di ruangan ini begitu menyengat. Itu menyengat hidung. Aku pun segera menyadari bahwa aku sedang berada di rumah sakit sekarang.
Aku hendak melarikan diri, tetapi ketukan di pintu membuatku membeku. Seseorang yang akrab datang sambil berseru dengan gembira, "Huh, Chunghee, kau sudah sadar! Aku mengkhawatirkanmu!"
Go Hyunjae melompat ke arahku. Ia memelukku dengan kegembiraan yang jelas terlihat di wajahnya, tetapi aku masih membeku karena linglung dan tidak bisa menggerakkan tubuhku.
Segera setelah itu, ia melepaskan tangannya dan berbicara sambil mengulurkan ponsel kepadaku, "Ini ponselmu. Sudah mati, tapi jangan khawatir karena aku membawakan charger untukmu."
Butuh beberapa detik untuk kesadaranku kembali, lalu bertanya, "Senior, sudah berapa lama aku pingsan?"
Go Hyunjae melirik jam tangan yang dikenakannya. "Um, sekitar 2 jam ..."