Sebuah ritual yang mengharuskan salah satu anggota keluarga menuju kematian, siapa pun yang melakukannya, akan terjadi kekhawatir dengan nasib anggota keluarga mereka. Harapan kepada sang Pencipta agar Theo dan Tobi bisa selamat selalu tercurah di dalam setiap doa. Seakan terus terucap selama 1 minggu kedepan.
Semantara itu di dalam gelap hutan yang bernama Hutan Rimbo, kedua saudara ini masih berjalan bersama menembus lebatnya pepohonan. Sudah hampir setengah hari mereka berlari agar bisa sampai di tengah atau pusat hutan. Dan penantian mereka pun terbayar, setelah terlihat sebuah pohon yang begitu tinggi dengan akar yang menggantung begitu panjang di depan mata mereka.
Sebuah tempat yang sangat menenangkan hati sekaligus begitu teduh di tengah teriknya matahari siang itu. Tempat ini pun sekaligus di gunakan sebagai awalan mereka dua berpisah untuk mencari hewan buas buruannya. Hutan Rimbo memanglah berbeda, di hutan ini tidak di pengaruhi oleh cuaca sekitar. Walaupun sekarang musim dingin, tapi disini selalu menjadi musim panas dan hujan saja.
"Kak, apa kita sudah sampaikan?"
Dengan nafas yang masih belum bisa di atur, karena telah berlari lebih dari 12 jam, Theo mencoba menjawab pertanyan adiknya.
"Ya... kurasa.. ini tempatnya."Dengan nafas terengah-engah.
"Kalau begitu kita mulai berpisah di sini, aku akan ke arah barat atau berlawanan dari tempat kita masuk yaitu arah timur."
"Eh kita sudah mulai berpisah? Kau tidak mau di sini sampai besuk pagi. Ini sudah mau malam lho."Tanya Theo sambil menanyakan maksud adiknya.
"Ya kurasa aku tidak boleh membuang waktu dan terus berdiam di sini. Aku akan segera mungkin mendapat hewan buas tangkapanku dan akan ku bawa kemari. Sehingga aku bisa istirahat lebih lama, bukankah begitu."Jawab Tobi dengan ringan.
"Aku kok jadi terlalu optimis begini, setelah mendengar perkataanmu untuk segera menangkap hewan buas. Terdengar seperti mudah sekali begitu pikirku wkwkw."
"Kan malah bagus, kalau optimis, kalau begitu aku pergi dulu ya kak. Kalau kakak mau memulai besok pagi terserah. Tapi setelah mendapatkan Hewan buas, kita berkumpul kembali di sini ya." Ajak Tobi kepada sang kakak.
"Oke, kita berkumpul di sini kembali. Tapi aku akan memulainya besuk pagi saja."
"Baklah jika itu keputusan kakak, kalau begitu aku pergi dulu ya, sampai jumpa lagi."
Tobi pun pergi di tengah gelapnya hutan, sekaligus malam yang telah menjemput telah tiba. Kesendirian pun mulai di rasakan Theo yang sedang berada di tengah Hutan Rimbo. Sebuah hutan yang sangat luas dan penuh hewan buas yang bisa menyebabkan kematian setiap saat. Seorang Eradic pun tidak akan befikir untuk tidur di tengah hutan ini, saat malam hari karena kematian bisa datang setiap saat.
Pada malam hari, aktifitas di dalam hutan meningkat 3 kali lipat di bangdingkan siang hari, oleh karena itu waktu tidur biasanya akan di lakukan selama siang hari, untuk meminimalisir gangguan dari hewan lain. Akan tetapi sangat berbeda yang di lakukan Theo.
"Baik.... karena sudah sudah malam, berarti sudah saat makan malam. Menu kita hari ini apa ya. Hemsss, perlengkapan yang di berikan ayah pun sangat pas untuk musim dingin, tidak terlalu banyak dan perlengkapan di dalam hutan cukup memadai juga. Ayah memang hebat."
Di tengah-tengah dia memikirkan menu pada malam itu. Tiba-tiba ada seekor ular sudah berada berada di belakang Theo, dengan warna hitam legam membuat tubuh ular tersebut menyatu dengan gelapnya hutan Rimbo. Entah sebesar apa sosok ular itu, dari suara yang di timbulkan saat menbrak sebuah pohon bisa di bayangkan panjangnya bisa mencapai 18 Meter, entah sebesar apa ular itu.
Ular besar itu mencari posisi yang tepat, untuk melancarkan serangan langsung kepada Theo. Dengan tubuh kecil Theo, dia hanya seperti camilan tengah malam untuk ular tersebut. Dan posisi yang di ambilnya adalah tepat bagian punggung Theo. Sebuah titik buta menurut ular tersebut. Tanpa pikir panjang dia menggulungkan badanya dan langsung melompat ke arah Theo. Saat itu juga Theo, memutar arah kepalanya dan melihat langsung ke arah ular tersebut.
"Wah jadi ini makan pertama di hutan Rimbo ini."Sebuah kata-kata terakhir yang keluar dari seorang mangsa akan di terjang oleh seekor ular.
Beberapa saat kemudian api menyala di bawah pohon tersebut, dengan kayu bakar yang cukup banyak, membuat api yang menyala pun begitu besar. Api yang membara bukan untuk menghangatkan diri, melainkan untuk memasak sesuatu dan terlihatlah tidak biasa, dengan tubuh sebesar ban mobil dan panjang tepat 18 meter, ular tersebut telah menjadi santapan Theo yang pertama.
"Hahaha enaknyaaaa, memakan ular bakar setelah berlari selama 12 jam. Tapi ular sebesar ini belum pernah membunuh 1 setan pun, aku kok jadi pesimis tidak akan menemukan Hewan buas dengan 2 Soul lebih. Melihat hewan sebesar ini belum pernah membunuh setan. Atau jangan-jangan memang tidak pernah ada setan di hutan ini."
Sebuah fikiran terbesit di Theo mengenai hewan buas yang memiliki Soul. Seberapa kuat hewan yang memiliki soul, seberapa besar dan tentunya seberapa enak hewan itu. Tapi Theo menghilangkan fikiran mengenai memakan hewan buas yang memiliki soul. Karena dia harus membawanya sampai ke rumah dan menjadikan Tropi.