Chereads / Soul Weapon / Chapter 8 - Itukah artiku untukmu?

Chapter 8 - Itukah artiku untukmu?

Dengan nafas yang tampak di tahan, muka Tobi yang masih menghadap tanah masih belum terlihat. Akan tetapi tampak nafas cukup terengah-engah, karena sebuah belati telah tertancap di paha sebelah kanannya.

"Ya aku sangat merasakannya, apa kakak juga merasakannya?"

"Tentu, aku bisa merasakan, racun ini telah menjalar ke seluruh bagian bawahku."

"Baguslah begitu, berarti racun itu memang ampuh, benar begitu kan kak?" Sembari mengakat wajah yang tadinya tersungkur ke tanah, Dengan tawa yang keji keluar dari wajah kecil tersebut.

Terlihat sebuah taring yang memiliki cairan hijau pekat, telah tertancap di perut Theo. Darah yang keluar cukup banyak, telah membasahi celana coklat tersebut. Sebuah tusukan tepat di arah perut mengenai telak kepada Theo. Tetapi Tobi juga tampak terkena serangan belati Theo, dan mengenai paha kanannya. Akan tetapi yang tampak terpojok di sini jelaslah Theo, dengan racun yang telah menyebar, sekaligus darah yang keluar cukup banyak. Dia sudah tidak bisa berbuat banyak.

"Adikku Tobi kenapa kau melakukan ini? Atau kau makhluk yang menyamar sebagai adikku?" Pertanyaan yang tulus keluar dari mulut Theo.

"Diam jangan pernah panggil aku adikmu, kita hanya berbeda beberapa menit dan kau sudah sok-sok an menjadi seorang kakak. Jangan bercanda, aku tidak sudi, kau memanggilku adik." Sebuah perkataan yang begitu kasar akan tetapi penuh sebuah kejujuran di dalamya

Mendengar adiknya berkata seperti itu, Theo hanya bisa tersenyum pasif sembari menahan sakit karena luka di perutnya.

"Apa kau sudah gila Theo karena berada di ambang kematian kau tersenyum seperti itu. Tapi tidak usah khawatir, aku akan segera mengirimmu menuju neraka dengan cepat."

"Hahaha, Tobi, aku tertawa bukan karena gila atau apa. Aku hanya menertawakan diriku sendiri, seberapa buruk diriku ini sampai-sampai adikku satu-satunya mengharapkan kematian diriku ini. Tapi jika semua ini memang keinginanmu sendiri tanpa ada hasutan seseorang, maka aku rela mati di tanganmu Tobi."

"Berhenti bicara sok suci begitu. Kita hanya berbeda beberapa menit, tapi kau begitu menganggapku seperti anak kecil. Dan bukan hanya itu, kita yang hanya beberapa menit, tetapi malah kau yang akan mendapatkan Soul Weapon. Jangan berlagak seperti di depanku bangsattt!!!!." Sebuah terikan yang menggema ke seluruh hutan.

"Jadi memang itu, yang kau inginkan, Soul Weapon? kamu bisa mengambil semua. Pada dasarnya aku tidak pernah meminta itu semua. Tapi kau tetap ku anggap sebagai adikku dan itu adalah hal yang tidak bisa di ubah, Tobi."

"Diam.. diam... diam kataku! Ambil pedangmu dari sarungnya dan lawanlah aku sekarang."

"Aku sudah terkena racun darimu dan tubuh sudah mengeluarkan begitu banyak darah, aku sudah tidak bisa apa-apa lagi. Kau bisa mengakhiri hidupku dengan cepat."

"Sialan sampai kapan kau terus membohongiku, sampai kapan kau terus berakting seperti orang lemah terus menerus. Kau telah membohongi kami selama ini, dan kau masih mau berbohong hingga akhir ajalmu. Setiap hari kau pergi secara diam-diam ketempat latihanmu pribadi, batu seberat ratusan kilo kau angkat begitu mudah dengan tangan tanganmu, sedangkan tangan kirimu kiri menarik batu yang begitu besar dengan mudah juga. Aku mengetahui itu semua, tapi dengan kau berlagak sok lemah membuatku begitu muak padamu. Rasa ingin muntah, sangat terasa di setiap kali kau berlagak sok lemah di depan semuanya. Apa itu caramu menarik perhatian dari semuanya?" Emosi yang meluap-luap keluar dari perkataan Tobi saat ini.

"Aku rasa kamu telah salah sangka kepadaku Tobi. Aku sama sekali tidak berbohong atau semacamnya pada saat seperti memang rasa percaya diri sangat rendah dengan kemampuan ku sendiri. Aku selalu merasa pesimis dengan apa yang aku lakukan. Jadi aku selalu minta bantuan kalian semua, dan itu membuat lebih percaya diri hanya dengan ucapan Ayah, Ibu, kakak dan kamu." Jawab Theo mengenai ke gamblangan adiknya mengenai dirinya.

"Aku sudah bosan dengan semua yang kamu katakan, sekarang ambil pedangmu dan kita akan bertempur sampai mati."

Dengan berat, Theo mengambil pedang miliknya dan melakukan kuda-kuda berpedang miliknya seperti biasa. Dengan pedang dan sebuah belati di genggam kedua tangannya tentunya tidak akan mengurangi kecepatan tebasannya seperti biasa. Walaupun sudah terkena racun di dalam tubuhnya. Dengan sikap tegak dia memposisikan dirinya, seperti tidak pernah terjadi apa-apa dengan perut. Kuda-kuda itu begitu kokoh bak karang di lautan.

Melihat hal ini Tobi begitu senang, sang kakak akhirnya bersungguh-sungguh untuk melawannya. Sebuah tawa yang begitu keji keluar kembali dari wajah anak kecil ber umur 10 tahun itu. Tawa yang membuat dirinya sangat mengerikan.

"Wahahahaha, benar begitu, benar begitu. Theo, lawan aku dengan sekuat tenagamu dan mati di tanganku, mungkin itu bisa membuatku sedikit bahagia."

"Aku tidak tahu, setan apa yang merasukimu? Tapi sudah menjadi tanggung jawabku sebagai kakak untuk menahanmu di sini, walau harus memotong beberapa kakimu dan menyeretmu sampai ke rumah. Walaupun beberapa saat tadi aku ingin mati disini, tapi aku merasakan ada yang salah."

"Aku sudah bilang, aku tidak sudi di anggap adik olehmu Theo dan jangan banyak tingkah, jadi tunggu kematianmu ini menjemput. Dengan 15 Soul yang telah ku dapat, sedangkan kau sama sekali tidak. Aku akan melumatmu tanpa bekas, jadi ingat rasa dakit ini dengan baik." Serang langsung dari depan, dan melompat kerah Theo secara langsung.

Luka-luka Tobi seketika tertutup dan tidak lagi mengeluarkan darah. Tampak effect soul yang di dapatkannya telah membantunya menutup luka tersebut. Tetapi hal itu tidak terjadi kepada Theo, luka di perutnya masih terbuka lebar dan darah segar terus keluar darinya.

Tanpa pikir panjang Theo mencoba menutup lukanya tersebut dengan kain dan menjadikannya sebuah sabuk, lalu pada akhirnya serangan Tobi pun datang langsung dari depan. Dengan sigap Theo menahan serangan tersebut dengan sekuat tenaga dengan menyilangkan pedang dan kedua belatinya. Sebuah serangan yang begitu besar di terima lengan kecil seorang anak berusia 10 tahun.

"Sial, berat sekali serangan ini, serangan seberat 200 Kg bukan ini serangan seberat 500 kg ini bisa menghancurkan lenganku, jika terus melakukan pertarungan seperti ini."

Suara 'krek' terdengar dari balik lengan baju Theo sebelah kiri, suara yang menandakan ada beberapa tulang patah yang begitu menyakitkan.

"Memang betul, kau telah melakukan sebuah kebohongan yang besar Theo, serangan 5 kali lipatku bisa kau tangkis, itu menandakan kau hanya berlagak lemah di depan semua orang."

"Kau masih membicarakan hal itu Tobi!!" Sembari mendorong Tobi mundur karena bagian ujung sabit miliknya telah mendekati bagian tengorokannya.

Tobi pun terdorong mundur, melihat kesempatan tersebut. Theo membuat jarak mereka semakin jauh dengan melompat ke arah belakang. Theo sadar bahwa dengan tubuhnya sekarang sama halnya dengan bunuh diri jika membalas serangan Tobi. Dengan kondisi tulang lengan kiri yang patah membuat hanya bisa membuatnya bertarung dengan tangan kanan.

"Seperti seranganku tadi menyebabkan lengan kirimu patah."

"Kau bisa melihatnya sendiri kan, lengan kiriku sudah terlepas dari tempatnya, hanya daging dan otot yang menyebabkan lenganku masih berada satu tubuh denganku."

"Wahahah sungguh menyenangkan melihatmu menderita hanya dengan serangan pertama itu. Memang sangat menakjubkan. Sabitku ini telah memiliki 15 Soul di dalamnya dan bukanlah sebuah Soul Weapon, aku tidak bisa membayangkan jika memiliki Soul Weapon warisan keluarga. Akan seberapa hebat senjata tersebut."Senyum keji tampak jelas terlihat di wajahnya, tidak ada bersalah sedikitpun karena melukai saudarnya sendiri.

"Aku tidak tahu setan apa yang telah merasukimu? Sampai telah membuat berubah menjadi seperti ini. Ketamakan, haus akan sesuatu dan kemarahan semua terlihat pada dirimu. Yang jelas aku tidak terima harus mati di tangan setan, yang telah merasuki tubuh adikku."

"Kerasukan? Jangan bercanda, ini memang rasa kebencianku padamu selama ini. Setiap hari aku selalu menahannya dan inilah kesempatanku melakukannya. Jadi tunggulah di situ aku akan mencabut nyawamu dengan cepat."Dengan tatapan tajam langsung kepada Theo.

Tobi pun mengambil darah miliknya yang keluar dari paha kanan, di usapkan darah itu kepada sabit miliknya, seketika darah itu tersebut masuk kedalam sabit tersebut. Secara normal, tidak mungkin sebuah logam akan menyerap segumpal darah, akan tetapi hal itu memang terjadi. Darah merasuk kedalam sabit berbentuk bulan sabit itu.

Warna putih mengkilat dari sabit tersebut, berubah menjadi merah menyala seakan kemarahan semua tertumpah di dalam sabit itu. Dengan wujud yang mengerikan, sabit itu mengeluarkan aura membunuh cukup kuat. Di setiap angin yang keluar darinya, menandakan sebuah ancaman dan hal itu telah sampai di kulihat Theo yang berjarak 20 meter.

Mengerti dengan apa yang di depannya, Theo mengubah pola kuda-kudanya sekarang dengan memegang pedangnya dengan ringan, tanpa kepalan tangan yang kuat di gagang pedang tersebut. Dan memoposisikan pedang miliknya lebih tinggi dari posisi kepala, yang sedikit menyerong arah Tobi.

Tanpa di beri aba-aba sedikitpun, Tobi langsung melompat ke arah Theo yang berjarak 20 meter. Dengan sekali lompat jarak tersebut langsung terkikis dan dia telah berada di depan Theo. Seakan tahu dengan yang di lakukan adiknya, Theo melangkah maju beberapa meter setelah sang adik melompat.

Hal itu membuat, Tobi tidak bisa menghentikan lompatannya di atas udara. Sebuah duel akan terjadi saat di berada di udara dan Theo berada di tanah. Tentunya hal ini akan sangat menguntungkan Theo karena ada tempat untuk berpijak untuk melawan kekuatan adiknya. Dalam kondisi itu adiknya malah tersenyum melihat yang di lakukan kakaknya. Hal ini jelas sudah di perhitungkan oleh Tobi, senjatanya saat ini bukan sesuatu yang bisa di lawan hanya berdasarkan pijakan.

"Baiklah, jika itu mau, terimalah sabitku ini dan terbelah-lah menjadi 2."

Theo merasakan aura panas dari sabit tersebut, dipersekian detik dia sadar pedangnya akan patah jika melawanya secara langsung, jadi menggerakan tubuhnya kearahnya kanan dan menghindari serangan secara langsung itu. Pertahanan Tobi terbuka lebar, saat melewati tubuh sang kakak. Dia sadar, ini bisa menjadi akhirnya bagi dirinya di tangan sang kakak.

Pedang tersebut bisa dengan mudah menembus jantung Tobi, jika Theo mau melakukannya dalam posisi tersebut. Sebuah kesempatan yang dimiliki Theo satu kali. Tapi tidak terjadi suatu apapun pada saat itu. Tobi melewati Theo dengan mudah. Tobi pun telah mengetahui kakaknya sengaja tidak melakukannya. Dia hanya terdiam, sembari menghindar pada saat itu, saat seranga Tobi datang.

Tobi pun berguling di atas tanah dan langsung berdiri setelahnya.

"Kau masih saja berbuat begitu, cepat lawan Theo!!!." Sebuah terikan langsung di tujukan kepada Theo

Tak beberapa lama, terikan itu terucap. Theo pun tersungkur di atas tanah. Bagaikan roh yang meninggalkan tubuhnya, dia tergelatak begitu saja di sana. Sebuah kejadian yang melihatnya pun akan tersentak kaget kecuali Tobi yang berada di dekatnya. Entah memang rasa keprimanusiannya telah hilang atau apa, dia hanya terdiam dan tertawa puas melihat hal itu.

Dia melangkah maju perlahan-lahan, menuju tubuh sang kakak dengan santai. Seperti sebuah kemenangan telah di dapatnya saat itu. Sebuah kebanggaan, walaupun entah bagian mana yang dia banggakan itu. Tanpa penyesalan dia berada di samping tubuh kakaknya tersebut. Dia memegang pergelangan tangan kakaknya untuk mengecek nadi Theo masih ada atau tidak.

"Baguslah kalau begitu, kalau semua sudah selesai. Dasar kau monster, Racun sebanyak itu telah masuk dalam tubuh tapi kau masih melakukan itu semua. Racun yang telah aku ciptakan, dengan 1 tetes saja, bisa membunuh Hewan buas yang memiliki 5 Soul hanya dengan hitungan menit. Dan kau bisa bertahan 10 menit lebih. Seperti dugaanku, memang aku hanya bisa membunuhmu setelah mendapatkan cukup banyak Soul dari hewan di hutan ini."

Terdiam sejenak melihat kakaknya tergeletak di tanah tak bernyawa, sekarang suara api unggun itu terdengar cukup jelas di kesunyian malam itu. Kayu yang retak akibat api yang melahapnya, begitu terdengar miris di hati. Saat di samping kedua kakak beradik saling mengambil nyawa satu dengan yang lain.

"Cihh, orang sekuat dirimu, masih berlagak seperti orang lemah, dasar munafik, aku bahkan sudah tidak sudi lagi harus mengotori sabitku dengan darahmu itu." Berjalan meninggalkan tubuh sang kakak menuju kegelapan hutan malam itu.

Suara langkah sang adik, yang meninggalkan tempat itu, sudah hilang sepenuhnya, yang berada di sana hanya tubuh Theo dan beberapa hewan buas. Kemungkin hewan buas tersebut adalah hasil buruan Tobi. Malam itu menjadi sangat hening, tidak satu makhluk hidup pun yang mengeluarkan suara untuk memecahkan keheningan malam.

Entah kenapa, malam hari yang baru saja di mulai. Telah menjadi saksi pertarungan 2 bersaudara kembar ini. Tidak ada makhluk hidup yang bisa bercerita mengenai hal itu. Hanya api yang memakan kayu bakar yang menjadi saksi bisu kejadian di tempat itu.

Langit hutan yang begitu cerah, menandakan langit pun tidak ingin mengubah apa yang terjadi disana. Yang tersisa hanya sebuah kehampaan di tengah malam yang sunyi. Bau kematian semakin menyerebak ke seluruh bagian hutan.