Sebuah fikiran terbesit di kepala Theo mengenai hewan buas yang memiliki Soul. Seberapa kuat hewan yang memiliki soul, seberapa besar dan tentunya seberapa enak hewan itu. Tapi Theo menghilangkan fikiran mengenai memakan hewan buas yang memiliki soul. Karena dia harus membawanya sampai ke rumah dan menjadikan Tropi.
"Wkwkwk aku kok menjadi punya pikiran untuk memakannya hewan buas yang memiliki soul, mungkin rasanya akan sangat enak. Ah tidak-tidak, yang jelas aku akan memburu mereka dan menjadikannya sebuah tropi. Aku memang tidak tahu, seberapa kuat hewan buas yang memiliki Soul di dalam dirinya, kata ayah mereka jauh lebih kuat dari hewan biasa, walau hanya memiliki 1 Soul. Tapi yang penting besok aku akan segera mendapatkannya. Dan bisa menikmati minggu ini di hutan, dengan merasakan semua rasa dari monster di sekitar sini, pasti menyenangkan."
Monster yang berada di hutan yang mengintai Theo sejak tadi pun tiba-tiba merinding setelah mendengar ucapannya dan lari terbirit-birit jauh kedalam hutan. Sebuah kalimat mengakibatkan makhluk di hutan tersebut tidak mau berurusan dengan Theo. Sebagai pemangsa, mereka hanya di anggap, sebagai makan oleh Theo. Hal ini sudah sangat menakutkan bagi makhluk hidup apapun.
Di keesokan harinya, matahari tampak menunjukkan ronanya yang lebih dari hari-hari sebelum.
Mentari yang keluar pada pagi itu berwana merah ke kuning-kuningan. Sebuah pertanda tadi malam terjadi pertumpahan darah yang sangat besar telah terjadi menuru mitos.
Dengan sinarnya yang melewati celah-celah pohon , langsung mengenai tepat wajah Theo. Tidak butuh waktu lama, hal ini membuat Theo membuka kedua mata sembari meregangkan otot-ototnya.
"Wahh, hari yang cerah, waktu yang baik untuk berburu hewan buas."Celetuk yang keluar begitu saja dari mulutnya.
Theo menuju ke sebuah mata air yang berada di bawah pohon besar. Tampak cekungan tanah yang di bawahnya ada beberapa batu putih yang tersusun, yang beguna agar air tetap berada di sana. Itu adalah sumur buatan Theo, sebuah sumur yang dangkal hanya untuk menyimpan air bersih. Dia membasuhkan air tersebut dan membuat cipratannya layaknya kristal yang di sinari oleh matahari.
Rambut merah Theo, yang di basahi air tersebut mulai menunjukan kilaunya kembali yang sempat hilang beberapa waktu lalu. Dengan tubuh tampak segar, Theo percaya di bisa memulai hari waktu itu untuk berburu hewan buas. Dengan kantong minum yang sudah terisi penuh, Theo mempersiapkan senjata untuk eksplorasi kedalam hutan Rimbo.
"Baiklah, aku akan pergi kearah mana yaa. Kemarin Tobi pergi ke arah barat. Berarti aku akan pergi ke arah selatan atau utara. Hemmmss mana ya ? yang lebih banyak hewan buasnya pokoknya."
Tiba-tiba suara gemuruh terdengar dari arah Selatan, dan burung-burung pun terbang secara serempak dari tempat hinggapnya. Theo pun melihat jelas hal itu.
"Baiklah kita pergi ke utara. Sepertinya disana sangat banyak" Sebuah perkataan yang sangat kontras dengan fakta, bahwa di wilayah selatan terdapat aktifitas makhluk hidup begitu banyak.
Sebuah kata-kata yang sangat berbanding terbalik dengan perkataan yang sebelumnya untuk mencari tempat yang di penuhi hewan buas, dia malah menuju arah yang berlawan dari tempat keluarnya gemuruh tersebut. Dengan berjalan cukup gugup dia menjauhi hutan wilayah selatan dan menuju arah utara. Jalan yang menurut hati kecil tidak terlalu berbahaya.
Sudah hampir 5 jam Theo berjalan tidak menemui hewan buas sedikitpun, dia hanya menemukan hewan-hewan liar yang tampak tidak membahayakan sekaligus tidak memiliki Soul 1 pun. Pencarian yang menurutnya akan mudah berubah menjadi pencarian yang membosankan.
"Ahhh aku tadi seharus ke arah selatan saja. Tapi gemuruh tadi begitu menakutkan jadi aku langsung berfikir ke arah yang lain. Tapi kalau sudah 5 jam tidak menenmukan sesuatu bisa bahaya ini, walaupun waktuku 1 minggu. Tapi aku ingin segara mendapatkan hewan buruan dan nantinya waktu bersantaiku semakin lebih banyak." Sebuah penyesalan yang keluar dari mulut Theo.
Langkah kaki tiba-tiba terhenti dan melompat ke atas pohon setelah merasakan sesuatu yang tidak baik. Seorang Eradic memang memiliki kemampuan untuk merasakan hal jahat khususnya dari setan sejak kecil. Dengan secara otomatis tubuh Theo bertindak untuk menyembunyikan keberadaannya. Bahkan burung yang berada di samping tidak merasakan keberadaan Theo saat ini.
Bunyi seretan rantai terdengar semakin jelas di telinga Theo yang super sensitife tersebut. Bau rantai hangus terbakar juga tercium olehnya. Entah apa makhluk itu yang jelas dia sedang menarik rantai yang terbakar, itu di pikiran Theo. Tak butuh waktu lama yang membuat suara decitan rantai itu pun mulai terlihat. Sesosok makhluk dengan bayang begitu besar perlahan lahan menampakan wujud.
Mata Theo yang terbelalak menunggu apa yang hadir di depannya, nafas yang terengah-engah keluar karena menahan aura yang begitu kuat dari makhluk itu sekaligus menghilangkan hawa keberadaan begitu sulit saat ini. Yang di kepalanya saat ini, jika makhluk itu sangat berbahaya dia harus segera lari dari tempat itu.
Dan akhirnya muncul sesosok makhluk yang berbentuk bulat dan di penuhi bulu yang lembut berwarna kecoklatan dengan totol hitam kecil-kecil.
"Ehhh bulat? Lembut? Berbulu?"
Sebuah makhluk yang di luar imajinasi Theo beberapa saat lalu. Makhluk yang lebih cocok disebut hamster, anjing berbulu atau kucing berbulu lebat, dan dengan ukuran yang tidak lebih besar di bandingkan roda kereta, lalu dengan rantai yang terbakar keluar dari bulu-bulu miliknya. Entah rantai tersebut mengikat bagian mana, tapi yang jelas rantai panas itu keluar dari dalam tubuhnya yang tertutupi bulu yang lebat. Rantai yang terseret tersebut membuat bekas yang sangat mengerikan ditanah. Seakan-akan ada api yang menyala terus mengikuti rantai itu berada.
Seandainya makhluk itu tidak memiliki rantai tersebut, Theo pasti sudah membunuhnya saking marahnya karena membuat jantungnya mau copot beberapa saat lalu. Tapi melihat kondisi seperti itu, pikiran Theo tetap sadar bahwa makhluk itu tetap sesosok berbahaya untuknya.
"Sial, hewan seperti itu membuatku hampir mati ketakutan, tapi rasa merinding ini terus terasa di tubuhku. Seberapa mengerikan makhluk itu. Kalau saja dia tidak memiliki rantai tersebut, pasti sudah langsung aku serang secara terang-terangan tanpa pikir panjang."
Theo pun mengingat perkataan ayahnya. Ayah Theo yaitu Culas, selalu berpesan agar tidak melihat orang atau makhluk hidup lain dari tampangnya, selalu buka mata dan konsentrasi secara penuh untuk memastikan seberapa kuat orang atau monster didepan kalian. Mengingat hal ini Theo langsung memastikan jumlah soul makhluk lucu, sekaligus yang membuat dirinya merinding tersebut.
"Aku ingat perkataan ayah, kalau begitu akan aku cek."
Theo berkonstrasi penuh pada kedua bola matanya. Dan perlahan-lahan kedua bola matanya berubah warna yang tadinya Merah menyala menjadi Orange. Mata yang di penuhi kobaran api langsung tertuju makhluk berbulu tersebut. Hal ini merupakan sesuatu yang normal, setiap manusia khususnya Eradic warna matanya akan berubah orange jika dia berkonsentrasi untuk melihat soul lawan.
"Apa?!!!"
Sebuah pemandangan yang sangat mengejutkan bagi Theo, makhluk tersebut memiliki jumlah Soul yang tidak terlihat, bukannya makhluk tersebut tidak memiliki soul, akan tetapi jumlah soul makhluk itu tidak ketahui. Yang di lihat Theo saat ini adalah tanda tanya pada jumlah soul tersebut. Itu menandakan bahwa makhluk ini memiliki Soul lebih dari 100.
Bagi seorang Eradic yang belum mencapai kedewasaan, 100 adalah batasan dia melihat Soul sesuatu barang atau makhluk. Jika yang di lihat tanda tanya, maka makhluk itu memiliki 100 soul lebih dalam dirinya. Theo sekarang sudah mengerti kenapa dia begitu ketakutan, tubuh nya gemetar, bulu kuduknya merinding saat melihat makhluk tersebut.
"Pantas saja aku begitu ketakukan dengan makhluk berbulu seperti itu. Untung aku belum menyeranganya. Pikiranku tetap tersadar akibat rantai api yang mengikatnya. Kalau begitu aku tidak akan menggangu makhluk itu. Aku akan segera pergi dari tempat ini."
Sebuah pertemuan pertama kali dengan makhluk hidup yang memiliki 100 Soul lebih, sekaligus perpisahan dengan makhluk tersebut, menurut Theo. Theo berharap tidak bertemu dengan makhluk itu lagi untuk sementara waktu karena dia belum bisa melawannya. Dengan bertemu makhluk itu hari ini , Theo memutuskan untuk berhenti untuk berburu hewan buas pada hari itu.
Perjalan kembali kepusat hutan tidak membutuhkan waktu lama karena, dia hanya berlari lurus langsung kepada pusat yang hanya membutuhkan waktu 1 jam. Berbeda saat dia mencari hewan buas karena harus menyisir semua tempat. Setelah tiba, dia pun langsung menyalakan kayu bakar yang di dapatkan selama perjalan ke pusat Hutan Rimbo.
Kayu yang cukup banyak menurutnya, di siapkan dalam kondisi kering, tak lama api pun telah menyala. Dan saat ini Theo berfikir dia akan memakan daging apa.
"Hemss hari ini makan apa ya, kemarin ular, apa sebaiknya kau mencari rusa atau kelinci. Ah itu sudah terlalu mainstream. Aku akan mencari sesuatu di dalam hutan. Nanti makhluk pertama yang kulihat akan menjadi santapanku malam ini."
Theo yang berjalan masuk kembali kedalam hutan setelah menyalakan api unggun miliknya. Dengan berjalan cukup santai dia memasuki hutan yang cukup gelap itu kembali. Tak lama perjalanan menuju Hutan bagian selatan. Theo di kagetkan oleh sesuatu.
"Apaaaaaaa?"
Sebuah terikan rasa tidak percaya pada dirinya sendiri.
"Hihihihi (suara tangisan) kenapa aku harus melihat sebuah ulat pertama kali."
Sebuah tangisan hanya karena dia melihat sebuah ulat, akan tetapi dengan perkataan sebelumnya, itulah yang menyebabkan dia menangis yaitu dia akan memakan hewan pertama yang dilihatnya. Sebuah janji yang keluar dari Eradic akan selalu di tempati walaupun itu hanya janji serampangan (sebuah janji yang terlontar tanpa sengaja) oleh karena itu seorang Eradic sangat menjaga janjinya.
Dengan berat hati Theo pun memakan ulat bulu tersebut. Pada dasarnya ulat tersebut cukup beracun untuk di makan, apa lagi harus mentah-mentah, tapi mau bagaimana lagi. Ucapan seorang Eradic adalah sebuah janji, jadi Theo harus memakan hewan itu, entah apa yang terjadi selanjut, akan dia fikirkan nanti.
"Baiklah, aku sebaiknya mencari rusa untuk makan malamku hari ini karena aku sudah memakan hewan menjijikan tadi karena ucapanku sendiri." Dengan muka lesu di menuju kegelapan hutan mencari sebuah rusa.
Tak butuh waktu lama rusa yang di carinya pun telah tertangkap dan membawanya ke pusat hutan. Dengan rusa yang di bawanya dia sudah tidak tahan untuk memakannya. Dari dalam hutan, sudah terlihat jelas api unggun buatanya yang masih menyala. Akan tetapi ada seseorang yang berada di depan api unggun tersebut. Dan sebuah hewan buas yang telah mati di sampingnya
Perlahan dengan langkah yang mantap Theo menghampiri orang yang berada di depan api unggun miliknya. Dengan tatapan sama sekali tidak bergeming, pada orang tersebut, sembari melangkah maju. Sekarang dia berjarak sekitar 5 meter dari orang tak dikenalnya, Theo memastikan orang yang berada di depannya itu musuh atau kawan. Hawa yang cukup mengerikan keluar dari tubuh orang tersebut. Dengan refleks yang dia punya, Theo langsung mengambil pedang dan belati miliknya dan dalam posisi siap bertarung.
"Siapa kau yang berada disana, sebelum aku pedang ini tertancap tepat di tenggorokanmu."Sebuah ancaman yang langsung di tujukan kepada orang berada di depannya oleh Theo.
Yang di lihat Theo hanya sebuah siluet hitam, punggung dari orang tersebut. Di bahkan tidak mengenali orang yang duduk di depannya bukan hanya karna posisinya. Dan aura yang di keluarkan olehnya sangat berbeda dari yang pernah dia rasakan selama ini, belum pernah dia alami selamanya ini jika menyangkut aura orang yang dia kenal.
"Wahhh, apakah kakakku benar-benar ingin membunuhku?"Sembari menolehkan wajahnya ke arah Theo
"Wah itu kamu Tobi, aku sampai-sampai tidak mengenalmu dari jarak sedekat ini."Sembari menyarungkan pedang miliknya ke dalam sarungnya.
"Mungkin kakak sudah sangat lelah seharian ini."
"Yahh mungkin yang kau katakan itu benar."Berjalan menuju arah Tobi.
"Kalau begitu, mungkin aku bisa mehilangkan rasa lelah kakak itu."
Dengan jarak hanya 1 langkah dari sang kakak, Tobi tiba-tiba melompat ke arah Theo dan merangkul begitu cepat. Akan tetapi, tiba-tiba Tobi tersungkur ketanah begitu cepat. Dengan persekian detik, Tobi telah tergeletak di tanah. Sesuatu hal telah terjadi, entah apa hal itu? yang pasti telah membuat sang adik yaitu Tobi, menjadi tersungkur dan tidak bergerak sedikitpun.
"Hahahah bagaimana Tobi? Kau sudah merasakannya." Tanya Theo kepada sang adik
Tangan Theo telah di penuhi darah, sembari memegang sebuah belati. Dan darah Tobi pun mulai terlihat merembes dan mengalir ke tanah di sekitar tubuhnya. Darah yang begitu kental dan merah membasahi tanah malam itu. Seakan tidak ada yang mengetahui apa terjadi yang beberapa saat, lalu kenapa hal seperti itu bisa terjadi ? Semua terjadi begitu cepat.
Dengan nafas yang tampak di tahan, muka Tobi yang masih menghadap tanah masih belum terlihat. Akan tetapi tampak nafas cukup terengah-engah, karena sebuah belati telah tertancap di paha sebelah kanannya.