Pada kemudian hari, Udina selalu menceritakan kisah ini ke murid-muridnya. Cerita bagaimana ia mengarungi lautan api tiga kali, tanpa bisa setuju atau tidak, dengan seorang pemuda yang luar biasa kuat bagaikan iblis, tapi dengan hati bagaikan malaikat, Wander anak Oward.
Sehabis lolos dari lautan api mereka berdua berlari kencang kea rah taman kota.
Ketika dua sosok yang diliputi abu itu melihat kolam taman di hadapan mereka, segera mereka terjun ke dalam bagaikan gila. Ceburan besar air diikuti suara jeritan riang, juga sakit, sumpah serapan dan pujian bergema. Tidak pernah mereka berdua lebih menghargai rasa dingin dan basahnya air ketimbang saat itu.
Mereka berenang dan menyelam selama mereka suka, sampai akhirnya minyak dan abu akhirnya terlepas dari tubuh dan pakaian mereka. Permukaan kolam agak keruh dan kotor ketika mereka keluar, sebelum mereka menuju sebuah kolam lain di mana mereka minum sepuasnya.
Setelah dahaga mereka terpuaskan, akhirnya mata mereka saling bertemu, mereka berdua tersenyum. Sesuatu yang tak terlupakan dan tak bisa digoyahkan lagi telah terbentuk di antara mereka. Mereka berdua melihat dari mana mereka baru meloloskan diri. Ke arah lautan api yang menyebar dan menari di sekitar Gerbang Barat…
Ia baru saja menyebrangi neraka dan hidup! Ia masih hidup! Ia mendengar suara Wander, "Para prajurit di sana… Mereka tidak terbakar juga, kan?"
"Mereka sudah dievakuasi. Ketika kau bertarung dengan yang lain."
Wajah Wander menjadi cerah, "Terima kasih Divara…! Tapi… bagaimana dengan prajurit yang kupakaikan bajuku… yang terkena bola-bolamu…"
"Jangan kuatir. Pemburu-pemburu yang lain pasti sudah menanganinya. Racun bola kandari tidak mematikan, kecuali kalau diarahkan ke jantung. Efeknya hanya melumpuhkan selama beberapa jam, lalu akan kembali normal."
Ia agak terkejut mendengar komentar Wander, "Jadi bola itu bukannya untuk membunuh?"
"Kami ini Pemburu dan pelindung! Kebanggaan utama kami adalah menangkap buruan kami hidup-hidup!"
Wander bisa mendengar kebanggaan yang kental dari kata-kata pemburu itu. Udina menatap Wander sesaat, lalu tekadnya mendadak bulat. Pemburu itu duduk dengan posisi bersila di hadapan Wander. Pemuda itu juga ikut-ikutan setelah agak bengong sesaat, tapi Udina telah membentak,
"Jangan! Tetap berdiri, Wander anak Oward!"
Wander batal duduk seketika. Ia merasa canggung.
"Namaku Udina. Pemegang Bulu Pusaka dari Klan Landross. Hari ini, aku dikhianati berulang kali oleh sekutuku, tidak kukira diriku akan diselamatkan musuhku berulang kali."
Wander tidak tahan menyela, "Tapi kau juga menolongku… Jangan syngkan begini, berdirilah Tuan Udina…"
"Tidak, Wander anak Oward. Pelajaran pertama yang kami ajarkan ke pemburu tingkat awal adalah duduk bersila di hadapan orang yang paling mereka hormati. Jika kau berhutang pada mereka, kau harus membayar mereka dengan sesuai, dengan penuh hormat. Jika kau berhutang nyawa, kau harus memberikan sesuatu yang paling kau hargai dan berjanji akan selalu membantu orang yang menolongmu."
Udina mengeluarkan sebuah kantung hijau dari balik pakaiannya. Kantung itu ajaibnya tetap kering, tidak seperti pakaian Udina ataupun Wander. Udina membuka segel kantung itu dan mengeluarkan apa yang Wander pertama sangka sebagai sebuncah bola cahaya!
Tapi ketika matanya mulai terbiasa, ia melihat wujud bulu paling indah yang pernah ia lihat. Panjangnya enam inci, dilapisi dengan indah oleh emas, tapi lapisan itu pun tidak bisa menyaingi aura dan cahaya murni dari dalam bulu itu. Energi yang berupa lingkaran perak bercahaya, bersinar demikian putih dan menakjubkan, hingga mereka berdua menatap benda itu, hanyut dalam keindahannya.
Wander terhenyak, saat mendengar suara Udina yang penuh perasaan, "Burung Baljalak betina menjatuhkan hanya satu lembar bulunya di puncak pohon tertinggi dalam tujuh tahun. Selama masa kawinnya, pasangannya akan mengambil bulu itu sebagai ritual perkawinan. Tidak seorang pun di dunia ini yang pernah menangkap burung surgawi. Mereka adalah pujaan, junjungan kami. Mereka mampu bergerak secepat kilat, perkasa, anggun sekaligus beringas. Tapi akan ada masa kala bulu itu baru saja rontok, dan burung Baljalak terbang jauh untuk mengamati keindahannya. Jika engkau cukup cepat dan berani, cerdas, dan beruntung, engkau bisa mencoba mengambil bulu itu. Jika berhasil, itulah kehormatan tertinggi dalam klan kami."
Ia memberikan bulu itu ke Wander.
"Aku tidak bisa…" Wander terbata-bata, matanya terpaku pada bulu pusaka itu.
""Klan kami adalah pecinta damai. Kami tidak pernah menginginkan perang ini dan kami hanya bergabung demi kelangsungan hutan kami." Udina berkata dengan pahit, "Dalam masa yang kacau, segala sesuatu bisa terjadi. Kami telah menjaga hutan kami selama 180 tahun, bahkan mengingkari Suku Selatan lainnya dalam perang puluhan tahun silam. Kini, Angin peperangan ini telah membangkitkan dendam lama. Mata sekutu kami telah berubah menjadi mata yang tamak. Kelihatannya, Hutan dan cara hidup kami akan segera terancam. Jika sesuatu terjadi, aku akan senang jika kamu menyimpan kenangan Hutan kami bersamamu."
Wander tidak bisa menolak lagi saat mendengarkan ketulusan demikian besar.
Udina berlutut dan menangkupkan bulu dan kantung hijau itu ke dalam tangan Wander dengan lembut, "Aku percaya padamu. Aku percaya kamu akan selamat. Tolong mampirlah ke Hutan kami jika kau berada dekat. Kelompok kami memang agak pendiam, dan sayangnya banyak yang menganggapnya sebagai kesombongan, tapi kami memiliki hati yang hangat dan lembut untuk seorang sahabat Hutan, Wander anak Oward."
*
Udina melenting dari rumah ke rumah. Pikirannya berpacu ke masa lalu, mengingat akan ujian dan marabahaya yang ia tempuh demi memperoleh bulu itu dari kejaran induk Baljalak. Ia nyaris mati berkali-kali, hanya selamat kala Baljalak itu mengejarnya.
Wahid dalam ilmu ringan tubuh, tangguh dan cermat, Udina berhasil memperoleh bulu itu. Bulu pusaka itu segera ia lapisi dengan emas cair, jika tidak, Baljalak akan memerintahkannya layu dan sinarnya akan pudar.
Generasi demi generasi pemburu terunggul dibesarkan dengan cara ini.
Namun di sisi lain, pemburu paling hebat pun tahu betapa berharganya sahabat yang ditemukan di tengah kemelut. Mereka tak akan segan memberikan yang paling berarti bagi mereka kepada penolong mereka.
Meski orang itu tidak memahami betapa berartinya pemberian itu.
Namun di atas segalanya, keselamatan dan kelestarian Klan dan Hutan adalah yang utama.
[Terima kasih Wander.
Aku harus kembali ke hutan membawa kabar genting ini.
Hutan Landross kini harus menentukan nasibnya di tengah percaturan politik.
Hutan Landross tak lagi bisa netral.]
*
Ia mendesah.
Ia lebih suka menyeberangi lautan api berkali-kali,
ketimbang melihat hutan lindung mereka,
hunian yang hening, tempat yang berhati batil gelisah,
rimba yang melimpahi mereka pangan, sandang, dan obat,
ribuan tahun mereka hidup dan mengabdi,
bersumpah melestarikan rumah agung ini,
jangan sampai Baljalak junjungan mereka sirna.