Dua rekannya melompat keluar dari tempat persembunyian mereka, segera menyambar mendekati sosok yang jatuh itu untuk menangkapnya, tapi mereka berhenti di tengah-tengah ketika melihat sesuatu yang amat salah! Sosok berjubah kelabu itu memiliki rambut hitam… bukan coklat…
Mendadak mereka mendengar suara jeritan dari atas tembok! Berikutnya, sebuah bayangan dengan kecepatan mengerikan telah turun di atap tempat tim lain bersembunyi!
Sang pemimpin penembak jitu berguling tepat sebelum tombak yang dilempar itu menghantam pinggangnya. Ia meniup peluit kencang-kencang sambil berusaha berlari, tapi ia hanya mendengar dua bunyi balasan! Ia jadi panik.
Ke mana tiga lainnya di atap? Dan satu lagi dalam tembok?
Suara peluit berbunyi dari sebelah kanannya! Detik berikutnya, sang pemimpin sudah demikian terkejut ketika terhantam gelombang tenaga bagaikan tembok kasat mata dari belakang.
"Sial!" Dua penembak jitu lainnya menembakkan senjata rahasia mereka, tapi musuh mereka kelewat cepat. Ia sudah menembus rumah lainnya!
"Jangan ke sini! Mundur!" Pemimpin penembak jitu itu menjerit tanpa daya, dan betapa kagetnya ia melihat tumpukan tubuh yang bergelimpangan di mana-mana! Tentara yang menyeruduk masuk ke gerbang telah pingsan semua dalam kabut asap itu.
Suara peluit terdengar lagi, bunyinya terdengar kacau. Kemudian suara peluit lainnya berbunyi, tapi terputus di tengah-tengah… Lalu mendadak sunyi.
Pemimpin penembak jitu itu mulai gugup, ketika ia melihat lawan mereka akhirnya muncul.
Tidak lagi mengenakan jubah luarnya, Wander muncul di hadapan pemimpin penembak jitu itu tiba-tiba. Ia menjatuhkan lima peluit kecil di depan pemimpin yang tak berdaya itu! Punggung tangan serta bahu kanan Wander mengucurkan darah, memaksa racun keluar dari tubuhnya dengan tenaga Khici.
Ketika tangannya bisa bergerak lagi, ia menggunakan puing-puing dan debu untuk mengacaukan posisinya ke arah kerumunan prajurit yang menyerbu sambil menyerang mereka!
Di tengah kekacauan ia menyampokkan jubah luarnya ke salah satu prajurit. Lalu ia menyeberangi jalan dan masuk ke dalam rumah, mendaki temboknya dan melumpuhkan dua penembak jitu di atapnya, melemparkan bola racun mereka ke jendela tembok gerbang, sebelum ia melumpuhkan penembak jitu di atas tembok, lalu turun ke bawah.
Kembali ke saat ini, keheningan tidak berlangsung lama karena ia menyadari bahwa ia sudah terkepung.
Empat orang dengan kemampuan Khici tinggi, dan mendadak yang kelima muncul… Seorang pria berusia tiga puluh tahunan yang mengenakan jubah bulu yang sama dengan para penembak jitu. Ia berdiri di hadapannya. Wander bisa melihat hawa tenaga yang meliputi pria berkulit coklat itu seperti mutiara tapi bagaikan agar-agar yang menyelimuti tubuhnya.
Pria ini begitu berbahaya. Wander bahkan tidak bisa merasakan kehadirannya sampai sebelum ia muncul di hadapannya.
Pria itu tampak begitu marah, tapi bicaranya begitu sopan dan lembut.
*
Udina Krago Musita, Pemegang Bulu Pusaka dari Klan Landross sedang menatap pemuda yang luar biasa perkasa dan kuat di hadapannya dengan kemarahan mendidih.
"Aku harap kau mau mengampuni rekan-rekanku untuk kekasaran mereka."
Pemburu Ekor di belakangnya berbisik tertahan, "Ketua…"
Pemuda itu tampak lelah, dadanya turun naik seakan ia hampir tak bernapas, dan lengan kanannya gemetar bagaikan kejang. Kalau dipikir bahwa pemuda itu telah bertarung begitu lama, melawan ribuan musuh, bahkan mengalahkan Jendral Gluka, memaksa keluar efek racun Kandari dari tubuhnya, bahkan merobohkan bawahannya, ia hanya bisa takjub!
"Jangan kuatir, Tuan. Aku tak akan pernah membunuh," suara pemuda itu begitu dalam dan nyaring, dipenuhi Khici.
Ia berkata pada Pemburu Ekor, "Periksa keadaan yang lainnya, Beritahu regu dua supaya mundur."
Segera rekannya bangkit dengan gugup dan berlari ke belakang, melintasi tumpukan para prajurit yang pingsan.
"Yo! Udina! Nampaknya situasinya tidak bagus, heh?" Terdengar suara sombong lainnya dari belakang.
Ia melihat Wander putra Oward agak berputar sedikit sambil melangkah ke belakang, hingga ia bisa melihat baik dirinya dan pendatang baru itu di saat yang bersamaan. Penantang baru itu mengenakan baju besi lengkap, termasuk di kuda perangnya. Tangannya menggenggam tombak bercagak tiga dengan mantap. Ia memiliki wajah yang kekar dengan dagu berbentuk kotak, rambutnya berwarna pirang dan senyumnya licik.
[Kalau saja bukan karena ketololan mereka!] Udina membatin penuh amarah.
Tetapi tentu saja, kesalahan terbesar memang jatuh ke pundak Kapten Merah dari Klan Rinvea itu: Arnoss Wangan Barek, si penunggang dan juga musuh Udina bahkan sebelum ia pernah bertemu dengannya!
Klan atau Suku Landross dan Klan Kesatria Rinvea merupakan dua dari lima Kelompok Besar di Dunia Jian Xi. Kedua kelompok ini memiliki permusuhan mendalam, apalagi karena 30 tahun lalu Raja dikabarkan lebih memilih Klan Landross sebagai Perguruan Terpilih untuk melatih angkatan perang Kerajaan. Tapi di bawah tekanan kaum militer dan bangsawan, yang lebih memilih Rinvea, akhirnya Raja menganugrahi gelar Perguruan Terpilih pada Rinvea. Tapi hal itu sama sekali tidak menghentikan kebencian Rinvea pada Landross.
Dari sudut pandang Klan Landross, mereka malah tidak ambil pusing soal apakah mereka jadi Perguruan Terpilih atau bukan. Itu sama sekali bukan hal yang besar. Kehidupan yang tenang dalam pengabdian mereka menjaga dan melestarikan Hutan sebagai Pemburu dan Penjaga, dihidupi oleh hasil hutan: bulu-bulu terbaik, kayu wangi, rempah, daun perak, ekor rubah putih, dan juga Bulu Pusaka dari Burung Surgawi Baljalak, sudah cukup bagi mereka. Mereka membenci Rinvea hanya karena sikap mereka yang kasar, sombong, dan serakah. Selalu mencari onar dan ketenaran dengan pemaksaan.
Hubungan yang buruk ini dipaksakan dalam persekutuan yang rapuh ketika perang saudara ini meletus. Udina dikirim untuk memimpin dua regu Pemburu untuk membantu Pangeran Pertama, dan begitu juga dengan Rinvea yang mengerahkan 100 kesatria berkuda mereka. Kedua tim dari perguruan rival ini berbagi tenda bersama beberapa lusin Pengejar Mimpi yang disewa oleh pasukan Sulran.
Klan Landross segera mengasingkan diri mereka dari pergaulan dalam tenda itu. Menyukai ketenangan dan kesunyian, sementara Landross memanfaatkan kesempatan itu untuk bersosialisasi sambil menjelek-jelekkan para Pemburu.
Efek domino dari peristiwa kecil itu terasa begitu pahitnya sekarang. Kelompok yang terdiri dari berbagai Pengejar Mimpi bayaran, Rinvea, dan Landross itu seharusnya menyerang Wander bersamaan. Rencana telah disusun rapi di mana Pemburu Landross akan memanjat tembok dan mencari posisi strategis di sekitar pemuda itu. Tapi, ketika mereka menyerang dan hampir melumpuhkan Wander, yang lainnya tidak muncul membantu! Mereka hanya berdiri di sisi dan tertawa saja melihat para Pemburu kemudian diluluhlantakkan Wander.
Ia sudah dikhianati sampai terdesak begini rupa!
Menambah minyak ke dalam api kemarahan yang sudah begitu besar, ia sekarang melihat bahwa empat tim lainnya, rupanya hanya mengirimkan ketuanya masing-masing, bukannya mengerahkan seluruh anggota untuk menghabisi Wander. Apa mereka sudah gila?
Pemuda ini terlalu berbahaya untuk diremehkan!
Musuh yang sedang mereka kepung itu mencuri pandang ke belakang, sebelum mendadak menerjang ke depan begitu cepat!
Arnoss tertawa melihat Wander menerjang ke depannya! Ia menepuk tunggangannya dan mendadak hewan itu mendoncang ke depan dengan sebat, dengan seluruh terjangan berat badan dan kaki-kaki kuda itu ke kepalanya, akan tetapi, pemuda itu seperti buta.
Ia terus menerjang ke depan!
*
Dalam yang terkelam ada putih
Dalam yang terputih ada hitam
Dalam pasukan terutuh ada benih perpecahan
Apalagi faksi yang berbeda?
Kepentingan adalah racun perpecahan
Belati yang mengancam dari belakang
Kemenangan hasil menginjak sekutu...