"Shan, kamu jadikan nganterin bekal buat Papa kamu?" tanya Mamanya Shanie pada Shanie. Ia baru selesai menyiapkan bekal, untuk suaminya yang akan lembur.
"Iya, sekalian mau periksa restoran aku Ma." Shanie duduk di salah satu kursi makan yang ada di hadapan Mamanya.
Mamanya mengukir senyum, dan mendorong bekal yang sudah siap untuk di bawa kehadapan putranya "Mmm, oh ya. Katanya Papamu juga mau investasi di Restoran mu itu."
"Mmm, sebenarnya gak usah. Aku belum memikirkan hal itu, karena masih baru takutnya ...."
"Memulai bisnis itu harus yakin dan soal rugi dan untung itu hal biasa dalam berbisnis" Sela Mamanya dengan nada bijak.
"Iya sih." Shanie mengangguk setuju.
"Makanya kamu harus pintar dalam mengelola dan memanfaatkan celah dan peluang yang ada." Nasihat Mamanya dengan tulus.
"Iya, entar aja bahasnya Ma. Aku duluan Assalamu'alaikum," ujar Shanie sembari mencium tangan ibunya, sebelum pamit pergi.
"Wa'alaikumsalam, anak itu." Mamanya hanya bisa menggeleng melihat putra semata wayangnya buru-buru pergi.
***
Di lain sisi, Yshikha memasuki sebuah kafe yang tak jauh dari kantor milik keluarga Wiratma berada.
"Hmm, katanya kalau lagi galau minum secangkir kopi itu bisa bikin tenang," gumam Yshikha saat kakinya melangkah memasuki kafe itu. Ia sebenernya tidak terlalu percaya dengan kata orang itu, tapi untuk kali ini ia akan mencobanya.
Ia beneran merasa butuh sesuatu hal, untuk menghilangkan kegalauannya. Entah ini wajar saja bagi remaja sepertinya, atau tidak ia tidak ambil pusing akan hal itu.
Yang dia mau saat ini, adalah melupakan semuanya dan berusaha mengubah dirinya menjadi pribadi yang tak tahu apa-apa. Atau paling tidak, Ia bisa menghibur dirinya sendiri.
"Mas, Coffee creamy latte nya satu," kata Yshikha, memesan langsung pada barista kafe yang tengah membelakanginya. Ia sedikit mengerutkan keningnya, karena merasa familiar dengan siluet pria itu. Tapi, ia memilih diam dan tak menerka-nerka.
Dengan perlahan si barista itu membalikan badannya, dan menatap Yshikha sebagai pelanggan dengan senyuman ramah.
Untuk beberapa saat, keduanya saling tertegun. "C..... Chynshi"
"Radit, loe?" tanya Yshikha, barengan dengan Raditya teman barunya di sekolah. Yshikha sedikit menggelengkan kepalanya dengan senyuman kecil, Ia tengah memuji nalurinya. Karena telah memberikan sedikit pengarahan, kalau ia mengenal sosok pria itu.
"Ya ampun, jadi loe kerja disini?" lanjut Yshikha bertanya, dengan nada ramahnya. Ia juga tidak lupa mengukir senyum, seolah-olah ia sedang baik-baik saja. Tapi nyatanya, senyuman itu tampak benar-benar buruk ketika matanya tampak terlihat sedikit sembab.
"Hmm, iya gue kerja disini." Raditya mengangguk dengan senyumannya, sebelum mengalihkan topik pembicaraan "Oh ya, tadi loe pesen apa?" tanyanya, setelah beberapa saat Ia memperhatikan raut Yshikha yang jelas tengah berduka. Namun, Pura-pura bahagia. Tapi, ia tidak menanyakan atau berkomentar.
"Ah loe, gimana sih jadi barista kok budeg amat," omel Yshikha dengan senyuman, yang mana itu adalah candaan. Sebenarnya, Ia lakukan untuk menghibur dirinya. Ya walaupun itu sia-sia sih.
"Ok, gue minta maaf." Raditya berkata pasrah, Ia adalah orang yang suka mengalah jika berhadapan dengan wanita.
"Inget ya, Coffee creamy latte," ulang Yshikha dengan sedikit tegas, yang di balas anggukan dan senyuman kecil Raditya. Pria itu sedikit menggelengkan kepalanya, dan diam-diam memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada gadis itu.
Raditya segera membuatkan pesanan kopi Yshikha.
"Oh ya, loe cari duduk dulu kek. Kasian gue liat loe berdiri terus di sana." Raditya sedikit menoleh pada Yshikha. Disela ia membuatkan pesanan, gadis itu.
Yshikha sedikit terperanjat, dengan ucapan Raditya. Tapi, ia segera menetralkan ekspresinya dan segara menjawab.
"Ok, aku duduk di sana ya, dekat pintu masuk," balas Yshikha sembari beranjak ke meja yang ditunjuknya.
Raditya, sedikit menoleh melihat kemana gadis itu pergi. Sebelum kembali fokus pada pekerjaannya.
"Tuan muda, itu pacarnya ya? Cantik dan sederhana. Tuan dan Nyonya besar pasti menyukainya," kata salah satu pelayan dengan antusias, namun disampaikan lewat bisikan.
Raditya mengukir senyuman dan menjawab "Dia teman baruku di sekolah baruku."
Raditya Lalu pergi meninggalkan pelayan itu, untuk mengantarkan secangkir kopi untuk Yshikha. Ia adalah bos di sini, tapi ia bersikap seperti barista dan pelayan kafe biasa.
Raditya tidak perduli, dan tidak tahu apa yang sedang dipikirkan salah satu bawahannya itu.
"Tuan muda, hari ini benar-benar berbeda. Apa karena bertemu gadis itu?" Gumam pelayan pria yang ditinggalkan Raditya, yang ternyata itu adalah asisten pribadi Raditya. Ia adalah orang yang paling dekat dengan Raditya, sehingga wajar dia begitu memahami dan mengerti pergerakan atasan mudanya itu.
"Ini dia kopinya, Nona. Selamat menikmati," Raditya berujar dengan ramah dan senyuman, saat menaruh cangkir kopi dihadapan Yshikha yang sudah menanti pesanannya datang.
"Waah daebak, kamu menyajikan pesanan dalam waktu yang sangat singkat." Puji Yshikha dengan tulus dan senyuman, tapi sorot matanya masih menampakkan kesedihan
Raditya yang merasa ia masih bari dengan gadis itu, berusaha until tidak ikut campur.
Ia membalas dengan senyuman dan berpamitan "Aku harus melayani para pengunjung, kamu lanjutkan menikmati kopinya."
"Mm sayang sekali ya, apa kamu tidak bisa duduk sebentar dan menemaniku ngobrol?" Yshikha seolah tengah meminta, dan Raditya orang yang sangat sulit menolak orang lain. Ia tersenyum dan menarik kursi dihadapan Yshikha.
"Aku temani, tapi hanya sebentar ya?" Raditya menaruh nampannya di atas meja, di sampingnya.
"Mmm, iya iya. Kamu udah lama bekerja di sini?" Yshikha mulai mengintrogasi, dengan gaya bahasa mengimbangi Raditya yang bersikap sopan. Perlahan ia meneguk kopinya, setelah meniupnya sejenak.
Raditya sedikit mengangguk dan tersenyum, sebelum menjawab pertanyaan Yshikha "Lumayan, oh ya kamu datang kemari secara sengaja atau kebetulan sambil jalan?" Raditya balik bertanya setelah menjawab pertanyaan Yshikha. Ia sengaja mengalihkan topik pembicaraannya, dan Yshikha mengikuti topiknya.
"Ya, sebenarnya aku sedang jalan-jalan dan kebetulan lewat kafe ini," jelas Yshikha jujur dan pada akhirnya mereka ngobrol.
Skip ...
Yshikha keluar dari kafe itu, dengan raut yang lumayan tampak lebih baik. Ia sedikit melupakan masalah kegalauannya, setelah sedikit ngobrol dengan teman barunya itu. Ia menyetujui pendapat orang, yang mengatakan bahwa kopi bisa menenangkan. Ya walaupun nyatanya, gak sepenuhnya.
Ia berjalan dengan langkah santainya menuju mobilnya yang terparkir dengan cantik, di pelataran parkiran kafe milik Raditya itu.
Namun langkahnya harus terhenti, saat sebuah suara memanggilnya dari arah samping.
"Yshi?"
Secara naluriah, Yshikha menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara itu datang. Ia segera mencari sosok yang memanggilnya itu, sampai akhirnya Ia melihat seorang pria setengah paruh baya tersenyum dan menghampirinya.
Dengan ramah Yshikha mengukir senyumnya dan mendekati orang itu, balas menyapanya. "Eh Om Wira, apa kabar om?" sapa Yshikha saat keduanya saling berhadapan, dan dengan sopan menyalami tangan pak Wira tak lupa mencium punggung tangan pria itu.
Wira, maksudnya Wiratma.
Wira tersenyum dengan ramah, dan menjawabnya "Alhamdulillah baik, Nak. Gimana dengan Yshi?"
"Alhamdulillah Yshi juga baik om" Jawab Yshikha
"Syukurlah, kamu sendirian aja?"
"Iya om, om belum pulang?"
"Belum, shi. Om mau lembur, cuma om mau ngopi dulu disini."
"Mmm begitu ya om, Semangat ya om. Jangan lupa jaga kesehatan" Ucap Yshikha dengan tulus.
"Wah kamu pengertian sekali, makasih ya Shi. Bagaimana kabar sekolahmu? Dan Om denger beberapa hari yang lalu kamu nganterin Shanie pulang ya?"
"Bukan apa-apa om, sama-sama. Baik om, oh iya itu ... Itu karena aku tidak sengaja membuatnya terluka. Maafkan Yshi ya om?" Yshikha sedikit tidak enak dan merasa bersalah dan tanpa sadar hatinya kembali merasa sakit.
"Gak pa-pa, cowok dah biasa luka dikit. Dia baik-baik aja kok." Ia tersenyum lembut.
"Ya sekali lagi Yshi minta maaf ya om,"
"Iya gak pa-pa, terus gimana sekarang hubunganmu dengan Shanie?" Ia mulai menatap Yshikha dengan tatapan serius.
"Ah? Shanie? Hahah kami baik-baik saja Om." Yshikha sedikit terperanjat mendengar ayah pria itu menanyakan hubungannya dengan pemuda itu.
"Bukan maksud om, kamu udah jadian sama dia?"
"Ah? Tidak om kami hanya teman saja. Lagian kami sebentar lagi ujian. Jadi ...." Yshikha mengantung kalimatnya
"Iya iya om mengerti." Wira mengangguk tanpa memperpanjangnya.
"Ya sudah kalo begitu, Yshi pamit duluan ya om? Gak Pa-pa kan?"
"Iya iya hati-hati ya dijalan"
"Iya om terimakasih"
"Gadis itu, sangat manis dan ramah. Hum semoga saja dia adalah mantuku. Ya Allah aku minta dan berharap dia adalah jodoh putraku" Gumam Wira sebelum beranjak masuk kedalam kafe itu.
***
Sementara disisi lain, Shanie yang baru sampai ke kantor papanya segera mengantarkan makanan yang dibawanya ke ruangannya setelah mengetahui bahwa papanya sedang keluar. Lalu kembali setelah mengirimkan pesan kepada papanya..
Seperti tujuan awalnya, Ia menuju Restorannya ....
Sedangkan Yshikha, memilih langsung pulang setelah membeli beberapa makanan buat orang-orang di rumah.
Ia sedikit lega dan merasa sudah tidak apa-apa, walaupun sebenarnya terasa masih sesak.
Sementara dirumahnya ... Tepatnya diruang tamu, Rayhan dan teman-temannya asyik mengobrol dan kadang-kadang memasukkan Yshikha dalam obralan mereka. Kecuali, Arpan yang hanya acuh dan kadang menanggapinya jika perlu ... Selebihnya dia hanya menjadi pendengar ....
"Eh Ray," panggil Dimas pada Ray yang tengah asyik main ponsel.
"Ya Dim?" Ia sedikit mendongak lalu kembali lagi pada layar ponselnya.
"Adek loe, berubahnya jauh banget ya? Tambah cantik," lontarnya, dengan sedikit bergumam saat mengatakan kalimat terakhir.
Rayhan membenarkan duduknya, lalu menaruh ponselnya dan menatap temannya. "Iya begitulah, dia sangat sederhana sekarang."
"Btw, si chika napa kek abis nangis tadi?" timpal Revan, tampak penasaran.
Rayhan sedikit merenung sebelum menjawabnya, "Gue kurang tahu, tapi setahu gue dia tuh anaknya ceria banget. Mungkin, bertengkar sama si fuckboy gadungan." Rayhan gamblang, dan diam-diam dia juga memikirkan adiknya itu.
"Pacarnya?" sahut Arpan tiba-tiba, membuat ke-6 temennya menatapnya intens. Pria itu hanya, mengedikkan bahu lalu kembali fokus pada layar ponselnya.
Ke-6 temannya termasuk Rayhan saling pandang satu sama lain, lalu saling mengedikkan bahu.
"Gue kira, loe tuh udah melayang masuk ke ponsel," cerca Gavin pedas pada Arpan yang hanya diam dan dibalas gelak tawa oleh ke-5 temannya.
Hahahhahhahh ....
Tap tap tap
Tawa mereka terhenti saat, suara langkah kaki ringan mendekati mereka. Dan tak lama pemiliknya sudah berdiri, dengan dua buah kantung plastik hitam berukuran sedang ditangan kanannya.
"Nah," ujar Yshikha dengan ramah, saat menaruh satu kantung plastik berisi bakso didalamnya di atas meja hadapan mereka.
"Bakso Mang Ashok, dijamin enak," tambahnya saat orang-orang di sana masih diam melongo.