Chereads / Menikahlah denganku / Chapter 28 - MD 28 - Seorang pasti suami ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya

Chapter 28 - MD 28 - Seorang pasti suami ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya

Hari masih pagi saat Randy datang ke rumah Bian, Bi Atik mempersilakannya untuk menunggu karena Bian masih di kamarnya. Randy tersesnyum-senyum membayangkan apa yang terjadi pada Bian.

Secangkir kopi hitam dihidangkan Bi atik kepada Randy. Tak lama kemudian Randy melihat Bian menuruni tangga menuju ke arahnya, di belakang Bian tampak Mumut yang berjalan malu-malu mengikutinya.

Keduanya kemudian duduk di hadapan Randy, ia tersenyum menggoda Mumut membuat gadis itu makin tersipu,

"Wah, pengantin baru jam segini baru turun dari kamar,"

Bian hanya tersenyum kecil sambil melirik ke arah Mumut dan menemukan semburat merah di pipinya yang membuatnya makin cantik.

Randy tersenyum melihat interaksi mereka, dia maklum pada sikap Mumut yang malu-malu bagaimanapun status Bian dan Mumut sangat jauh karena Bian adalah pemimpin tertinggi di kantornya sementara dia hanyalah orang kecil yang seringkali tidak dianggap ditambah lagi tak pernah ada interaksi diantara keduanya selain sapaan Mumut kepada tuannya yang seringkali tidak ditanggapi.

Hal itu yang tentunya membuat Mumut kesulitan untuk berkomunikasi sedang Bian juga orang yang tak banyak bicara kecuali dia sudah benar-benar akrab dengannya

Randy mengeluarkan sebuah goodie bag dan menyerahkannya pada Bian, Bian menerima goodie bag itu dan mengeluarkan isinya, sebuah ponsel dari merk terkenal keluaran terbaru berada di genggamannya.

Bian mengeluarkan ponsel itu dari boksnya , menghidupnya dan meminta Mumut mengambil ponselnya yang jatuh kemarin, Setelah Mumut menyerahkan ponselnya, Bian segera mengeluarkan simcardnya dan memasukkannya ke ponsel yang baru. Setelah memasukkan nomornya dan membuat misscall ke ponselnya sendiri Bian menyerahkan ponsel itu kepada Mumut.

" Aku sudah menulis nomorku di situ, kamu bisa menelponku kapanpun kamu mau,"

Mumut hanya memandang ponsel itu dengan skeptis, ponsel itu terlalu bagus dan mewah untuknya. Dia jadi ingat kata-kata Yeni waktu menjenguk ibu ke rumah sakit yang mengatakan kalau dia menjual dirinya pada orang kaya, kalau dia memakai ponsel itu pasti akan menguatkan dugaan mereka walau dalam hatinya Mumut juga merasa dia menyerahkan hidupnya pada Bian,

Tangan Bian masih terulur ke arahnya, Randy menatap keduanya dengan tegang.

"Terlalu bagus." desis Mumut, nadanya terdengar cemas.

Bian dan Randy saling berpandangan.

"Seorang pasti suami ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya," Bian berkata dengan lembut.

Lelaki itu kemudian mengambil tangan Mumut dan meletakkan ponsel tersebut ke tangan Mumut. gadis itu tersipu saat merasakan tangannya teraliri listrik saat tangan mereka bersentuhan, ia menatap Bian dan menemukan lelaki itu sedang menatapnya juga. Randy hanya memperhatikan mereka.

" Eh, ada Randy. Sudah sarapan belum, Ran. Ayo sarapan bareng," kehadiran Mama ke ruangan itu memecahkan suasana sepi diantara mereka.

"Makasih, tante." jawab Randy dengan sopan.

"Ayo bareng-bareng saja, ini pengantin barunya juga belum sarapan padahal butuh makan banyak karena semalam tenaganya pasti sudah terkuras," kata Mama sambil tertawa.

Bian tersenyum kecut sementara Mumut merasa pipinya makin panas.

Keempatnya memasuki ruang makan kemudian sarapan sambil berbincang, Mumut lebih banyak diam karena dia tak begitu paham dengan topik pembicaraan mereka, sesekali dia tersenyum ketika cerita mereka lucu.

Hari ini rencananya Mumut dan Mama akan mengantar ibu melakukan kontrol di Rumah sakit, jadi setelah Bian berangkat ke kantor bersama Randy, kedua perempuan itu segera bersiap.

Sebuah ambulans datang untuk menjemput ibu, tadinya Mumut berniat menemani ibu di mobil ambulans tapi ibu memintanya untuk menemani mama di mobil sementara dia ditemani Perawat Muna.

Akhirnya Mumut diantar Pak Arya ke rumah sakit bersama Mama.

Kondisi ibu memang belum terlalu baik kemarin ibu dibawa pulang ke rumah Bian untuk menyaksikan pernikahan putri sewayangnya, Ibu sangat bahagia melihat Mumut menikah dengan Bian, lelaki itu tampaknya sangat menyayangi anaknya, ibu juga senang karena Mumut mempunyai ibu mertua yang yang memperlakukannya seperti anak sendiri.

Ibu kembali di tempatkan di paviliun, seorang dokter memeriksanya dan meminta ibu untuk melanjutkan pengobatan dan perawatannya dengan rawat inap sehingga dokter bisa memantau kemajuan pengobatannya,

Pada saat yang sama mama juga menerima panggilan telepon, mama segera mengangkatnya, tampaknya telepon itu berasal dari salah satu koleganya. Cukup lama mama berbincang di telepon sebelum akhirnya menutupnya. Mama kemudian pamit untuk menemui koleganya. Mama berpamitan pada ibu, kemudian memeluk Mumut dengan erat dan mencium pipinya sebelum meninggalkan tempat ini bersama pak Arya.

Mumut memandangi ponselnya, mengetuk sebuah kontak dan terlihat nama Bian tertulis di sana. sejenak Mumut ragu untuk mengetuknya