Kuceritakan kepada Jenifer apa yang terjadi pada malam itu. Sungguh, aku tidak bisa tidur semalaman karena terus memikirkan kenapa lelaki itu mengetahui namaku. Kita bahkan tidak pernah bertemu sebelumnya.
"Jangan-jangan dia stalker? Tapi masa sih pria seperti dia punya sisi yang begitu." Jenifer mulai mengatakan hal-hal yang tidak masuk akal. "Dia tau namamu, terus dia tau di mana kamu tinggal, dan dia juga tau nomor kamarmu. Kalau tidak, kenapa dia bisa pindah berada di sebelah kamarmu."
"Jangan berbicara seperti itu, kamu menakutiku tau." Jenifer tertawa. Dasar teman yang satu ini, tidak bisa membantu malah menambah beban.
"Sekarang masih belum jam 9, kamu mau ke cafe itu lagi?" Kupincingkan mata saat Jenifer mengajak untuk pergi ke tempat itu lagi.
"Enggak mau."
"You serious Kay? Aku akan pergi bersama Sally sebentar lagi."
"You gonna leave me?"
"Lah, kan sudah kuajak, jadi mau ikut atau tidak?" Jenifer terlihat kesal saat melihatku yang plin-plan. " Yasudah la, aku ikut."
Saat memasuki cafe itu, sudah banyak orang yang mengantri untuk memesan, padahal ini masih pagi. Dan, mataku mencari-cari lelaki yang membuatku penasaran.
"Dia tidak ada di sini." Benar kata Jenifer, lelaki itu tidak ada. Barista sekarang yang sedang membuat kopi itu bukan lelaki yang ingin kulihat. Sepertinya aku sudah gila, padahal baru bertemu semalam, kenapa aku malah sangat ingin menemuinya. Saat setelah mengambil pesananku, aku langsung menyusul Jenifer dan Sally.
"Bagaimana? Kamu terlihat kecewa kan?" Jenifer mengatakan itu setelah dia meneguk satu tegukkan kopinya.
Kuhiraukan candaan Jenifer dan segera minum kopi yang sudah dipesan. Setelah itu, kami kembali ke kantor bersama-sama.
Saat aku sibuk membuat rancangan baju, tiba-tiba Jenifer berteriak memanggilku. "KAYYY!!! Kamu sudah lihat beritanya?" Kata Jenifer panik.
"Berita apa?" Aku terlihat kebingungan saat melihatnya lari menuju ke tempatku sambil berteriak.
"You know, Ryan.. Ryan Wade. Dia kembalii!!" Saat Jenifer menyebut namanya, mataku membesar seketika dan jantungku rasanya seperti berhenti berdetak sebentar.
"Are you serious?" Kutanya sekali lagi agar memastikan hal yang baru kudengar. Jenifer menggangguk cepat.
"Kenapa dia kembali?"
"Kamu belum baca berita yang ada di HP ya? Katanya, Ryan yang akan menjadi CEO dari perusahaan ayahnya." Kubuka HP ku dan memastikannya. Detak jantungku semakin menjadi-jadi saat kucoba membuka beberapa artikel. Sudah banyak berita yang beredar di semua situs media sosial. Tentang kembalinya Ryan Wade yang akan menjadi CEO untuk menggantikan ayahnya. Ada beberapa artikel yang mengatakan bahwa itu masih hanya rumor, dan selain itu, rumor yang lain adalah Ryan Wade kembali untuk menikah dengan Cristie, anak tunggal dari keluarga Han yang sekarang ini memiliki bisnis yang hampir sama dengan keluarga dari Ryan Wade.
"Cristie Han, wanita blasteran yang pernah ikut sesi foto bersama kamu kan?" Jenifer terlihat mengiyakan apa yang kutanyakan.
"Ayahnya orang Korea, dan ibunya orang Amerika, dan anaknya sendiri, cantik sekali. Saat aku ikut pemotretan dengannya, semua orang terlihat terpana dengan kecantikannya. Tidak heran jika wanita sepertinya ikut menjadi model." Jenifer menjelaskan lebih detailnya. "Kamu tidak apa-apa kan Kay?" Tanya Jenifer khawatir.
"Ah, tidak kok, aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir seperti itu. Ryan hanyalah masa laluku." Kukatakan sambil tersenyum pahit. Setelah kubaca artikel bahwa Ryan akan menikah, itu membuat hatiku galau sebentar. Aku tidak mengerti apa yang terjadi padaku. Padahal, aku sudah berusaha untuk melupakannya dengan kepergiannya. Tetapi, kenapa dia kembali lagi disaat aku mulai perlahan melupakannya? Semakin aku memikirkannya semakin moodku tidak bagus.
"Baiklah, jangan berpikir terlalu banyak. Tidak baik untuk kesehatanmu. Nanti sore, aku akan mengantarmu pulang." Kulihat Jenifer berjalan pergi meninggalkanku.
***
Didalam perjalanan pulang, aku hanya terdiam. Tidak seperti biasanya, Jenifer dan aku kadang membicarakan banyak hal. Tetapi, kali ini aku hanya duduk diam dan Jenifer fokus dengan jalannya. Sepertinya Jenifer mengerti dengan keadaan moodku. Maka dari itu dia sengaja untuk tidak mengajakku mengobrol terlebih dahulu.
"Thanks Jeni, lain kali akan aku traktir makan siang deh." Kulambaikan tanganku dan melihat mobil Jenifer menghilang dari hadapanku.
Saat lift yang ingin kumasuki telah terbuka, aku melihat lelaki itu sedang berdiri di dalam. Lekaki dengan mata biru itu. Mata kami bertatapan dan segera kuahlikan pandangan mataku secepatnya. Kupikir dia hendak keluar, ternyata dia hanya tetap berdiri di dalam. Di dalam lift, hanya ada kita berdua. Lelaki itu berdiri di sampingku.
"Kamu tau tempat makan yang enak disekitar sini?" Aku menggangguk.
"Kenapa?"
"Maukah kamu menemaniku malam ini? Aku masih belum tau daerah sini. Maukah kamu? Akan aku traktir makan malam sekalian nantinya."
"Kenapa aku?" Kutanya padanya kembali.
"Karena kamu tetanggaku." Jelasnya. "Jadi? bagaimana? Maukah kamu menemaniku?" Saat kulihat dia terlihat memohon, aku tersenyum sedikit dan "Oke.. Tapi, biarkan aku mandi dulu bagaimana? Kamu mau menunggu?" Kulihat dia mengangguk dan tersenyum ramah.
Sebenarnya, hari ini aku sudah tidak ingin melalukan aktivitas lain setelah pulang kerja. Tetapi, entah kenapa saat lelaki itu mengajakku, aku tidak bisa menolaknya. Aku cepat-cepat mandi dan segera turun ke bawah lobby. Lelaki itu sedang menungguku di bawah lobby.
"Apa yang kamu sukai? Kamu suka steak? Atau pizza? Atau burger? Atau spagetti?"
"Ayo kita makan apapun yang ingin kamu makan. Kamu tunggu di sini, akan kubawa mobilku ke depan." Kulihat dia pergi menjauh dan aku keluar ke tempat perberhentian mobil.
Saat ada mobil sedan berwarna putih di depanku, dia membuka jendela dan menyuruhku untuk masuk.
"Hei, kita bahkan belum berkenalan." Kukatakan pada saat aku sudah berada di dalam mobil.
"Benarkah, tapi aku sudah tau namamu."
"Tapi aku belum tau namamu."
"Begitukah? Apa yang ingin kamu makan?"
"Terserah padamu. Bukankah kamu yang ingin makan?"
"Tidak apa-apa, akan kumakan apapun apa yang kamu inginkan sekarang."
"Benarkah? Kalau begitu ayo kita makan pasta yang ada di simpang jalan itu." Kutunjukkan arah restoran yang ingin kita datangi. Setelah dia memakirkan mobilnya, kita berdua masuk ke dalam dan memesan makanan.
"Kenapa kamu tau namaku?" Kutanya padanya setelah pelayan restoran pergi.
"Oh itu, sebelum aku pindah, aku lihat Madam yang tinggal di satu lantai denganmu terus menyebutkan namamu." Jelas lelaki itu.
"Kenapa dia menyebut namaku?" Kutanya dengan serius.
"Entahlah, tapi yang kudengar dari Madam itu, kamu itu temenan dengan model."
"Ohh.. Jadi, Siapa namamu??"
"Ah maaf, aku terlambat memperkenalakan diri." Dia memajukan tangan kanannya seolah untuk bersalaman denganku. "Louis Winter." Kusalam tangannya dan menyebutkan namaku. "Kay Renna."
"Winter? Kamu lahir di musim dingin? Atau.."
"Itu nama belakang keluargaku." Aku mengiyakan apa yang dia katakan.
***
Setelah kami makan bersama, aku menyuruh Louis untuk segera pulang karena besok aku harus kembali bekerja. Maka dari itu, aku harus segera pulang dan beristirahat. Dia terlihat mengerti dan segera menuruti permintaanku.
"Jadi, Ms Kay Renna, terima kasih sudah mau menemaniku hari ini." Ucapnya saat aku hendak berjalan ke arah kamarku.
"Just Kay. Dan terima kasih sudah mau mentraktirku. Kapan-kapan akan kubalas." Kami kembali masuk ke kamar masing-masing.
Segera kubasuh wajahku, gosok gigi dan mengganti pakaian tidurku. Saat aku hendak tidur, tiba-tiba ada notif SMS yang masuk. Pada awalnya aku tidak tau siapa yang mengirim pesan padaku malam-malam. Tapi saat kulihat isi pesannya, dapat aku pastikan bahwa dialah yang mengirimnya.
'Hei Kay, it's me. How are you?'.
Ini dia, Ryan. Mantan pacarku dulu yang ketahuan selingkuh. Aku sangat ingin membalasnya, tapi egoku mengatakan untuk menghiraukannya dan kembali tidur.