"Masih bisa lari dong!" Ucap Ayah Cheng Zhiyan sambil mengelus-elus dagunya. "Dulu saat aku kuliah, aku jadi juara 1 lomba lari sprint se-jurusan loh." Lanjut ayah Cheng Zhiyan dengan bangga.
"Itu kan belasan tahun yang lalu, kamu jangan mempermalukan Xiaotu." Zhou Yue tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tenang." Ucap ayah Cheng Zhiyan seperti sedang berjanji.
Saat mereka sedang asyik bercakap-cakap, Cheng Zhiyan melihat paprika hijau yang di mangkuknya dan mencari kesempatan untuk membuangnya.
Beberapa hari kemudian. Saat ayah Cheng Zhiyan sedang tidak ada pekerjaan, dia berlari menggendong Xiaotu mengelilingi perumahan. Meskipun hanya berlari kecil dan sebentar saja, namun kalau tidak latihan akan membuat paha menjadi kram.
Hari Jumat, langit biru cerah seluas lautan. Awan-awan putih yang melayang di langit bagaikan marsmellow.
Xiaotu berdiri dengan gelisah di lapangan sekolahnya. Melihat sekeliling saat memastikan apakah ayah Cheng Zhiyan sudah datang atau belum.
Ayah Cheng Zhiyan yang sedang bersiap untuk pergi dari kantor dan baru saja berjalan sampai pintu, tiba-tiba seorang karyawan menghentikannya. "Direktur Cheng, anda akan pergi kemana?" Tanya karyawan.
Ayah Cheng Zhiyan menoleh ke arah karyawan. "Aku harus pergi, ada sedikit urusan." Jawab ayah Cheng Zhiyan.
"Anda akan pergi sampai pukul berapa Pak? Nanti pukul 15.00 pengawas kota akan datang untuk melakukan investigasi. Anda jangan sampai lupa, ya." Ucap karyawan mengingatkan ayah Cheng Zhiyan.
"..."
Ayah Cheng Zhiyan menggaruk-garuk kepalanya. "Pengawas kota akan datang? Ada urusan apa? Kok saya belum diberitahu?" Tanya ayah Cheng Zhiyan.
"Saya juga baru saja menerima kabar ini, Beliau ingin memeriksa rencana pekerjaan tahun depan." Jawab karyawan itu. "Ini pak teks pidatonya, tolong bapak baca-baca terlebih dahulu." Ucap karyawan sambil menyerahkan teks pidato kepada ayah Cheng Zhiyan.
"..."
Ayah Cheng Zhiyan mengulurkan tangannya dan menerima berkas itu, kemudian menundukkan kepala dan mombalik-balik berkas itu. Berkas itu terlihat tebal, mungkin ada puluhan halaman.
Tapi dia juga harus segera datang ke sekolah Xiaotu untuk menghadiri perlombaan.
"Pak Xu kemana? Tolong katakan kepadanya untuk menggantikan saya." Ucap ayah Cheng Zhiyan sambil mengembalikan teks pidato itu ke tangan karyawan dan terus berjalan keluar kantor.
"Maaf, pak. Wakil Xu sedang cuti liburan hingga Senin depan." Ucap karyawan sambil mengejar ayah Cheng Zhiyan yang masih terus berjalan dan dengan cepat menghadangnya. "Direktur Cheng, anda akan pergi berapa lama? Anda tidak boleh melewatkan kesempatan ini. Kami masih melakukan perbaikan di beberapa sekolah. Kami juga memerlukan izin dari mereka."
"..."
Mendengar itu, ayah Cheng Zhiyan langsung mengangkat kepalanya dan melihat jalanan di luar kantor. "Kali ini saya harus pergi ke sekolah anakku untuk menghadiri pekan olah raga, saya sudah berjanji padanya, mana mungkin saya tidak datang." Ucap ayah Cheng Zhiyan dengan ragu-ragu.
"Tenang, pak! Anak anda sekolah dimana? Kalau begitu saya akan mencari orang untuk menghubungi salah satu guru. Aduh, direktur Cheng. Pengawas kota ini memang terlalu mendadak. Kami juga tidak bisa menolaknya. Hal ini benar- benar merepotkan Anda." Ucap karyawan penuh rasa sungkan.
"..."
Ayah Cheng Zhiyan menarik nafas dalam-dalam dan melihat arlojinya yang sudah menunjukkan pukul 13.30. Pekan olahraga akan segera dimulai. Kalau ayah Cheng Zhiyan segera pergi kesana dan secepatnya kembali pasti waktunya cukup.
"Aku tahu, berikan teks pidatonya padaku. Akan kembali sebelum pukul 3." Ucap ayah Cheng Zhiyan sambil mengambil teks pidato dari karyawannya, lalu menggulungnya dan memasukkan ke dalam tasnya.