Chereads / Sistem Teknologi Gelap / Chapter 125 - Aku Mau Segera Tidur…

Chapter 125 - Aku Mau Segera Tidur…

Semuanya terkejut.

Tidak bisa percaya dengan apa yang terjadi di depan mata mereka.

Tidak ada satu pun yang berani angkat bicara.

Hening, hening sekali, suasana sangat canggung. Bahkan tidak terdengar sedikit pun suara.

Setelah beberapa menit, seorang pria tua memecah keheningan.

Pria tua itu berdiri dan bertepuk tangan.

Plok! Plok! Plok!

Suara tepuk tangan terdengar, mulai dari baris depan, dan perlahan-lahan menyebar ke barisan belakang.

Semakin lama, suara tepuk tangan menjadi semakin keras.

Plok! Plok! Plok!

Tidak hanya suara tepuk tangan…

Teriakan, siulan, dan pujian terdengar dari para mahasiswa yang duduk di belakang ruangan.

Mahasiswa Princeton, maupun para mahasiswa luar negeri yang jauh-jauh datang kemari…

Saat ini…

Mereka yang ada di ruangan itu telah menjadi saksi sebuah momen bersejarah!

Sebuah pertanyaan besar dalam dunia matematika telah terselesaikan hari ini.

Bersamaan dengan itu…

Seorang jenius telah bergabung dalam dunia matematika.

Suara tepuk tangan terus bergema dalam ruangan tersebut.

Bahkan, suara itu terdengar dari lorong di luar.

Sosok yang berdiri di dekat podium, anggota penyelenggara yang hendak mengingatkan Luzhou tentang waktu, juga ikut bertepuk tangan walaupun ia tidak mengerti apa yang terjadi.

Temannya yang berdiri di sebelahnya menyentuh pundak anggota penyelenggara itu dan berkata, "Kalau kamu memutuskan untuk menghentikannya, mungkin kamulah yang akan mencetak sejarah dalam dunia matematika."

"Sejarah apa?"

"Pembunuh Inspirasi, pekerja magang bernama George telah menghentikan jalan seorang jenius."

"Jangan sampai hal itu terjadi, Pak Francis akan membunuhku."

Francis adalah kepala Asosiasi Matematikawan Negara, seorang pria tua ramah yang selalu berbicara dengan perlahan-lahan.

Terkadang, pria tua itu datang dalam acara seperti ini.

Pembicaraan mereka berdua tenggelam dalam suara tepuk tangan yang meriah.

Di bawah podium…

Di balik suara tepuk tangan keras itu, Wei Wen hanya bisa menatap rumus-rumus yang tertulis di papan dengan pandangan tidak percaya. "... Sudah selesai?"

Jadi, ini musuhnya? Saingannya?

Ini saingan yang ingin ia kalahkan di Amerika Serikat waktu itu?

Ia masih ingat kekalahannya di lomba model komputer beberapa waktu lalu, dan ia berharap akan mengalahkan saingannya itu di Amerika Serikat suatu hari nanti. Tak disangka, ia bertemu saingannya di Princeton, dan kejadian ini membuatnya merasa…

Sebal?

Tidak juga…

Heran?

Sedikit, sih…

Ia merasa bahwa saingannya itu sudah berjalan jauh, menembus langit, dan pergi ke dunia yang berbeda.

Semua pencapaian akademik-nya, mulai dari pencapaian nilai tertinggi pada tes masuk universitas, pemenang medali emas dalam Olimpiade Matematika Internasional, pujian-pujian dari teman-teman sekelas bersama dengan orang-orang di sekitarnya… Semua itu tidak akan bisa mengangkatnya untuk bersaing dengan sosok yang baru saja mencetak sejarah.

Ia sudah kehilangan lawan yang hebat.

Bukan karena ia sudah menang secara tidak langsung, tapi…

Karena lawan hebatnya itu sudah berlari dan meninggalkan Wei Wen jauh di belakang.

Profesor Wang yang terus menatap rumus-rumus di papan mengangguk perlahan saat mendengar pertanyaan para mahasiswa yang duduk di sisinya.

Dengan nada senang dan mata berbinar-binar, pria tua itu berkata, "Sudah terjawab!"

Dunia ini masih memiliki hal-hal yang hebat…

Dengan penuh haru, pria tua itu mengambil keputusan.

Saat ia pulang, hal pertama yang harus ia lakukan adalah memberi surat rekomendasi untuk mahasiswa berbakat ini agar berpartisipasi menjadi kontestan Program Sepuluh Ribu Talenta!

Tunggu. Tidak, ia memutuskan untuk menulis surat itu saat kembali ke hotel, sebelum pulang ke China.

Selain itu, ia akan mendapatkan tanda tangan Profesor Tang dan dosen-dosen lainnya.

Umur? Kualifikasi? Syarat akademik? Semua itu tidak penting, talenta seperti ini adalah sebuah pencapaian besar, jauh lebih besar daripada kebanyakan mahasiswa S3 yang menjadi partisipan program tersebut. Berapa orang di dunia ini yang bisa meraih pencapaian hebat dan mencetak sejarah seperti ini? Jika Luzhou tidak diterima, mereka sudah membuang seorang mahasiswa berbakat!

Memang, China membutuhkan sesuatu seperti Penghargaan Fields versi lokal.

....

Pria tua itu melihat masa depan pada bakat mahasiswa yang berdiri di panggung tersebut.

Luzhou telah menjadi sosok yang meninggalkan jejak berharga, sosok yang tidak akan dilupakan dalam waktu lama.

Soal masalah plagiarisme?

Hah! Ada setidaknya dua orang editor jurnal matematika tahunan yang duduk di tempat ini, dan jika ada yang berani melakukan itu, mereka adalah orang bodoh yang tidak pantas berkontribusi dalam jurnal akademik!

Setelah menyelesaikan presentasi itu, Luzhou turun dari panggung dengan ekspresi kelelahan, dan ia tidak ingin melakukan apapun selain kembali ke hotel dan tidur. Ia ingin menyelesaikan hal-hal lainnya besok saja.

Namun, satu hal yang jelas, ia telah meremehkan betapa besar kontribusinya dalam dunia matematika, dan kesan yang ia tinggalkan pada mahasiswa Princeton, beserta para mahasiswa lain yang menonton presentasi tersebut.

Saat ia hendak keluar, para penonton berlari mendekatinya.

Banyak sekali orang mengepungnya, seperti penonton yang mengelu-elukan seorang juara dunia Super Bowl. Jika saja tempat ini adalah lapangan terbuka, mungkin saja ia akan dilemparkan ke langit.

"Hei, Kak! Tadi itu hebat sekali! Kamu terlihat sangat keren saat menuliskan barisan rumus terakhir! Lakukan sekali lagi, aku ingin mengambil foto!"

"Kakak tampan, boleh minta nomor teleponmu? Tulis saja di tanganku."

"Tunggu, biarkan aku foto dulu! Aku dulu! Sialan, jangan dorong aku!"

Suara-suara keras itu membuat Luzhou tersadar.

Jujur saja, mereka sangat antusias, hingga Luzhou merasa sedikit takut.

Siulan dan permintaan foto bersama sih tidak apa-apa, tapi ada yang sampai memeluknya…

Bahkan, seorang mahasiswa dari Amerika Latin tidak sengaja menamparnya saat mengambil foto.

Sebenarnya tidak apa-apa, sih…

Tetapi, mereka menjadi semakin berani, dan Luzhou menjadi semakin panik.

Parahnya lagi, mereka tidak sopan sama sekali! 

Melihat Luzhou yang malu, mereka menjadi semakin berani.

Ia memang tampan, tapi semua ini terlalu berlebihan.

Sebuah keberuntungan ciuman pertamanya tidak diambil oleh kerumunan ini. Tapi, di sisi lain, rambutnya jadi berantakan…

Yah, ciuman pertama lebih penting daripada rambutnya.

Dia akan rugi besar jika ciuman pertamanya dibuang di sini!

...

Luzhou segera keluar dari gedung universitas, melewati Bundaran Palmer, dan pergi ke hotel. Saat ia hendak masuk ke elevator, tiba-tiba seseorang mendekat dari belakangnya.

Saat Luzhou berbalik, ia melihat sosok itu sedang menatapnya.

Luzhou berdehem dan terdiam, "Aku sebenarnya mau saja menandatangani foto, tapi demi hubungan bilateral China dan Perancis, bagaimana kalau tidak sekarang?"

Molina mengernyitkan alisnya, melipat tangan, dan masuk tanpa menghiraukan perkataan Luzhou. Saat di dalam, gadis itu memegang lengan kiri Luzhou dan menekan angka 5, "Kamarku nomor 707, kamu mau ke mana?"

"30… Hei, tolong tekan tombol lantai 3." Luzhou berkata lalu berdehem.

Luzhou hampir saja mengatakan nomor kamarnya.

"Di lantai 3, ya?" Molina memandang layar nomor lantai pada elevator, "Sudah terlewat, bagaimana kalau kamu ke kamarku dulu?"

Luzhou menggeleng, "Tidak, aku lelah, aku ingin tidur."

"..." Molina hanya terdiam mendengarnya.

Kemudian terdengar suara yang menandakan bahwa elevator sudah sampai di lantai 7.

Melihat lift masih bergerak naik, Luzhou berjalan keluar sesaat, dan menekan tombol turun.

Molina memandang Luzhou dan berusaha menahan tawa, "Apa semua orang China rumit sepertimu?"

Luzhou menggeleng, "Tidak, aku hanya tidak mau mendiskusikan soal matematika untuk sementara."

Molina mengernyitkan alisnya, "Dari mana kamu mendapat kesimpulan bahwa aku ingin mendiskusikan matematika denganmu?"

Luzhou tersenyum bangga dan menjawab, "Tentu saja aku tahu, mata seseorang dapat menjelaskan banyak hal. Kamu mengajariku hal ini, kan?"

Molina hanya diam, tidak tahu harus menjawab apa.

Melihat kantung mata Luzhou yang gelap, Molina mengambil satu pak tisu basah dan memberikannya pada pria itu.

"Tisu basah?" Ujar Luzhou.

Molina tersenyum, "Di wajahmu ada setidaknya tiga bekas lipstik. Apa kamu butuh cermin?"

Tunggu, apa-apaan?!

Luzhou terdiam dan menerima tisu itu, kemudian segera mengelap wajahnya yang tampan.

Benar saja, ada bekas merah pada tisu tersebut.

"Tidurlah, jangan sampai lupa datang dalam acara penutup dan pesta malam." Molina berkata, "di pesta malam nanti, kamu akan menjadi tamu kehormatan."

Tanpa menunggu jawaban Luzhou, wanita itu langsung berbalik dan pergi.