Kamar asrama laki-laki, ruangan nomor 201.
Di bawah lampu, Liurui tampak sedang mengerjakan soal-soal. Ia tiba-tiba berhenti menulis lalu mengarahkan pandangannya ke arah pintu kamar asrama. Ia lalu bertanya dengan acuh tak acuh. "Mengapa ia belum juga kembali?"
Huang Guangming, si ahli bermain Dota yang sedang duduk di atas tempat tidur pun menyahut, "Tidak tahu. Kenapa kamu begitu peduli dengan urusan orang lain? Apakah kamu gay? Sobat, kamu itu menggelikan!"
"Turunlah! Sialan!"
Liurui pun mengumpat. Ia kemudian melompat lalu memegang tangga dan menggoyangkan tempat tidur. Sama sekali tak mempedulikan telepon seluler Huang Guangming yang berdering. Guangming kemudian memegang susuran tangga untuk memohon.
"Kakak Liu, Kakak Liu, aku bersalah, aku bersalah! Jangan goyang! Celaka! Aaa..."
Sebenarnya tidak ada satupun yang celaka karena tempat tidurnya merupakan kasur dua susun. Ada begitu banyak buku dan baju terletak di dalam lemari dan bisa menahan seluruh tubuh Liurui. Jadi mustahil untuk membalik kasur sebesar itu.
Kamar 201 memang selalu berisik.
Pada saat ini, Shishang yang sedang mempelajari ulang Bahasa Inggris tiba-tiba mengangkat kepalanya dan berkata dengan nada dingin. "Ngomong-ngomong, ia tidak bekerja paruh waktu belakangan ini. Tetapi malam ini aku sama sekali belum bertemu dengannya. Ia sepanjang hari berada di perpustakaan, mungkin…"
"Mungkinkah?" Liurui mengangkat telinganya.
"Apakah kamu membicarakan tentang pacar?" Shishang bertanya dengan nada yang tidak pasti.
"..." Liurui hanya terdiam sama seperti Huang Guangming
"..."
"Hei, mengapa kalian diam saja?" Tanya Shishang yang merasa canggung. Liurui dan Huang Guangming saling berhadapan lalu bertukar pandangan. Mereka kemudian menatap Shishang.
"Feige." Kata mereka dengan serius.
"Apa-apaan, kalau kalian memanggilku Feige lagi, kalian semua akan celaka!"
"Feige, kami ini adalah anggota Departemen Matematika." Kata Huang Guangming dengan serius.
"..."
Shishang tidak mengatakan apapun, namun tiba-tiba matanya berlinang air mata.
Proporsi jumlah pria bujangan di Departemen Matematika adalah yang tertinggi di Universitas Jinda. Mahasiswa jurusan teknik yang lain masih bisa memilih mahasiswi yang paling cantik di sini. Tetapi jika ingin mendapatkan mahasiswi cantik di Departemen Matematika yang ada di Universitas Jinda, takutnya itu hanyalah ketua kelas yang sedang memakai pakaian wanita.
Bagi para mahasiswa dari jurusan lain, ketika mereka mendengar sebutan Departemen Matematika, maka reaksi pertama mereka adalah: "Oh, para gerombolan bujangan.""Apakah mereka pernah jatuh cinta?" atau "Apakah mereka masih bujangan?". Secara umum, para gadis tidak begitu suka berbicara dengan orang-orang yang tidak emosional, karena para gadis tidak suka merasa sendirian.
Jika seseorang begitu tampan, gagah dan pandai bermain basket, serta sejajar dengan Liu Chuanfeng, lalu mengapa orang itu sampai sekarang masih bujangan?
Oh, kenyataan itu memang sangat kejam.
Shishang lalu mengangkat kepalanya ke atas.
Kemudian Luzhou secara kebetulan kembali ke kamar asrama. Ia membuka pintu sambil tersenyum.
"Kalian sedang apa? Aku mendengar Guangming menangis sambil menjerit-jerit saat sedang berjalan di koridor."
Huang Guangming menjadi terlihat serius saat melihat kedatangan Luzhou. "Sobat, aku ingin menanyakan sesuatu yang serius padamu dan tolong jawab dengan jujur."
"Apa?"
Shishang dengan serius berkata, "Apakah kamu punya pacar?"
Luzhou dengan tidak sabar berkata, "Ada. Aku punya dua orang pacar! Apakah kamu cemburu? Apakah kau mau kupinjami satu?"
"Pergi!" Kata ketiga teman sekamar Luzhou dalam waktu yang bersamaan.
Hal tersebut membuat Luzhou terkejut. Ia tidak menduga bahwa mereka begitu kompak. Luzhou kemudian bertanya, "Memangnya apa yang sedang kalian pikirkan? Aku sedang membicarakan tentang aljabar tingkat dua dan pembagian dua. Aku sudah mencatatnya dan kalian boleh meminjamnya jika kalian ingin lihat. Tetapi jangan lupa mengembalikannya kalau sudah selesai."
"..."
"..."
"..."
Hei.
Sepertinya meragukan.
...
Pada pagi hari, Luzhou bangun seperti biasa. Ia mencuci muka dan menggosok gigi, lalu pergi menuju kafetaria sambil membawa buku catatannya.
Kantin baru saja buka dan di aula hanya terdapat sedikit orang.
Luzhou kemudian berjalan masuk. Ada aroma roti segar yang baru saja keluar dari oven, serta aroma adonan bisa tercium dari jauh.
"Bibi, aku ingin beli tiga buah roti dan segelas susu kacang kedelai. Aku mau semuanya dibungkus!"
"Baiklah! Kamu datang pagi lagi rupanya. Bibi akan memberikanmu yang besar."
"Terima kasih, Bibi!"
Luzhou sangatlah ramah, baik terhadap teman sekelas ataupun guru. Ia bahkan juga ramah kepada orang asing.
Ini merupakan hal yang diajarkan oleh ayahnya. Jika berbuat baik dengan orang lain, maka ia tidak akan pernah menderita.
Tentu saja, kata-kata tersebut tidak selalu benar. Ayahnya telah menjadi pekerja di pabrik besi baja selama bertahun-tahun. Beliau telah menderita begitu banyak kerugian. Dan Luzhou sendiri, walaupun ia mempraktikkan ajaran ayahnya untuk selalu bersikap ramah, tetapi terkadang ia tidak bisa mengendalikan perkataannya dan mengatakan kata-kata yang tidak seharusnya.
Roti telah dibungkus dan Luzhou pun mengambil kartu makan, lalu menempelkannya pada mesin pembaca kartu.
Namun pada detik berikutnya, ekspresinya berubah menjadi heran.
[Jumlah saldo tidak mencukupi]
Bibi penjaga kantin tersenyum saat melihat ekspresi Luzhou. Bibi tersebut lalu berkata, "Tidak apa-apa. Kamu bisa menggunakan uang. Bibi bisa memberikan uang kembalian untukmu."
Luzhou lalu meraba-raba saku dan mengeluarkan dompetnya.
Akan tetapi dompetnya kosong. Di dalamnya hanya terdapat kartu bank. Sedangkan telepon seluler Xiaomi-nya juga sedang ia charge di dalam kamar asramanya sehingga ia tidak bisa menggunakan kode QR untuk membayar.
Apakah bisa membayar dengan kartu bank di kantin ini? Pikir Luzhou.
Sistem…
Apakah poin yang aku peroleh bisa digunakan untuk membayar?
Luzhou bertanya dalam hati. Tetapi sayangnya sistemnya tidak menghiraukannya sama sekali.
Lalu, sebuah suara terdengar berdering. Mesin pembaca kartunya tiba-tiba berdering.
Hal terebut membuat Luzhou tiba-tiba menolehkan kepalanya. Ia lalu melihat seorang mahasiswi berponi sedang tersenyum padanya sambil memegang kartu pembelian makan di tangan kanan. Hal ini membuat Luzhou menjadi sedikit berdebar.
"Hai, selamat pagi."
"Selamat pagi…." Balas Luzhou sembari menganggukan kepalanya.
Orang ini…Siapa dia? Tanya Luzhou dalam hati.
"Kamu keterlaluan, kamu bahkan tidak mengenaliku!" Chen Yushan bisa melihat dengan sekilas bahwa Luzhou tidak bisa mengenalinya. Hal ini membuat gadis itu cemberut.
"Uh, maaf…. Terima kasih sudah menolongku. Apakah kamu ingin meminta WeChat-ku?"
"Tidak usah, hanya 2 yuan 5 fen saja. Kamu tidak perlu menggantinya. Lagipula kita juga sudah bertukar WeChat." Ujar Chen Yushan sembari tersenyum. Ia kemudian mengulurkan tangan kanannya dan berkata, "Namaku Chen Yushan. Aku berasal dari Sekolah Bisnis. Adik kelas Luzhou bisa memanggilku Senior Chen."
Luzhou tidak mengerti mengapa Chen Yushan begitu bersikeras menyebutnya sebagai adik kelas. Ia juga tidak mengerti mengapa ia menambahkan kata adik sebelum kata kelas. Luzhou benar-benar tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Hanya saja…
Ada sesuatu yang telah berubah!
Chen Yushan hari ini memakai celana jeans pendek yang membuat pahanya bisa terlihat oleh orang lain, dan sepasang sepatu sandal. Ia mengenakan T-Shirt berwarna putih yang memiliki kerah dengan desain geometris. Wajahnya diberi sedikit riasan dan bibirnya berwarna merah cerah. Dan yang paling utama adalah, Chen Yushan melepas kacamata bundarnya. Mungkinkah ia sedang menggunakan lensa kontak?
Ketika melihat Luzhou terdiam di sana, Chen Yushan merasa sedikit bangga. Sebenarnya, teman-teman sekamarnya bersusah payah untuk mendandaninya hingga membuatnya merasa kesal. Tetapi sekarang ia langsung merasa bahwa waktu yang telah ia habiskan untuk berdandan ternyata tidak sia-sia.
Tentu saja, itu juga karena ia sekarang berada dalam kondisi yang baik. Biasanya ia selalu berpakaian kasual.
Jika orang lain mencoba untuk berdandan, mereka belum tentu bisa berubah menjadi secantik Chen Yushan.
"Ada apa, adik kelas?" Tanya Chen Yushan sembari menaruh anak rambutnya ke belakang telinga dan melihat Luzhou dengan tatapan penuh arti. Sebenarnya apa yang ingin Chen Yushan katakan pada Luzhou melalui tatapannya?
Luzhou terdiam beberapa saat, lalu melihat Chen Yushan dari atas ke bawah. Ia sedang menerka-nerka maksud tatapan Chen Yushan. Tetapi ia menyerah lalu berkata, "AC di perpustakaan sangat dingin. Kalau kamu berpakaian seperti itu, nanti kamu bisa masuk angin."
"..."
Ucapan Luzhou barusan membuat Chen Yushan tiba-tiba merasa bodoh.
Luzhou telah memakan salah satu dari tiga rotinya. Ia menyimpan kedua roti yang lain ke dalam kantong plastik lalu menatap Chen Yushan yang sedang menyeruput mie. Gadis itu tahu kalau Luzhou sedang melihatnya dengan rasa penasaran, tetapi ia tidak mengatakan apapun dan fokus menghabiskan makanan. Karena membuang-buang makanan itu tidak baik.
Keduanya menghabiskan makanan mereka bersama-sama, lalu mereka pergi ke perpustakaan.
Setibanya di perpustakaan, Chen Yushan duduk di sebelah Luzhou lalu membuka buku latihan dan mengerjakannya dengan serius.
Sementara itu, Luzhou mengambil Laptopnya dan melanjutkan untuk mengedit makalahnya dengan cermat.
Rumus perhitungan yang kemarin ditunjukkan oleh Profesor Tang memberikan inspirasi pada makalahnya. Dengan semangat bagaikan besi yang panas, ia memilih bagian yang terpenting dari argumennya, lalu menuliskannya ke dalam makalah yang sedang ia buat.
Dalam hal ini, hanya ada tiga kesulitan yang perlu ditangani Luzhou agar makalahnya bisa selesai saat akhir bulan.
Peninjauan jurnal SCI itu sangat lambat. Bahkan badan penerbitan jurnal berkualitas rendah seperti AMC juga lambat dalam melakukan peninjauan jurnal.
Lagi-lagi waktu berjalan begitu cepat. Pagi sudah berlalu menuju siang.
Setelah sepanjang pagi mengerjakan soal-soal, Chen Yushan meluruskan pinggangnya dan melihat Luzhou yang duduk di sebelahnya. Ia kemudian berdiri dan dengan lembut menusuk lengan Luzhou.
"Adik kelas, apakah kamu mau pergi makan siang bersama?" Tanya Chen Yushan.
Sepertinya Chen Yushan begitu gemar menggunakan kata adik kelas.
Luzhou pun merasa ragu lalu menggelengkan kepala. "Tidak usah. Aku masih belum lapar, lebih baik senior pergilah makan terlebih dahulu."
Pada hari Minggu ini, pengurus kartu makan ikut libur, sehingga Luzhou tidak bisa mengisi ulang kartu makannya. Selain itu, telepon selulernya juga tertinggal di asrama. Bukankah itu hal yang memalukan jika ia harus menggunakan kartu makan milik orang lain?
"Apakah kamu tidak memiliki saldo di dalam kartu makananmu? Kalau begitu aku akan mentraktirmu makan." Ajak Chen Yushan lagi.
Luzhou pun menelan ludah dan memikirkan nasi dengan daging panggang yang ada di kantin.
Pada akhirnya, keinginannya untuk makan mengalahkan rasa sungkannya. Luzhou pun mengangguk dengan malu-malu. "Kalau begitu… aku ikut. Lain kali aku akan mentraktirmu."
Lagipula roti yang Luzhou beli tadi pagi juga sudah dingin.
"Ah, aku akan mengingatnya. Mari kita pergi, sebelum kantin semakin ramai." Chen Yushan pun bangkit berdiri seraya tersenyum lebar. Wajahnya pun tampak bersemangat. Dalam hati ia menggumamkan beberapa kata-kata.
Bagaimana dengan IQ? Apakah masih tidak bisa dikalahkan oleh pesona kakak kelas yang dewasa dan anggun.
Namun Luzhou yang mengikutinya berjalan keluar dari perpustakaan sama sekali tidak terlihat bangga, karena pada saat ini ia sedang memikirkan masalah yang serius.
Apakah aku harus memakan yang rasa kumin?
Atau yang rasa lada hitam? Pikir Luzhou.