Kisahku bukan tentang hidup bahagia yang mudah. Selalu ada pengorbanan untuk meraih apa yang kau inginkan. Baik itu usaha, harta, atau dedikasi, setiap hal memiliki harganya sendiri.
Namun, tidak semua hal di dunia ini harus selalu diberi harga, itu hanyalah hasil dari pemikiran manusia.
Dan dalam hidupku, untuk mendapatkan cinta sejati, aku harus mengalami patah hati.
Beberapa orang mungkin meremehkan hal itu, dan menganggap itu hal biasa, namun perasaan itu sangat berat untuk orang yang mengalaminya.
Bahkan alasanku pergi sejak petang ke bukit adalah untuk menangis sekuat tenaga.
Aku tidak bisa melakukannya di rumah karena suara sekecil apapun yang kubuat di rumah akan terdengar oleh keluargaku. Yah, itu hanya rumah kecil yang memiliki dinding dari anyaman bambu, memang kualitas apa yang kau harapkan darinya?
Adalah hal konyol untuk menganggap menangis adalah tindakan memalukan. Aku setidaknya ingin menampar orang yang mengatakan itu sekali.
Menangis bukan tanda kelemahan, namun itu adalah cara untuk mempertahankan mental tetap kokoh dan segera menghilangkan perasaan yang menumpuk di hati.
Meskipun aku diminta untuk menjadi pacar palsu, hatiku begejolak dengan perasaan yang campur aduk, sedih dan senang.
Ayolah, setidaknya berikan hatiku sedikit waktu untuk menenangkan diri.
Jika aku harus menganggap tindakan ini adalah untuk kebaikan, maka ini adalah jalan yang paling menyakitkan.
Bagaimana perasaanmu ketika harus mendekatkan orang yang kau sukai dengan orang lain secara suka rela?
Sejujurnya, itu sangat berat, aku tidak bisa berharap untuk tidak terluka, tapi ini adalah keputusan yang telah aku ambil.
…
Hingga hampir siang hari, aku belum mendapatkan balasan dari Arin.
Karena itu, aku memutuskan untuk berangkat sendiri dengan sepeda ontel milikku lebih awal.
Aku tidak bisa berharap ini akan menjadi perjalanan yang cepat seperti sebelumnya, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan tentang itu.
Mungkin sudah satu jam sejak aku mulai mengayuh sepeda, aku akhirnya sampai. Syukurlah aku masih mengingat jalan yang ditunjukkan Ayu dulu.
Ketika aku sampai, aku langsung disuguhi pemandangan yang membuat dadaku sesak.
Di teras panti asuhan, Arin sedang mengobrol dengan bahagia bersama Bayu yang merupakan orang yang disukai Arin.
Luka di hatiku kembali muncul, perasaan yang tidak menyenangkan ini mulai meracuni pikiranku.
Ahh, aku ingin pergi saja dari tempat ini. Aku ingin pergi dan meninggalkan kebahagiaan mereka.
Aku bahkan belum pernah melihat Arin yang tersenyum begitu tulus seperti itu. Tidak pernah meskipun kami telah menjadi teman sekelas selama dua tahun.
Aku perlahan mundur dan menarik sepedaku pergi sambil memastikan mereka tidak menyadariku. Namun Arin menyadariku dan segera memanggilku.
Aku tidak punya pilihan lain selain mendekati mereka.
Arin memperkenalkanku, "Kak, ini cowok yang aku bicarakan. Kenalkan, ini Satria, pacarku"
Ahaha… aku tersenyum kecut. Dalam kondisi normal, seharusnya aku bahagia mendengarnya. Namun, pada saat ini kalimat itu terasa seperti menaburkan garam di atas luka.
Aku ingin menangis, tapi aku harus bertahan di sini.
Aku hanya mampu tersenyum sambil menahan tangisku. Aku dan Bayu saling bersalaman.
Perkenalan kami terasa canggung, mungkin karena aku fokus menahan air mata jadi tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Namun, ada sesuatu dari orang ini yang membuatku tidak nyaman.
"Mari masuk," ajak Arin.
"Kalian duluan deh, aku di sini sebentar," jawabku.
Keduanya masuk terlebih dahulu.
Ah, aku tidak tahan lagi.
Ketika keduanya telah pergi ke dalam, aku mulai mengusap air mataku yang mulai jatuh. Aku tidak ingin seseorang melihatku, setidaknya aku harus menyelesaikan ini.
Ah, aku ingin pulang dan segera mengakhiri ini, namun aku tak bisa.
"Eh, Satria?"
Pada saat yang paling tidak terduga, aku bertemu dengannya. Gadis yang hampir sepenuhnya merebut hatiku dengan penampilan yang hampir sempurna. Ayu!
Ayu kelihatannya baru sampai dan tengah membawa beberapa barang di tangannya.
Aku memalingkan wajah secepatnya.
"Kenapa kamu nangis?"
"Aku enggak nangis! Mataku kemasukan debu"
"Oh, coba sini kulihat"
Aku menggeleng cepat sambil terus membelakanginya.
"Hei! Cepetan hadap sini!"
Aku dengan keras kepala terus menggeleng dan menolak.
"Uh, dasar keras kepala!"
Ugh, aku merasakan cengkraman kuat di kepalaku. Ayu memutar paksa kepalaku ke arahnya.
Dari mana dia mendapatkan semua kekuatan itu?!
Aku menghadap Ayu secara langsung, wajah kami begitu dekat hingga aku bisa mencium aroma wangi dari rambut dan pakaiannya. Matanya tampak cerah dan bibir yang sedikit lembab.
Astaga, aku bahkan tidak tahu apakah itu karena make up atau penampilan natural darinya. Kesampingkan wangi tubuhnya, kecantikan darinya adalah sesuatu yang alami.
Wajah kami begitu dekat hingga hampir terlihat hendak berciuman. Namun jari lembut Ayu sedang sibuk memeriksa kelopak mataku.
"Hmm, sepertinya tidak ada debu"
Maaf sudah berbohong.
…
Arin sedang berbincang dengan santai bersama Bayu di dalam panti asuhan.
Arin secara tidak sengaja melirik ke arah pintu masuk. Di sana, Satria dan Ayu berdiri saling berdekatan, mereka juga mengobrol dengan riang.
Namun… ada sesuatu.
(Perasaan aneh apa ini?)
Melihat keduanya bersama mulai membuat Arin merasa sedikit terganggu. Ini bukan cinta atau kebencian, namun sesuatu yang lain.
Rasanya seperti ada sesuatu yang teriris pelan-pelan di dalam hatinya.
(Ahh, sepertinya aku masih merasa bersalah pada Satria. Aku tahu bahwa dia menyukaiku sejak dulu, namun aku selalu memanfaatkan kebaikannya. Betapa jahatnya aku)
Meskipun begitu…
(Maaf, tapi tidak ada yang bisa aku lakukan. Aku bukan gadis yang kuat seperti Risa, atau mental kuat seperti Ayu, aku hanya memiliki pesona yang sedikit di atas mereka. Tidak lebih dari itu)
Hampir dalam segala aspek, Arin kalah dari keduanya.
(Kupikir setidaknya aku harus membalas kebaikanmu suatu saat nanti. Seharusnya menjadi pacar aslinya selama beberapa bulan sudah cukup, tapi maaf aku menyeretmu dalam lubang yang penuh luka lagi tanpa sempat membalas kebaikanmu)
Menjadi pacar palsu dengan Satria adalah pedang bermata dua dalam rencana Arin.
Itu akan membantu dirinya untuk mengenal tentang perasaan Bayu yang dia sukai. Di sisi lain, ini juga menguntungkan Satria dengan cara yang berbeda.
Seharusnya seperti itu, namun Satria masih belum mendapat keuntungan apapun. Dalam hal ini, dia terus dirugikan meskipun melakukan kebaikan secara sukarela.
Ini mungkin sedikit kejam dan berat bagi Satria, namun hanya inilah cara yang bisa diambil Arin untuk menunjukkan balas budi padanya.