"Ini adalah saat yang sudah ku tunggu tunggu setelah ini kalian pasti tau aku adalah yang terhebat." Jawab hati diriku dengan semangat yang membara.
Saat ini semua siswa-siswi sedang menunggu pemanggilan kelompok seleksi tahap 2 yang akan disampaikan oleh wali pendaping dan wakilnya. Setelah lama menunggu akhirnya diriku mendengar nama ku dipanggil, sontak aku menjadi gembira dan ternyata kelompok itu juga membuat dia semakin percaya diri akan keberhasilan yang ingin ia raih.
"Kelompok G : 1. Ferdana Ridwan."
Diriku pun maju kedepan untuk melihat siapa yang menjadi wali pendamping dan wakilnya sambil menunggu orang lain di panggil ke kelompoknya.
Diriku kaget bukan kepala, melihat Tubuh yang tinggi dengan badan yang berisi, penuh wibawa, dan juga lelaki yang hebat. Siapa sangka yang menjadi wali pendamping ku adalah Kepala Sekolah SMA Cahaya Bulan itu sendiri.
"Wah bapak Kepala Sekolah ternyata juga ikut menjadi wali pendamping!" Seru Ridwan. Namun Kepala Sekolah menghiraukan perkataan Ridwan, dan melanjutkan memanggil siswa-siswi yang akan masuk ke kelompok G.
"2. Michael Raphael."
Tinggi rata rata namun ditutupi oleh topinya yang terlihat mahal, baju jas hitam khas bangsawan terlihat di mata, dan berkulit putih khas orang eropa. Itulah yang aku liat saat Michael melewati diriku dengan langkah yang santai.
Diriku menjadi sangat panas karena melihat pesaing lain yang akan bersaing dengan diriku untuk merebutkan masa depan yang sukses. Saat itu pula aku menyapa Michael dengan bahasa inggris agar lebih mudah dimengerti olehnya.
"Hai, my name is Ridwan. Nice to meet you."
Dengan sapaan yang biasa di dengar banyak orang, ridwan mengangkat tangan kanannya sambil menawarkan berjabat tangan denganya. Saat itu juga michael menoleh dan mengeluarkan kata kata yang membuat Ridwan menjadi sakit hati olehnya.
"Saya bisa berbicara dengan bahasa indonesia, kau pikir aku sebodoh itu. Dasar orang miskin kau hanya beruntung dapat di terima di seleksi pertama, tetapi, keberuntungan mu akan segera habis dan kau akan lihat siapa yang akan menjadi pemenang."
Kasar, itulah yang aku lihat saat bertemu dengan Michael pertama kali. Sifat Michael yang sangat sombong akan membuat dirinya lebih cepat jatuh dari pada orang lain.
Dilain sisi Kepala Sekolah melanjutkan memanggil orang yang akan masuk ke kelompok G. "3. Zhafran Maulana."
Akupun terkaget setelah mendengar nama itu dipanggil, selang beberapa detik tiba tiba diriku dipanggil oleh seseorang dari kejauhan.
"Oi, Ridwan ini aku."
Orang itu pun mendekat dan tiba tiba memelukku, saat itu pula aku baru mengingat sesuatu, nama Zhafran Maulana tidak asing di telinganya. Akhirnya aku ingat bahwa Zhafran Maulana adalah sahabat aku dulu saat waktu kecil.
"Zhafran, sudah lama ya kita tidak bertemu."
Zhafran pun berhenti memeluk diriku, dan kami berdua langsung mengobrol akibat rindu saat saat bermain masa kecil dulu.
"Zhafran, tak kusangka kau ada disini."
Zhafran pun langsung menjawab sambil merangkul pundak Ridwan.
"Ya pastilah, SMA sekeren ini siapa sih yang gak mau mendaftar."
Ridwan pun mengkerut kan wajah, dan kembali bertanya mengenai kepergian teman dekatnya saat kecil dulu.
"Zhafran, bagaimana 3 tahun hidupmu bersekolah di Mesir."
Zhafran pun tersenyum lebar dan kembali menjawab, sambil menerangkan hal hal apa saja yang menarik di sana.
"Mesir itu luar biasa, disana semua orang mempunyai adab yang hebat, bukan hanya adabnya saja, makanannya semuanya enak enak. Yang lebih hebatnya lagi aku bertemu dengan idolaku ustadz Abdul Somad yang sedang mengambil pendidikan disana." Setelah mendengar jawaban Zhafran, Ridwan menjadi kaget sambil memuji Zhafran karena bertemu dengan idolanya.
"Luar biasa Zhafran, kau bahkan bertemu dengan idolamu yang luar biasa, itu baru sahabatku."
Setelah memuji Zhafran, Ridwan bertanya sekali lagi akan kenang kenangan yang terjadi saat sekolah dasar dulu.
"Zhafran apa kau masih ingat, saat kita masih SD kau adalah orang yang jahil, apakah kau masih ingat saat dimana kita berdua menangis akibat ulah jahilmu?"
Zhafran pun mengerutkan keningnya dan mulai memikirkannya, akhirnya, ia mengingatnya kembali.
"Ooohh... Kalau nggak salah waktu itu aku menusuk perutmu menggunakan jariku, dan kau kesakitan hingga menangis, aku pun berpikir bahwa apa yang ku lakukan itu sudah melewati batas. Akhirnya aku menangis meminta maaf kepadamu dan berjanji tidak akan melakukan hal itu lagi."
Mendengar jawaban Zhafran, Ridwan pun menjadi gembira karena sahabatnya masih mengingat kejadian yang sudah lama berlalu. "Zhafran tak kusangka kau masih mengingatnya padahal itu sudah lama sekali."
Tidak ada rumah yang terbaik selain kampung halaman mu sendiri, mungkin itu ungkapan yang Zhafran rasakan saat ini. Setelah itu mereka melanjutkan nostalgia hingga beberapa waktu berselang.
Zhafran memang sahabat terbaik Ridwan. Bukan hanya mereka, kedua orangtua mereka juga sahabat yang baik. Zhafran bertemu dengan Ridwan saat pemakaman kedua orang tuannya, saat itu Ridwan sedang menangis sambil berteriak.
"Mama, ayahku jangan dikubur, katanya mereka sedang tidur, jangan dikubur."
Pada saat itu juga Zhafran langsung menuju tempat Ridwan karena merasa kasihan, Zhafran pun mulai menenangkan Ridwan.
"Laki laki yang kuat tidak boleh menangis." Setelahnya mereka berdua menjadi akrab seperti tali yang terbuat dari baja yang tidak akan putus. Mereka berdua melewati pahit manis bersama, suka, maupun duka.
Zhafran merupakan anak yang hebat, mau dari segi akademik maupun non akademik. Terkadang Ridwan merasa iri oleh kehebatan dan keunggulan Zhafran, tetapi Ridwan adalah orang yang tak akan menyerah, dia akan selalu mengejar temannya untuk menjadi yang terdepan.
Tetapi mereka berdua akan segera berpisah karena orang tua Zhafran akan tinggal di mesir, pada saat itu Ridwan dan Zhafran telah mengambil hasil dari apa yang ia capai setelah 6 tahun bersekolah, Zhafran pun mendatangi Ridwan dengan berat hati karena sedih akan meninggalkan kawan terbaiknya. Akhirnya Zhafran mengajak Ridwan untuk duduk dan menceritakan semuanya dengan wajah yang tak rela.
"Ridwan, terima kasih telah menemaniku, membantuku, dan juga menjagaku. Aku harap kita tidak akan berpisah."
Setelah mendengar kata kata itu Ridwan langsung memotong pembicaraan dengan wajah marah.
"Zhafran, seharusnya aku yang berterima kasih bukan kamu, terus terang saja sebenarnya apa yang terjadi, mengapa kau mengatakan hal seperti itu? memang kita akan berpisah?"
Sedih, namun mau bagaimana lagi, akhirnya Zhafran memberanikan diri untuk mengatakan sebenarnya.
"Maaf Ridwan, aku akan pergi ke mesir untuk melanjutkan pendidikan, aku tahu ini pilihan sulit, tetapi aku sudah menemukan kepastian, walaupun itu pahit, aku harap kita tidak akan melupakan kenangan kenangan indah yang berharga saat kita kecil hingga masa yang akan datang."
Mata Zhafran berlinang air mata bagai tak rela akan meninggalkan sahabat terbaiknya, pada saat itu pula Ridwan mengatakan kalimat yang membuat Zhafran tidak sedih lagi.
"Laki laki yang kuat tidak boleh menangis, tidak apa kalau kau pergi, kau juga harus menjadi orang yang hebat dan sukses untuk membahagiakan orang tuamu, aku tidak akan melupakannya, ingat aku juga berjuang disini, mungkin nanti kita akan bertemu lagi."
Terima kasih jawab Zhafran, akhirnya mereka merelakan dan berpisah.
3 Tahun berselang dan akhirnya mereka berjumpa kembali. Mungkin ini bagaikan kejutan bagi mereka berdua. Tetapi masih ada kejutan lainnya yang menunggu untuk dibuka.