Chereads / Pulau yang Hilang / Chapter 48 - Laptop lama Andre

Chapter 48 - Laptop lama Andre

" Ya sudah, aku kembali ya. Aku terkejut saat kau tak ada di ranjang. Jadi aku segera kemari mencarimu", ucap Beno sambil keluar dari pintu kamar Dr. Ben.

Setelah mendapati Dr. Ben ada dikamarnya bersama Arash yang ia bebaskan, Beno kembali ke kamarnya. Tapi sebelum itu, ia menuju mejanya terlebih dahulu.

Tiba di mejanya, ia mengeluarkan pulpen dari sakunya yang tadi ia jadikan alasan pada Max. Desain pulpen itu terkesan mewah, berwarna hitam elegan. Sama seperti pulpen biasa, namun yang membedakan, pulpen milik Beno ini telah ia modif di bagian bawahnya. Ia tambahkan colokan usb lengkap dengan chip penyimpanan didalamnya. Ia copykan semua data bunker kedalamnya. Lalu kembali ke kamarnya.

Setibanya di kamar, Beno mengeluarkan laptop yang sepertinya sudah lama ada dikamar itu. Di dalam laci meja sebelah ranjangnya. Beno menemukannya saat pertama kali ia mendiami kamar ini. Diletakkanlah laptop berukuran 14 inch itu di atas meja disamping ranjang. Ia mengambil kursi yang selalu tergeletak di luar kamarnya sedari dulu. Duduklah ia diatasnya.

" Semoga saja ini masih berfungsi", ucapnya.

Ia mencoba menekan tombol power di antara semua tombol. Dan tak butuh waktu lama, laptop itupun melakukan booting. Kemudian menu-menu di layar pun tampil. Tapi.. Wallpaper disini,, seperti kalung milik Andre. Tapi tak apalah. Yang penting dia bisa menggunakannya.

Ia memasukkan chip tadi yang biasa ia sebut flashdisk pen ke port usb laptop itu. Dan, ya.. Ia bisa mengolah semuanya lewat laptop ini. Tanpa harus menuju ke mejanya di lantai atas.

Beno asyik mengotak-atik benda itu, bisa dibilang dia sudah menguasai sistem yang ada disana.

" Kamu lagi apa sih Ben? Itu laptop darimana?", tanya Andre yang baru saja bangun dari tidurnya.

" Dari sini", jawab Beno.

Andre terbangun dari tidurnya, mendekati Beno yang masih saja asyik dengan benda yang baru ia otak-atik. " Ini sepertinya laptop milikku waktu kecil", ucap Andre sambil melihat-lihat bagian laptop itu. Ia ingat dulu ia pernah menempelkan stiker namanya di bagian bawah laptop miliknya itu.

Ia mencoba membalik laptop itu, dan benar saja di bagian bawah laptop itu ada stiker bertuliskan " Andreas Maxendra ", itulah nama lengkap Andre.

"Itu milikku!", teriaknya kegirangan. Dilanjutkan dengan loncat-loncat di atas kasur.

Beno baru kali ini melihat Andre senang germbira girang seperti itu. Melihatnya loncat-loncat kegirangan, Beno hanya tersenyum.

Tiba-tiba Andre berhenti melompat-lompat, lalu mendekat ke arah Beno dan berbisik, " Kamu lagi ngapain pake laptop aku?".

" Aku pinjam ya? Aku butuh ini untuk menghentikan Max", rayu Beno padanya.

Beno hanya mengangguk sambil tersenyum lebar. Tanda 'iya' untuk Beno. Lalu ia hanya senyum-senyum sendiri. Jadi, itu adalah laptopnya yang tertinggal waktu di rumah orang tua angkatnya. Laptop itu hadiah ulang tahun Andre yang ke-9. Saat itu orang tua angkatnya begitu memanjakan Andre hingga ia dibelikan laptop dengan spek tinggi di usia 9. Tapi tak ingin sekedar bahagia sendiri, ia selalu berbagi laptop itu dengan adiknya, Max. Ia menginstall banyak game di laptop itu. Sering bermain game bersama Max. Dan banyak lagi.

Namun senangnya ia, Max masih membawa laptop itu selalu. Pesannya dulu pada Max kala Max ingin dibelikan laptop juga tapi tak kunjung dibelikan orang tua angkatnya, " Max, tak usahlah minta laptop, ini laptopku, laptop milikmu juga, kita ini saudara. Jaga ini baik-baik ya".

Andre hanya tersenyum sendiri mengingat hal itu. Ternyata Max masih menjaga pesannya. Tapi sayang sifat Max berubah. Itu yang membuat raut senyum Andre kembali datar.

Beno masih saja mengotak-atik laptop milik Andre itu. " Belum beres juga Ben?", tanya Andre yang sudah tak sabar ingin mengecek laptop lamanya itu, apakah masih seperti dulu? Atau tidak?.

" Bentar lagi, Dre. Sabarlah, ini juga buat rencana kita kan?", jawab Beno.

Andre kembali berbaring di ranjangnya. Menunggu Beno selesai mengerjakan tugasnya. Setengah jam dilaluinya. Hingga akhirnya Beno menyerahkan kembali laptop miliknya. Girangnya hati Andre menerimanya. Segera ia cek semua yang pernah menjadi kenangannya.

" Emang kenapa sih Dre, pengen buru-buru pake laptopnya?", tanya Beno.

Sambil menekan-nekan tombol dan mouse Andre menjawab, " Gak kenapa-napa, aku rindu aja sama laptop ini".

Tiba-tiba... Muncul peringatan..

21 mins (10%) remaining .......

Panik tiba-tiba melanda diri Andre. " Mana charger? Mana chargernya Ben?", tanyanya rusuh pada Beno.

" Mana kutahu", singkat Beno.

Andre mondar-mandir kesana kemari mencari charger laptopnya. Ke dalam lemari hingga masuk ke kamar mandi, tapi tak ada. Saat Andre mencari-cari di kamar mandi, Beno mencoba membuka laci meja tempat ia menemukan laptop itu. Dan charger itu memang ada disitu. Dengan segera ia menyambungkan charger ke aliran listrik tanpa sepengetahuan Andre yang masih mencari-cari itu di kamar mandi.

Saat Andre tak berhasil menemukannya di kamar mandi, ia kembali ke depan laptopnya dengan raut wajah kesal nan sedih. Murung terlihat dari wajah Andre. Kepalanya menunduk sedih.

" Dre? ", sapa Beno.

Andre hanya memalingkan wajahnya ke arah Beno. Wajahnya melas kasihan. Beno mengerti, laptop itu sangat berarti bagi Andre. Hingga Andre bersikap seperti itu.

" Pejamkan matamu, berdoa pada Tuhanmu, pinta chargerkan laptopmu itu", perintah Beno. Andre hanya mengikuti instruksi Beno. Menutup matanya. Dalam hatinya berdoa khusyuk.

" Lalu bukalah matamu. Dan lihatlah ke arah laptopmu", lanjut Beno. Andre kembali mengikuti perintah Beno. Matanya terbelalak senang, bibirnya mengembang, dan kembali memandang Beno.

" Beno!!!!", kesalnya sambil berlari ke arah Beno yang tengah duduk santai di ranjang, lalu Andre menindih badannya pelan. Memukulnya dengan bantal, seperti anak kecil yang tengah perang bantal dengan saudaranya. Beno membalas perbuatan Andre. Ia memukul Andre dengan bantal lain.

Titt..... Terdengar bunyi yang berasal dari laptop Andre. Suara itu membuat perang bantal antara keduanya terhenti. Dan segera melihat ke arah laptop itu bersamaan.

Beno segera mendekat ke arah laptop itu. Melihat apa yang terjadi padanya. Sebuah pesan masuk ke akun Max yang juga disadap oleh Beno. Saat Beno mencuri semua data milik bunker, didalamnya sudah termasuk data pribadi dari semua orang yang ada di bunker, begitu juga Max. Jadi Beno bisa tahu akun-akun yang Max gunakan, lalu ia menyadapnya tanpa bisa diketahui Max. Hebat sekali Beno.

Balik lagi ke pesan yang masuk ke akun Max. Ada sebuah pesan dari Kepala desa. Apa? Kepala desa? Apa kepala desa yang dimaksud adalah Kepala desa Siaga? Ayahnya Elia?

Isi pesannya, ' Saya meminta maaf pada Tn. Max sebelumnya, kami tidak bisa datang pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya, lusa. Disebabkan satu dan lain hal yang menyangkut desa kami. Saya benar-benar minta maaf sebelumnya. Tapi jikalau Anda mau, kami bisa datang minggu depan'.

Dan tiba-tiba sebuah pesan yang menandakan Max membalasnya ada di bawah kolom pesan dari Kepala desa. Ia menjawab, ' Sayang sekali. Tapi tak apa, saya akan coba kosongkan jadwal saya minggu depan. Saya berharap Bapak dan Elia bisa datang pada waktunya'.

Andre dan Beno yang telah membaca pesan itu saling memandang. " Kepala desa akan datang minggu depan!", jelas Andre lagi.

Beno mengangguk pelan dan berkata, " Kita bisa manfaatkan ini". Dalam benaknya tersusun sebuah rencana baru. Dan rencana ini bisa mempermudah rencana sebelumnya.