Chereads / Pulau yang Hilang / Chapter 49 - Rencana pertama

Chapter 49 - Rencana pertama

" Dre, kemari, biar aku bisikkan rencanaku", ujar Beno. Lalu Andre mendekatkan telinganya ke wajah Beno. Bibir Beno berayun mengucapkan banyak kata. Kepala Andre hanya mengangguk, lalu tersenyum, kadang terlihat serius memahami apa yang Beno bisikkan padanya.

Tak lama kemudian, telinganya menjauh dari wajah Beno. Bibir Beno pun terhenti bercakap-cakap. " Itu ide yang hebat", sahut Andre.

Keesokan harinya, semua kegiatan Andre maupun Beno berjalan seperti biasa. Dimulai dengan sarapan, lalu Andre masuk ke ruangannya, dan Beno pergi ke lantai paling atas.

Beno duduk di belakang mejanya. Di ruangan itu belum terlalu banyak orang. Hanya ia dan seorang wanita yang dulu memberitahunya kalau semua orang berkumpul di ruang makan. Hari ini, Beno akan menjalankan rencana yang telah ia rancang dengan Andre. Ia mendekat ke tempat dimana wanita itu duduk. Ia berada di sekitaran meja bundar yang ditengahnya ada hologram hutan bubu. Wanita itu ditugaskan sebagai operator hologram itu dan pemantau cctv layar besar yang berada di depan meja bundar.

" Hai", sapa Beno pada wanita yang tengah asyik mengawasi layar besar di depannya.

Wanita itu memandang Beno lalu mengangkat alisnya sambil tersenyum. "Hai, Selamat pagi, Pak", jawabnya.

"Aku Beno", ucap Beno sambil menyodorkan tangannya.

Wanita itu membalas sodoran tangan Beno hingga mereka bersalaman. " Aku Leah. Ji Leah Hendrawan", jawabnya lagi.

Beno tersenyum kemudian melepas jabatan tangan diantara mereka. Beno memandangi wanita bermata sipit itu. Sepertinya ia berasal dari Korea atau turunan Korea lah, pikir Beno. Kulitnya putih mulus, matanya sipit, cantik, feminin, rambut pirang panjang yang diikat. Seperti itulah Beno menilai wanita itu.

" Bisa kita bicara? ", tanya Beno.

"Tentu", jawabnya.

Sebelum Max dan yang lainnya datang, Beno segera berkata, " Kamu sudah lama disini? Aku ingin mengajakmu kerja sama. Kamu pernah cerita padaku waktu itu, kalau kamu sudah mulai bosan bekerja disini".

________________________________

Jadi kala beberapa hari lalu, waktu Max berulang tahun. Beno sempat bertemu Leah. Waktu itu, Leah yang memberitahu Beno kalau semua orang libur bekerja dan mereka semua telah berkumpul di ruang makan untuk merayakan ulang tahun Max. Lalu Beno pergi bersama dengan Leah menuju ruang makan.

Di dalam lift, Leah yang notabene suka banget bercerita, ia celetak-celetuk begitu saja saat sebuah notifikasi pesan masuk dari ponselnya. Ia melirik ponselnya dan itu notifikasi pesan dari grup whatsapp. " Apa lagi sih ini di grup 'kontra Max'?", celetuknya saat dalam lift dengan Beno.

Dan Beno tak sengaja mendengar celetukan Leah itu segera bertanya, " Apa maksudmu grup Kontra Max?".

" Jadi buat karyawan yang gak suka sama Pak Max, dimasukin ke grup whatsapp ini, tapi setelah melewati berbagai tes juga dari admin grup", jelas Leah tanpa berpikir.

'Oh,, ternyata bukan hanya Aku, Andre dan Dr. Ben saja yang gak suka sama Max. Nyatanya banyak orang juga yang gak suka Max', tegas Beno dalam hatinya.

Sesaat setelah itu, pintu lift terbuka dan mereka keluar dari lift, lalu memasuki ruangan makan yang sudah berhias mewah nan elegan.

_______________________________

Dari situ Beno tahu kalau ia bisa membuat rencananya semakin mudah.

"Kamu mau kan bekerja sama denganku?", tanya Beno pada Leah yang kurang lebih 2 menit belum menjawab Beno.

" Apa yang harus aku lakukan? Dan apa keuntungannya untukku?", tanya Leah mulai serius.

Beno kembali berbisik pada Leah mengenai rencananya. Leah menyimaknya dengan baik. Setelah Beno beres membisikkan rencananya, Leah segera membuka ponselnya dan membuka sebuah aplikasi whatsapp, lalu mengetik sepenggal pesan dan mengirimkannya ke sebuah grup.

Setelah itu, Beno kembali duduk di kursi pribadinya, diikuti kedatangan beberapa karyawan lain, dan juga Max.

Di sisi lain, dalam sebuah ruangan putih bersih, dimulai dari lantai hingga langit-langit serba putih. Suhunya pula lebih dingin dari ruangan lain. Itulah Lab Bunker Max. Para ilmuwan meneliti berbagai penemuan baik yang sudah lama atau yang baru.

Disana pula Dr. Ben bekerja. Ia ditugaskan untuk membuat sebuah ramuan pencipta manusia pembunuh yang nantinya akan disebar pada warga abnormal desa siaga. Tapi kenyataanya lain, Dr. Ben bukan membuat ramuan itu. Melainkan penawar warga desa yang abnormal. Dan tentu saja tanpa sepengetahuan Max.

Dr. Ben bekerja sendiri, tanpa dibantu siapapun. Sebenarnya, dulu ia yang pernah membuat ramuan pengubah manusia normal menjadi abnormal disertai dengan penawarnya. Tapi, entah kenapa penawar itu tak ada di lab. Sudah ia coba bertanya pada pembantunya dulu yang masih bekerja di bunker, tapi dia menjawab tak tahu juga. Dan dengan terpaksa Dr. Ben harus meraciknya kembali. Menelitinya kembali. Dan menguji cobanya lagi.

Tiba-tiba sebuah pesan masuk dalam ponselnya. 'Dr. Ben bisakah penawar itu selesai dalam seminggu?'.

Beno mengiriminya pesan itu. Dr. Ben diminta menyelesaikan penelitian itu dalam seminggu? Apa ia bisa? Sepertinya dia harus bekerja siang malam untuk menyelesaikannya segera.

Tak lama kemudian, Beno datang ke lab Dr. Ben yang ada di dekat lab Prof. Wizly, bersebelahan dengan labnya.

"Sudah siap, Dok?", tanya yang juga merupakan sapa dari mulut Beno.

Dr. Ben menjawab sambil mencampurkan sebuah cairan ke cairan lain, "Aku sedang berusaha ".

Beno hanya memperhatikan apa yang Dr. Ben lakukan. Mencampur suatu cairan dengan cairan lain. Kepulan asap terlihat jelas oleh Beno dari tabung reaksi.

"Apa itu, Dok?", tanya Beno terkejut. Dulu ia sangat benci pelajaran kimia dan biologi sampai-sampai ia jarang masuk pelajaran itu. Jadi ia tak tahu reaksi-reaksi yang ditimbulkan sebuah cairan bila dicampurkan.

Tapi Dr. Ben yang tahu itulah reaksi yang akan ditimbulkan bila kedua cairan itu dicampurkan, ia santai saja, karena ia sudah tahu itu akan terjadi. "Itulah yang akan terjadi bila cairan-cairan ini dicampurkan", jelas singkat Dr. Ben.

Bibir Beno membentuk huruf 'O' kala Dr. Ben menjelaskan tentang reaksi itu.

" Tapi aku butuh manusia itu untuk uji coba reaksi ini", tapis Dr. Ben.

Beno memalingkan wajahnya dari Dr. Ben, mencoba berpikir apa yang harus ia lakukan kali ini. Masa iya jika ia harus ke desa siaga itu hanya untuk membawa salah satu warga abnormalnya. Tidak mungkin. Bagaimana jika nanti ia ketahuan? Gak.. Gak.. Ini gak boleh terjadi.

" Apa disini gak ada sample manusia abnormal? Atau kalau tidak ada, kamu mungkin bisa gunakan manusia normal, kemudian kamu ubah jadi manusia abnormal lalu coba cairan ini padanya, dan lihat apakah manusia abnormal itu kembali menjadi manusia biasa atau tidak?", saran Beno.

"Untuk sample, aku rasa dulu ada disini, tapi sekarang aku sudah mencari-carinya dan.. Itu tak ada. Untuk pilihanmu yang kedua, ide itu boleh juga, tapi siapa yang berani jadi relawan?", tanya Dr. Ben.

Betul juga kata Dr. Ben, siapa yang berani menjadi relawan untuk yang satu ini?

Beno kebingungan menjawab pertanyaan Dr. Ben yang satu ini. Ia mencoba melangkah semakin masuk ke dalam lab yang dikhususkan untuk Dr. Ben ini. Beno melihat sebuah lemari selebar lubang pintu terpajang di salah satu sudut ruangan. Beno melihatnya aneh, entah kenapa. Beno meliriknya tajam. Dari mulai bagian bawah ia amati, hingga bagian atas. Tingginya hanya 2 meter. Dan tepat di bagian atas ia melihat plastik penutup ruangan yang tergantung semacam gorden. Beno penasaran, sepertinya ada lubang pintu dibalik lemari ini. Beno berusaha menyingkirkan lemari itu, yang memang ringan ditariknya ke arah samping. Dan benar saja, Ada pembatas antara tempat yang mereka diami kali ini dengan ruangan lain. Ada benda semacam plastik sebagai pembatas kedua ruang ini yang menjuntai dari langit-langit hingga lantai. Beno masuk ke dalamnya. Suhunya semakin dingin dibanding ruangan sebelumnya. Gelap pula.

" Dokter, apa di ruangan ini ada penerangnya?", tanya Beno yang meminta menerangi ruangan itu.

"Nanti akan kucari", sahut Dr. Ben.

Beno tetap memaksa masuk ke dalam ruangan itu meski gelap, hanya saja ia menyalakan flash kamera di ponselnya yang membuat itu tak terlalu mencekam.

Satu langkah... Dua langkah... Tiga....

" Aaaa!!!!!!!!"

Beno terkejut sampai-sampai tubuhnya tersentak ke belakang. Lalu berlari sekencang-kencangnya meninggalkan ruangan itu

" Apa ..itu....T.. tadi?", tanya Beno dengan nada masih terpenggal-penggal.

Jadi saat Beno berjalan menyusuri ruangan itu, flash kameranya ia arahkan ke depannya. Dan tiba-tiba saja, tepat didepannya, dia melihat makhluk menyeramkan. Wajahnya hancur, pipinya bolong penuh belatung yang masih menggeliat, matanya belotot, bukan belotot melainkan tak ada kulit yang melindungi matanya itu sehingga semua bagian bola matanya terlihat jelas berbentuk bulat.

"Kenapa Beno?", tanya Dr. Ben yang baru saja masuk ke ruangan itu lagi setelah berhasil menemukan saklar untuk menyalakan lampu di ruangan gelap yang Beno masuki.

" A..ad..ada makhluk menyeramkan disana", singkat Beno yang masih syok setelah melihat makhluk menyeramkan yang ia lihat tadi.

Karena lampu ruangan itu telah nyala, Dr. Ben memberanikan masuk ke ruangan dimana Beno menemukan makhluk menyeramkan yang ia lihat.

Dan benar saja, ada makhluk menyeramkan yang dipajang di balik lemari kaca. Tapi bukan hanya satu, melainkan banyak berbagai macam makhluk yang terkurung di dalam lemari kaca.

" Whoa.. Wow..", kagum Dr. Ben. " Ben.. Beno kemari Ben!!", panggilnya.

Beno segera menghampiri Dr. Ben meski setengah ketakutan. Ia melangkah gemetaran. Perlahan ia singkap plastik penutup ruangan itu. Dan..... Whoaw....

"Ap.. Apa ini?", tanya Beno yang masih saja setengah takut.