Chereads / Main Love / Chapter 35 - Me, You and My Secret

Chapter 35 - Me, You and My Secret

Botol-botol wine berserakan dimana-mana dan membuat sisa minuman yang tumpah membasahi lantai marmer itu.

Kania sudah sangat kacau dengan rambut berantakan, ia bersandar di sudut ruangan sambil memegang sebotol wine ditangannya dan sesekali meneguknya.

Setelah menenggak minuman itu, Kania lalu tertawa dan kemudian ia menangis.

Kania lalu tertawa lagi seperti ia telah kehilangan akal dan setelah itu ia melemparkanr botol wine yang dipegangnya kesudut tembok hingga membuatnya pecah dan serpihan beling terlempar kemana-mana.

"Apa yang kamu lakukan?" Seorang pria berjalan memasuki ruangan Kania setelah mendengar suara benda jatuh yang cukup keras.

"Dia sudah kembali..." Ucap Kania dengan suara yang tidak jelas karena mabuk.

Pria itu mendekat karena tidak mengerti dengan apa yang Kania ucapkan, ia segera mengangkat tubuh Kania dan membaringkannya diatas sofa panjang.

"Mengapa kamu membuat kantormu sangat kacau dan apa yang terjadi?" Tanya pria berumur lima puluh tahun itu yang bernama Randy.

"Maya telah kembali, dia mendatangiku dan mengancamku." Jelas Kania, ia terlihat sangat ketakutan bahkan kini ia menangis.

Randy terdiam sejenak, nama Maya tidak terdengar asing di telinganya sampai akhirnya ia tersadar.

"Maya? Bagaimana ia bisa kembali?"

"Randy.. Bagaimana jika ia membongkar semua kejahatan yang kita lakukan? Aku tidak ingin hidup Tiffany menjadi seperti sebelumnya."

Randy kembali terdiam, ia dulu bekerja sebagai supir pribadi orang tua Maya dan kini menjabat sebagai direktur utama di Grup Wings setelah berhasil membantu Kania membunuh kedua orangtua Maya.

"Tenang saja, kita dapat menyingkirkannya. Kita telah menyingkirkan orangtuanya maka bukan hal sulit untuk menyingkirkan Maya dan kita akan hidup seperti biasa." Ucap Randy menenangkan, ia pernah membunuh orangtua Maya maka bukan hal sulit untuk membunuh Maya.

Tapi kemudian Kania tertawa dan menarik jas Randy dengan kasar hingga wajah Randy mendekat padanya.

"Tidak akan semudah bayanganmu bodoh! Maya telah menikahi pewaris Grup Cakra." Pekik Kania, sontak ucapan Kania membuat Randy terduduk lemas.

Apa karma datang secepat ini pada mereka?

"Kita akan segera berakhir! Bila Maya meminta bantuan suaminya maka kita akan kehilangan segalanya!" Tangis Kania, ia bukan takut pada dosanya atau merasa bersalah pada Maya tapi ia takut jika Maya akan kembali merebut hartanya begitu juga dengan Randy yang seketika menjadi ketakutan.

...

Dewi membuka pintu kamar Marve saat Marve menggendong tubuh Maya yang terlelap ditangannya.

"Apa nyonya baik-baik saja tuan?" Tanya Dewi khawatir karena sebelumnya saat Marve datang menggendong Maya, Maya dalam keadaan sakit tidak sadarkan diri.

Marve tersenyum dan menjawab dengan lembut. "Maya hanya tertidur."

Dengan hati-hati Marve merebahkan tubuh Maya diatas tempat tidurnya perlahan dan kemudian menarik selimut untuk menutupi tubuh Maya yang menggeliat nyaman saat ini.

Dewi tersenyum, Marve sudah menemukan kebahagiaannya saat Marve terus tersenyum menatap wajah Maya maka sudah dipastikan jika cinta memang menyelimuti sepasang suami istri ini, jadi ia bisa mengatakan pada Darwis untuk tidak perlu cemas lagi karena Marve telah menemukan istri yang tepat untuknya.

Dewi kemudian berjalan keluar dan menutup pintu kamar Marve.

Wajah Maya selalu terlihat teduh dan damai saat sedang terlelap seperti ini, Marve kemudian mencium lembut kening Maya lalu tersenyum dan berbisik "Tidurlah yang nyenyak, istriku.."

Entah Maya dapat mendengar bisikannya atau tidak tapi senyuman yang baru saja terukir dibibir Maya membuat hatinya sangat bahagia.

...

Detakan suara jam dinding yang berdetak kencang dan cepat, seakan mengejar Maya dalam waktu yang akan segera memakannya yang masih berlari menusuri lorong gelap dan sempit mengejar orangtuanya yang berjalan cepat dihadapannya.

Aku mohon berhentilah...

Jangan tinggalkan aku...

Berhentilah...

ku mohon berhenti...

Maya seakan bisu, mulutnya terkunci rapat dan ia hanya dapat berteriak di dalam hati saat kedua orangtuanya terus menjauh darinya.

Jangan tinggalkan aku...

Tunggu aku...

Maya hanya dapat menangis saat lorong gelap itu terus menghimpitnya dan mencekiknya dengan rasa sakit tidak tertahan saat seorang wanita tiba-tiba berdiri dihadapannya.

Bibir merahnya tersungging, ia menatap Maya lekat. Wanita itu adalah Kania, wanita yang sangat dibencinya itu menutupi bayangan kedua orangtuanya dan perlahan ia menutup pintu rapat-rapat.

Buka..

Aku mohom buka.. kembalikan orangtuaku...

Buka pintunya...

Kania jangan bawa orangtua ku, kembalikan mereka!

Maya menangis frustrasi karena bahkan ia seperti tidak memiliki sedikitpun tenaga untuk mengetuk pintu dihadapannya kini.

Mengapa ia begitu tidak berdaya?

Buka pintunya.. Aku mohon bukalah...

"BUKA...!!!"

Maya terperanjak bangun, mimpi buruknya seakan mencekiknya hingga nafasnya menjadi sesak kini.

Air matanya masih menetes dan keringat membasahi tubuhnya.

Dilihatnya Marve masih terlelap disebelahnya ia kemudian menyeka air matanya dan perlahan beranjak dari tempat tidur.

Maya memutuskan untuk mandi, ini baru jam dua pagi tapi rasa dingin tidak membuatnya takut.

Saat kucuran air dingin membasahinya, rasa dingin yang menusuk kulitnya bukanlah sebuah masalah besar. Matanya menatap kosong, ia tidak menangis, rasa sakit seperti ini tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya yang seolah mencekiknya.

Rasanya sungguh sesak sehingga Maya seakan sudah tidak sabar untuk membalas Kania tapi ia tidak tahu bagaimana caranya membalas Kania dan ketidakberdayaannya membuatnya seakan terbunuh perlahan.

Maya telah selesai mandi tapi ia tidak dapat tidur kembali jadi ia memutuskan untuk berjalan-jalan sebentar di taman mawar.

Haruskah ia meminta bantuan Marve?

Tapi apakah Marve akan mempercayai ucapannya?

Maya memutuskan untuk duduk di bangku taman dan merebahkan tubuhnya menatap langit yang gelap dibalik kaca transparan.

Maya perlahan memejamkan matanya dan memikirkan bagaimana caranya melawan Kania.

Tapi sekeras apapun ia berpikir, ia tetap tidak menemukan jalan keluarnya.

Marve bahkan belum menyatakan cinta padanya secara jelas, bagaimana jika Marve merasa terbebani jika Maya menceritakan tentang rahasia hidupnya.

Apakah Marve mau membantuku?

Tapi aku tidak mungkin melawan Kania sendirian..

hulft~

Maya menghela nafas berat dan perlahan membuka matanya dan setangkai mawar biru telah berada tepat diatas wajahnya.

Dilihatnya wajah Marve yang tersenyum padanya secara samar-samar.

"Apa kamu mimpi buruk lagi, dek?" Tanya Marve, Maya segera beranjak duduk.

Marve bukan bagian dari mimpiku?

Marve kemudian menyentuh lembut kepala Maya lalu duduk disebelah Maya dan kemudian memberikan mawar biru yang dipegangnya pada Maya.

"Apa yang kamu lakukan disini sendiri?" Tanya Marve.

"Aku hanya mencari udara segar." Jawab Maya tersenyum lembut.

"Apa mimpi itu sangat menakutkan, dek?" Tanya Marve kembali.

Terlihat jelas jika Maya mulai gugup kini sehingga Marve sangat menantikan jawaban Maya.

Maya menggigit bibir bawahnya, haruskah ia menceritakan masalahnya sekarang?

"Dek.."

"Aku tidak mimpi buruk mas.. Bagaimana bisa aku mimpi buruk jika kamu selalu membuatku bahagia." Jawab Maya tersenyum.

Akhirnya Maya memutuskan untuk tidak memberitahukan rahasiannya pada Marve saat ini, mungkin ada saat yang lebih tepat untuknya menceritakan masalah hidupnya saat ia telah yakin jika Marve mencintainya.

Marve sendiri tersenyum tidak percaya dengan apa yang Maya katakan padanya, Maya jauh lebih pandai merayu darinya.

"Kamu tidak mau tidur lagi, dek? Ini baru jam setengah tiga pagi." Tanya Marve setelah menenangkan hatinya yang baru saja akan meloncat keluar karena terlalu senang.

"Aku masih ingin disini, kamu tidurlah lagi mas. Bukannya besok kamu masih harus bekerja."

Kini Marve yakin jika Maya baru saja bermimpi buruk namun jika Maya tidak ingin menceritakannya maka ia tidak akan memaksa Maya untuk bercerita.

"Bagaimana aku bisa tidur jika istriku masih melamun sendiri disini?" Ucap Marve menggoda sambil menyenggol bahu Maya lembut dengan bahunya.

Maya kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Marve dan meraih tangan Marve lalu memainkan cincin pernikahan yang baru saja mereka beli.

"Jika dipikirkan hubungan kita sangat lucu..."

Marve melirik tidak mengerti dengan apa yang Maya ucapkan.

Maya lalu mengangkat kepalanya dan tersenyum menatap Marve.

"Kita hanya dua orang asing yang kebetulan berjodoh tapi sekarang kita bersikap seolah-olah kita ini adalah pasangan sejati yang telah lama bersama."

Marve tersenyum kembali, sangat membahagiakan rasanya ketika Maya mengatakan hika hubungan mereka sudah sangat sedekat itu.

"Sudah aku bilang bukan jika cinta itu tidak mengenal waktu..." Ucap Marve dengan penuh semangat.

"Apa kamu sungguh mencintaiku Marve?" Tanya Maya, nada suaranya mendadak berubah tapi Marve dengan pasti dan penuh keyakinan menatap Maya dan menggenggam tangannya erat.

"Apa sikapku kurang menunjukan rasa cintaku padamu?"

Maya terdiam, ia kemudian berjalan menyusuri taman mawar meninggalkan Marve yang masih duduk di bangku taman.

Wewangian kelopak mawar membuat perasaan Maya menjadi tenang, jujur saja jika ia mulai gugup saat ini.

"Aku mencintaimu.."

Maya menghentikan langkahnya saat mendengar Marve menyatakan cinta padanya.

"Maya.. aku mencintaimu."

...