"Aku sudah capek bertengkar dengan kak Anantha, Aku juga capek melihat ayah dan bunda uring-uringan."
"Dan kau menandatanganinya??" mata biru memburu jawaban.
"JAWAB ARUNA!!"
"KENAPA DIAM SAJA?!! JAWAB!!" Hendra sudah habis kesabaran.
"Sabar Hendra sabar.. kita bisa lewati ini"
"Melewati apa? Melewati perceraian yang kau setujui? Di mana akalmu?" laki-laki di hadapan Aruna tampak tidak bisa mengendalikan dirinya.
"Ya, aku memang tidak punya akal. Aku bodoh karena cuma bisa menuruti keluarga ku. Kau pun sama, kamu tidak punya sebuah keluarga yang bisa membuatmu paham betapa pentingnya menjaga keluarga kita."
"ya! Kau benar! Aku tidak punya.. aku pikir, kaulah keluargaku karena kau adalah istriku." Hendra berani menunjuk-nunjuk dada Aruna dengan cara sedikit kasar.
Gadis ini menutup mulutnya dia bergetar dan mulai menangis.
"Sekarang apa keputusanmu?" Desak Hendra.