"Woo.. Mabarnya berhenti coy!" sebuah teriakan yang tidak asing menyeruak di antara gerombolan laki-laki mengelilingi meja panjang.
"Aduuh.. belahan jiwa gue pulang akhirnya haha" beres memalingkan wajah dari layar handphone, pemuda lain ikut melempar celetuk seenaknya.
Aruna menutup kening dan separuh matanya dengan telapak tangan kiri. Dia sempat terkekeh merasa gila. Kumpulan para tentara receh (teman-teman Damar), yang dulu suka nongkrong dan bantu-bantu di surat ajaib kini punya tempat nongkrong baru.
Lantai 2 batik cafe and lounge, terlihat tidak sama seperti lantai dasar maupun lantai 1, tertutup rapat dengan kaca serta kedap suara. Beberapa dari mereka menghembuskan asap tipis dari bibir kusam khas pencinta tembakau. Dan tampaknya tidak ada kegiatan berarti selain mager, main game atau sekedar nonton video.
"Tuan putri datang.. siapkan duduknya.. nyingkir! Woe nyingkir" sebuah kursi dikosongkan tepat di antara mereka