Chereads / Ciuman Pertama Aruna / Chapter 2 - Lelaki Bermata Biru

Chapter 2 - Lelaki Bermata Biru

"Hallo semuanya.. Selamat siang". Sapa Aruna. Ruangan indoor kapasitas 100 orang itu penuh dengan peserta. Salam sapa Aruna di sambut meriah bersamaan dengan tepuk tangan.

Aruna diperkenalkan oleh pemandu acara sebagai pemilik brand Surat Ajaib sebuah startup dengan konsep out of the book, yakni menawarkan berbagai macam surat ungkapan isi hati. Misalnya surat cinta 3 Dimensi lengkap dengan pernak-perniknya termasuk propertinya, surat patah hati hingga ucapan anniversary atau birthday dll. Yang paling menarik adalah undang pernikahan 3 Dimensi, desain undangan dijamin original.

Hari itu seperti biasa Aruna menyampaikan beberapa tips dan trik bagaimana membuat konsumen segera melirik karya startup. Dia selalu menekankan setiap karya harus memiliki ciri khas, dan fokuslah pada keunikan itu. Aruna dengan suaranya yang lembut natural dan fashion yang santai membuat audience nyaman.

Aruna mengenakan Celana jeans, sepatu cats, kaos oblong berwarna putih dipadupadankan dengan Hem kotak kotak sebagai luaran. Beberapa aksesoris melingkar di tangannya. Rambutnya di ikat kuncir kuda. Aruna seperti gadis lincah periang.

Sayangnya performance Aruna tidak seriang biasanya. Ada peserta yang mengganggu konsentrasinya. Peserta itu tampak salah tempat. Dua orang laki-laki itu tidak semestinya berada di sini. Kegiatan ini jarang di hadiri oleh orang yang mengenakan sepatu pantofel apalagi setelan jas mahal. Di samping kanan laki-laki itu duduk laki-laki lain yang sibuk membisikan kata-kata. Seperti asisten yang sedang menjelaskan sesuatu pada atasannya.

Sesaat sebelum acara benar-benar usai 2 orang itu keluar dari tempat kegiatan. Aruna masih menenggelamkan dirinya dengan beberapa peserta yang mengajak diskusi atau sekedar swafoto. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama. Sebuah note berwarna biru laut diserahkan oleh penyelenggara acara padanya.

"Kak Aruna, tadi ada orang yang menitipkan ini". Pengantar note itu pergi tanpa sempat ditanya balik.

*saya tunggu anda di caffe La Rose

Ingin rasanya Aruna menemui pengantar note tadi menanyakan siapa yang mengirimnya. Sayangnya sang pengantar sudah membaur dalam kesibukan membersihkan tempat acara bersama panitia lainnya.

Aruna berjalan memegang note itu menoleh kan kepalanya melihat sekeliling kafe. Dari tempat duduk dekat jendela seseorang melambaikan tangan. Aruna mendekatinya, menyerahkan catatan.

_ oh bukankah dia peserta yang tadi salah tempat_

Laki-laki itu membuka kaca mata hitamnya sembari memberikan kode agar Aruna duduk.

_ Ya tuhan tampan sekali dia, Matanya biru_

Lelaki bermata biru sebiru lautan. Rambutnya coklat keemasan dengan kulit putih namun ada unsur sawo matang. Tinggi tegap dengan bahu lebar garis rahang tegas namun bulu matanya lentik. Perpaduan Asia tenggara dengan England. Menyatu proporsional, karya seni luar biasa.

Aruna sempat tertegun beberapa saat. Senyum kecil janggal menggambarkan keangkuhan pemiliknya membuat Aruna segera bersiap.

"Saya Mahendra Djoyodiningrat". Seraya menyerahkan kartu namanya. Wajah Aruna sontak berubah. Seolah-olah ada awan hitam yang sedang mengelilingi dirinya. Seminggu yang lalu dia selesaikan pertengkaran di keluarganya dan hari ini efek samping itu datang.

"Saya Aruna". Sapa Aruna.

"Ya saya tahu. Baiklah tidak usah basa-basi, aku akan bicara santai dengan mu karena secepatnya kita akan jadi partner". Hendra mengetuk-ngetuk meja. Ketukan kecil dengan ritme teratur sebuah kebiasaan ketika ia tidak mau berlama-lama.

Disisi lain Aruna mencoba mencerna ucapan Hendra. 'Partner' berarti mereka akan bekerja sama.

"Jadi apakah anda yang akan menikah dengan saya?, eem maksudku cucu Pak Wiryo?". Jelas Aruna

"Ya tidak ada cucu lain". Ungkapan Hendra menggarisbawahi bahwa dia tahu kalau Aruna adalah pengganti.

Aruna melempar tatap kosongnya ke jendela, ia tidak nyaman dengan lelaki di depannya. Baru saja mereka berkenalan, sebuah perkenalan yang terkesan kaku dan angkuh. Jika memang Hendra tidak setuju dengan perjodohan ini, tentu saja hal yang sama persis terjadi pada Aruna. Namun Aruna merasa dipojokkan seolah dirinya lebih bersalah.

"Silakan baca ini". Hendra memecahkan kebekuan di antara mereka menyerahkan beberapa lembar kertas MOU.

"Kita sama-sama tahu perjodohan ini bukan kehendak kita, untuk itu ku tawarkan pernikahan kontrak pada mu". Aruna membelalakkan mata terkejut mendengar ucapan Hendra, penawaran secara terang-terangan lelaki yang masih pertama kali dia temui.

Apa yang tidak bisa dilakukan keluarga Djoyodiningrat, hal semacam ini mudah saja terjadi. Aruna menyusuri beberapa poin perjanjian yang tertulis di sana.

*Tidak mencampuri kehidupan pribadi

*Menjaga kerahasian pernikahan kontrak yang disepakati kedua belah pihak

*Pernikahan minimal berlangsung selama dua tahun, tetapi jika perpisahan dirasa masih sulit dilaksanakan maka dapat diperpanjang hingga keadaan memungkinkan.

Aruna membaca beberapa poin yang menarik perhatian. Walaupun kontrak semacam ini tidak wajar bagi pasangan yang akan menikah. Bagi Aruna kontrak pernikahan membuat dirinya lebih siap dari pada harus menerka-nerka apa yang bakal terjadi nanti, ketika menjadi bagian keluarga Djoyodiningrat.

"Aku sengaja membiarkan halaman terakhir kosong, silakan menuliskan keinginan mu". Hendra mengayunkan sedikit jarinya. Dengan sigap asisten Hendra menyerahkan bolpoin pada Aruna. Padahal Asisten itu duduk di meja sisi lain.

*Menghargai orang tua dari kedua belah pihak selayaknya sebuah keluarga

*Tidak ada kontak fisik

*Tinggal di kamar berbeda

Hanya itu yang terlintas di kepala Aruna.

"Sepertinya poin terakhir tidak bisa kita lakukan". Hendra menjelaskan.

"Kenapa tidak??". Aruna melempar pertanyaan

"Kita akan tinggal di rumah induk setelah menikah, itu artinya kita harus tinggal dalam satu kamar". Selanjutnya Hendra menjelaskan bahwa rumah itu adalah tempat tinggal kakek, nenek dan ibunya. Opa Wiryo, Oma Sukma dan Gayatri ibunya. Rumah induk dengan penjagaan ketat serta para pelayan yang mengawasi 24 jam.

Aruna mencoret poin terakhir dan menggantinya.

*Tidak tidur dalam satu ranjang

"Tidak masalah tinggal dalam satu kamar, tapi bergiliran menggunakan ranjang". Aruna mengusulkan dengan nada suara lembut. Mencoba tenang menghadapi lawan bicaranya yang terkesan pengatur.

"Aku belum pernah merasakan tidur di sofa apalagi lantai, Namun akan aku coba, karena ini permintaan rekan ku". Kemudian Hendra bertanda tangan di lembar berikutnya dengan materai yang terpasang di sana, diikuti oleh Aruna. Mereka saling berjabat tangan. Selanjutnya lelaki bermata biru itu pergi terlebih dahulu meninggalkan Aruna termasuk makanan yang dia pesan.

Hidangan di hadapannya seporsi pasta Carbonara dan pencuci mulut Tiramisu. Tampaknya sengaja dipesan hanya untuk satu orang saja.

-Lumayan buat makan siang- batin Aruna.

-Atau jangan-jangan sengaja diperuntukkan sebagai makan siangnya??-

Dering telepon dari nomor tidak dikenal membuatnya penasaran. Aruna tidak suka mengangkat telepon dari nomor asing. Dia mengabaikannya dan melanjutkan makan.

*Saya asisten tuan Hendra, mohon maaf mengganggu.

Setelah pesan itu. Aruna mengangkat teleponnya.

"Mohon maaf saya pasti sedang mengganggu makan siang anda. Oh iya, saya lupa menyampaikan hidangan anda sudah kami bayar selamat menikmati". Suara diujung sana terdengar protokoler.

"Terima kasih". Jawab Aruna.

"Sama-sama nona. Mohon baca pesan yang akan saya kirim, saya mencoba mencocokkan beberapa agenda yang diminta tuan Wiryo dengan jadwal tuan Hendra, saya berharap tidak berbenturan dengan jadwal anda, jika ada keberatan segera hubungi saya, pastikan anda mengikuti jadwal tersebut," Asisten Hendra menjelaskan dengan hati-hati.

"Baiklah". Aruna tidak ingin menyusahkan siapa pun toh ini sudah jadi tanggung jawabnya sekarang.

"Ada pertanyaan?". Tanya Asisten itu.

"Siapa nama bapak??". Suara di ujung sana terdiam sejenak. Asisten Hendra terkejut ketika calon nonanya bertanya sesuatu yang tak terbayangkan.

"Saya Surya. saya masih 30 tahun, belum menikah. Saya lebih senang dipanggil Surya saja". Senyum kecil Aruna mendengar penjelasan Surya. Sebelum akhirnya pembicaraan di telepon itu berakhir.

Aruna membuka file PDF berisikan tabel jadwal beserta alamat bahkan lengkap dengan dress kode yang disarankan.

*Sabtu, 13 Juli 2019, pertemuan perdana, Seminar Aruna ( La Rose Cafe )

_ oh, itu artinya hari ini _ Renung Aruna, bahkan hari ini ada di jadwal.

*Senin, 15 Juli 2019, 07.00 - 09.00, makan malam keluarga, dress code Batik

*Rabu, 17 Juli 2019, 15.30, menjemput nona Aruna di kampus.

*Sabtu, 20 Juli 2019, 09.00, fitting baju pengantin.

Aruna berhenti membaca jadwal. Ditaruh handphonenya dengan lesu. Seraya tidak berselera makan, belum bisa mempercayai apa yang terjadi.

Dirinya akan menikah. Bagaimana bisa dia menikah padahal seumur hidup belum pernah pacaran. Bayangan tentang masa depan yang tak menentu menyelimuti dirinya. Merinding sendiri menerawang kenyataan yang terhampar di depannya. Menjadi istri konglomerat dan dua tahun berikutnya menjadi janda keluarga Djoydiningrat.