"Maz, ada apa? Apakah Ayah menyuruh Maz pulang karena kejadian waktu Maz menolongku dari Tanvir?" tanta Faeyza tidak enak hati.
Zein membalikkan tubuhnya, dia memandang wajah cantik tersebut. Terlihat ketakutan dan merasa tidak enak hati tapi dia tahu bahwa apa yang terjadi di Maula Publisher bukan karena kesalahan sang Istri."Iya, tapi Ayah tidak pernah menyalahkan Maz."
Faeyza merasa sangat lega, dia mendekat pada sang Suami lalu memeluk tubuhnya. Menyandarkan kepala di dada pria tersebut."Maz, aku minta maaf. Semenjak Maz menikah denganku, Maz selalu mendapat masalah."
Zein membalas pelukan gadis itu, membelai lembut surai hitam panjang sang Istri."Iza, kamu ini bicara apa? Maz tidak merasa kalau semua masalah itu terjadi karena kamu. Maz adalah seorang Suami, Maz memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai seorang Suami terhadap Istrinya, salah satu tanggung jawab itu adalah melindungimu."
Faeyza semakin mengeratkan pelukannya, dia merasa sangat berubtung karena memiliki seorang Suami seperti Zein, seorang pria tampan, lembut menghargai wanita bahkan berbicara kasar juga tidak pernah.
"Maz, kalau nanti Maz tidak suka lagi padaku, atau ada yang membuat Maz tidak suka dengan sikapku, jangan kasari aku ya Maz? Jangan membantingku atau mencekikku. Juga jangan tampar aku, aku takut Maz. Aku baca berita tentang selebritis, seorang Suami KDRT terhadap Istrinya."
Zein tersenyum simpul mendengar ucapan istrinya, beginilah gadis itu kalau di rumah dan tidak bersamanya, pekerjaannya hanya membuka ponsel lalu mendengarkan gosip, padahal tidak semua Suami akan memperlakukan Istrinya dengan kejam."Sayang, Maz adalah umat Muhammad. Maz ingin mencontoh sosok Nabi dalam menjaga Istrinya, Nabi bahkan mengatakan bahwa sebaik-baik kamu adalah yang terbaik untuk keluarganya dan aku yang terbaik dari kamu untuk keluargaku. Maksudnya, sebaik-baik manusia adalah yang terbaik darinya untuk keluarga. ada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, seperti ini"Takutlah kalian kepada Allah mengenai urusan Istri kalian, karena kalian telah mengambilnya dengan amanat dari Allah SWT, dan kalian dihalalkan farjinya dengan kalimat Allah, maka hak kalian atas mereka adalah supaya mereka kaum istri jangan mengizinkan orang yang kalian benci masuk ke rumah kalian. Kalau sampai mereka melakukannya, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakiti, sedangkan hak mereka adalah kalian berikan nafkah juga pakaian dengan cara yang baik. Apakah kamu masih takut lagi kalau Maz akan jahati kamu, walaupun Maz ingin membantingmu, Maz mungkin akan membantingmu di atas ranjang. Tidak akan sakit bukan? Karena ranjang Maz itu empuk, kalau urusan keras, mungkin juga keras saat memasukimu."
Faeyza menarik dirinya dari pelukan sang Suami."Maz, aku pikir Maz tidak bisa bercanda."
"Sayang, Maz ini bukan orang yang kaku. Maz juga bisa bercanda serta mengajakmu bermain seperti pria lain. Kanjeng Nabi Muhammad memperlakukan semua Istrinya dengan baik, bercanda dengan mereka, menemani mereka jalan-jalan, merawat mereka yang sedang sakit. Kalau Kanjeng Nabi saja bisa seperti itu? Kenapa Maz yang hanya manusia biasa tidak melakukannya? Iza, Istriku sayang. Jangan takut kalau Maz akan menyakitimu, kalau kalau nanti sedikit sakit saat Maz memasukimu, maafkan ya?" balas Zein lembut, dia bahkan menarik gadis itu ke dalam pelukannya, memberikan ciuman lembut serta penuh kasih sayang.
Faeyza mengangguk, pria satu ini selalu mampu membuat dirinya melayang dengan kenikmatan serta penuh cinta.
Mansion Mizuruky…
Fira menunggu dengan penuh emosi di ruang tengah, dia sudah tidak sabar mendengar penjelasan dari Zein.
Tanvir duduk dengan tenang di salah satu sofa mewah di ruangan tersebut, dia yakin kalau Ibunya pasti akan selalu mendukung dan membela dirinya.
"Fira, kamu tenanglah sedikit. Aku tidak ingin ketika Zein dan Faeyza datang, kamu langsung memakinya dan mungkin menyuruh orang untuk memberikan hukuman."Maulana duduk di depan Tanvir memperhatikan sang Istri yang terus gelisah dan tak tenang, wanita 48 tahun itu bahkan mondar-mandir seperti setrika.
Fira menghentikan langkahnya, dia berjalan menghampiri sang Suami dan duduk di samping pria tersebut.
"Paman, Tanvir itu adalah putra kita. Zein sudah bersikap tidak baik padanya, sebagai orang tua kita harus melindungi anak kita."
Maulana mengerutkan kening mendengar ucapan Istrinya tersebut."Apakah menurutmu, Zein itu bukan anak kita? Kamu yang melahirkannya, dengan tanganmu sendiri kamu menjaganya. Kamu menyusuinya, mencintai dia dengan tulus. Kenapa sekarang kamu berubah, Sayank?" Pria itu heran dengan perubahan Istrinya, sejak usia Zein 10 tahun setelah kecelakaan yang menimpa kedua orang tua Fira, wanita itu seakan menyalahkan semua tanggung jawab itu pada anak pertama mereka.
Fira diam tidak membuka mulut, meski Suaminya begitu sabar dan lembut tapi pria itu sangat tegas dan tidak bisa dibantah.
"Istriku, kecelakaan itu bukan salah Zein. Semua sudah digariskan oleh Allah, waktu itu Zein masih kecil. Dia juga tidak tahu kalau semuanya akan terjadi, kamu selalu bersikap berlebihan pada Zein. Ayah dan Ibu juga hanya ingin membuat cucu mereka bahagia, sayank, aku harap kamu tidak lagi menyalahkan anak kita atas kecelakaan itu." Maulana meraih tangan sang Istri, menggenggamnya erat dan lembut.
Mereka tidak tahu kalau Zein dan Faeyza sudah datang, mereka tidak jadi mendekat setelah mendengar ucapan Maulana pada Fira. Zein tersenyum sedih, dia saja tidak ingat apa yang terjadi waktu itu, ia juga tidak ingin kalau sampai kakek dan neneknya harus meninggal karena dirinya.
Faeyza sangat terkejut mendengar kenyataan itu, dia mendongak memandang sang Suami, ia yakin kalau sekarang pria itu pasti sangat sedih dan tertekan. Gadis itu mengeratkan genggamannya pada tangan sang Suami.
Zein mengalihkan perhatiannya pada sang Istri, ada perasaan khawatir kalau gadis itu akan berpikir bahwa dirinya memang seorang manusia keji."Maz, aku percaya padamu. Apa yang dikatakan Ayah itu benar, Mas saat itu masih kecil. Maz juga tidak ingin kalau sampai terjadi sesuatu pada Kakek dan Neneknya Maz," kata Faeyza.
"Maafkan Maz, Sayank. Kamu harus mendengar semua ini." Zein merasa sangat menyesal karena harus membuat sang Istri mendengarkan ucapan tidak enak tersebut.
Faeyza tersenyum."Tidak kok Maz, sekarang aku adalah Istrimu. Aku akan selalu percaya pada mu, Ibu Maz saja yang seperti anak kecil. Dimana-mana anak kecil itu tidak bisa terus disalahkan, seorang Ibu juga harus bersikap adil pada anak-anaknya. Bersyukurlah Ibunya Maz punya Suami seperti Ayah, kalau tidak mungkin hidup Maz akan menderita." Dia terbawa emosi hingga tidak sadar kalau ucapannya terlalu keras hingga terdengar di telinga Fira, Maulana dan Tanvir. Ketiga orang tersebut mengalihkan perhatiannya pada gadis tersebut.
Zein langsung menarik Faeyza ke dalam pelukannya, Istrinya terlalu terbawa emosi kalau tidak ditenangkan mungkin akan membuat seisi rumah mendengar dan akan terjadi keributan.
"Sayank, sudah jangan bicara lagi. Bagaimanapun juga dia Ibuku, kamu tidak boleh berbicara kasar atau menjelekkannya, aku tahu kalau kamu melakukan ini hanya karena ingin melindungiku. Sebagai seorang Istri, kamu tidak akan suka kalau ada orang yang bersikap tidak baik pada Suamimu, Maz mengerti."
Emosi Faeyza perlahan mulai mereda mendengar ucapan dari sang Suami, pria itu memang paling bisa membuat suasana berubah menjadi damai.