Chereads / Calon Imamku (Tamat) / Chapter 74 - episode 75

Chapter 74 - episode 75

Maulana merasa sedih atas perbuatan sang Istri terhadap anak pertama mereka, tatapan wanita itu sangat dingin dan menusuk seakan Zein adalah musuhnya sedangkan kalau terhadap Tanvir, wanita itu sangat baik.

Faeyza terus memeluk lengan sang Suami, dia tidak ingin melihat suami yang paling dicintai menderita dan tertekan, sedangkan Tanvir seperti sedang menunggu kehancuran seseorang.

"Zein, katakan pada Ibu, apa yang kamu lakukan pada Adikmu!" Fira mulai mengintrogasi sang buah hati.

"Fira, apakah kamu tidak bisa berbicara lebih lembut? Kamu itu seorang Ibu, kamu tidak bisa bersikap kasar seperti itu." Maulana memberikan teguran pada sang Istri, meski sangat lembut tapi itu mampu membuat seorang wanita gemetar.

"Ibu, aku tidak akan memukul Tanvir kalau dia tidak melakukan perbuatan tercela," jelas Zein sabar.

Tatapan mata Fira semakin tajam, dia tidak terima kalau anak keduanya disebut melakukan perbuatan tercela. Baginya apapun yang dilakukan Tanvir semua dilakukan demia cinta, dan itu sama sekali tidak bersalah.

"Kakak, kenapa mempertahankan orang yang dicintai disebut tercela? Kakaklah yang sudah merebut Faeyza dariku, harusnya kakak yang disebut tercela," elak Tanvir tidak terima kalau dirinya disebut tercela.

"Tanvir, apakah kamu adalah seorang pria yang sangat tidak tahu malu? Aku pernah mengagumimu saat pertama kali bertemu, tapi sekarang aku sungguh merasa jijik padamu. Kamu menyebut Maz Zein merebut ku darimu? Memangnya kamu siapa? Apakah hanya karena kamu seorang anak mama, hanya karena kamu adalah anak seorang miliader kamu bisa bersikap seenaknya? Kamu harus dengar Tanvir, selamanya, aku tidak sudi bersama seorang pria tidak tahu malu sepertimu," sahut Faeyza tidak terima mendengar Suaminya terus dipojokkan.

Fira melebarkan matanya, ia menaglihkan perhatiannya pada sang menantu menatapnya tajam seperti belati."Faeyza, jangan lancang kamu! Hamu hanya gadis miskin, tidak pantas berbicara seperti itu pada anak saya."

Maulana melebarkan matanya, dia menoleh pada sang Istri. Tatapannya tajam bagaikan sebilah pedang, selama menikah baru kali ini wanita tersebut memperlakukan seorang dengan status sosial mereka."Fira! Lebih baik kamu masuk saja, mengenai masalah ini biar aku yang akan mengurus. Intropeksi diri, sebelum kamu mengerti apa itu arti keadilan. Sebelum kamu merenungkan setiap pengajaran yang selama ini aku berikan padamu, lebih baik kamu jangan keluar dari kamarmu. Kamu harus sadar, Iblis itu memiliki kedudukan jauh lebih tinggi dari pada dirimu. Tapi dia terusir dari surga dab diberi nama iblis oleh Allah karena sombong, apakah kamu ingin meneruskan perjuangan Iblis yaitu dengan menentang perintah dan larangan Allah yaitu sombong."

Fira terkejut melihat sang Suami tiba-tiba marah, dia baru saja nonton berita di tv tentang kekerasan dalam rumah tangga, dalam pikirannya setelah ini pria itu akan melakukan kekerasan terhadapnya.

"Hua..." Wanita itu tiba-tiba saja menangis seperti dipukuli padahal hanya diberikan teguran.

Zein dan Tanvir menggelengkan kepala melihat sikap lebay sang Ibu, bisa-bisanya bersikap seperti anak kecil hanya karena sebuah teguran."Ibu, Ayah bahkan tidak sedikitpun menyentuh tubuh Ibu. Kenapa Ibu berteriak seperti dianiaya begitu? Apa yang dikatakan Ayah memang benar, Ibu jangan menilai seseorang hanya karena harta. Ibu sudah menikah dengan Ayah puluhan tahun, kenapa Ibu tidak ingat kalau dulu Ibu juga bukan orang kaya," celetuk Tanvir jengkel dan gerah.

Maulana menghela nafas melihat tingkah sang Istri yang mulai berderama."Sudah, Sayang. Kamu jangan derama lagi, bukankah Suamimu sudah sering mengatakan untuk tidak selalu menilai seseorang hanya karena harta? Aku menikah denganmu juga tidak pernah karena harta, aku sayang padamu. Apakah aku terlalu memanjakanmu dengan semua harta melimpah ruah sehingga kamu bisa merendahkan menantumu sendiri?"

Fira menggelengkan kepala."Tidak, Paman. Aku hanya tidak suka mendengar Faeyza menghina Tanvir."

"Istriku, Faeyza dan Tanvir itu berteman. Selain itu, Faeyza adalah istrinya Zein. Dia hanya tidak ingin kalau Suaminya disudutkan saja, Faeyza juga berkata yang benar. Sudah, sekarang kita pergi saja." Maulana mengalihkan perhatiannya pada Zein dan Tanvir.

"Tanvir, mulai sekarang Ayah perintahkan kamu untuk menjauh dari kakak iparmu. Kalau sampai kamu mencoba mendekati kakak iparmu, apapun alasannya. Ayah sendiri yang akan memberikan hukuman padamu."

Tanvir menelan ludah sendiri, Ayahnya itu sungguh mengerikan. Tidak bisa diajak kompromi."Ayah, bukankah seharusnya Ayah memberikan teguran pada kak Zein? Kenapa jadi aku? Aku ini adalah korban, Ayah."

"Tanvir, Ayah tidak pernah mengajarimu untuk menjadi pebinor. Kamu tahu kalau itu sangat melanggar norma agama, Ayah akan membawa Ibumu Masuk dulu." Maulana meraih tubuh sang Istri lalu mengangkatnya seperti pengantin dan membawanya pergi, dia tidak ingin kalau sampai sang Istri membuat ulah lagi.

Zein bangkit dari tempat duduknya, Faeyza mendongak menatap sang Suami."Maz, Maz mau kemana?"

"Ke kamar, Maz rasa sudah tidak ada yang perlu dibicarakan lagi. Ayah sudah mengatakan semuanya, jadi Maz merasa kalau Tanvir pasti akan mendengarkan perkataan Ayah," jelas Zein lembut.

Faeyza mengangguk, ia pun ikut bangkit lalu meraih lengan sang Suami dan menggandengnya mesrah. Dia sangat tidak ingin kalau sampai bersama adik iparnya.

"Faeyza, kamu mau kemana? Aku ingin berbicara denganmu sebentar. Biarkan saja kak Zein tidur duluan, kamu nanti sama aku saja." Tanvir tidak memperdulikan ancaman Maulana, dia justru semakin gencar mendekati kakak iparnya.

"Sayang, Maz tidak mau tidur sendirian. Temani Maz ya?" Zein meraih pinggang sang Istri, membawanya dengan lembut meninggalkan sang Adik. Dia tidak perduli kalau Adiknya akan kembali mengadu pada sang Ibu.

Faeyza menoleh pada sang Suami, dia mengangguk dan tersenyum."Baik, Maz. Aku juga tidak akan membiarkan Maz Sendirian. Aku sayang padamu, Maz."

Tanvir membulatkan matanya, lagi-lagi dirinya gagal untuk membuat wanita itu tetap berada di sisinya."Kak Zein, aku hanya ingin berbicara dengan Faeyza. Aku tahu kalau kakak adalah Suaminya, tapi juga tidak perlu harus seperti itu. Kakak jangan memperlakukan dia seperti katak dalam tempurung."

Zein tersenyum mengejek."Tanvir, sepertinya kondisi kejiwaan mu mulai terganggu. Kakak tidak akan memperdulikan orang dengan gangguan jiwa, Faeyza merasa bahagia bersama Kakak." Dia menoleh pada sang Istri.

"Benarkan, Iza?"

Faeyza mengangguk."Benar, lagipula aku tidak akan mau bicara dengan pria manja sepertimu." Setelah mengatakan kalimat tersebut, mereka segera pergi meninggalkan Tanvir. Tidak perduli kalau pria itu akan membuat ulah kembali, seorang yang memiliki niat untuk menghancurkan rumah tangga orang itu tidak bisa disebut sebagai pria baik-baik.

Tanvir mengepalkan tangannya, menahan amarah yang ada dalam dirinya."Kak Zein, sepertinya aku memang harus melenyapkanmu," batinnya penuh dendam.

Sementara itu …

Maulana membawa sang Istri masuk ke dalam kamar, menaruhnya di atas ranjang dengan perlahan. Membuka sandal wanita itu lalu ikut membaringkan diri di sampingnya.