Rumah orang tua Faeyza …
Ahodiq menghentikan menghentikan mobilnya di depan rumah mertuanya, sebuah hunian sederhana dengan pintu model kupu tarung berwarna kuning, lantainya terbuat dari keramik kecoklatan bermotif bunga.
Faeyza merasa sedikit malu pada sang Suami, rumah pria itu sangat besar bagai istana, rumah mertuanya juga tidak kalah besar sedang rumah orang tuanya sangat sederhana.
"Maz, maaf ya kalau rumah orang tua ku tidak besar. Bahkan mungkin tidak ada setengah kamar kita di rumah Maz."
Zein tersenyum, dia sama sekali tidak pernah mempermasalahkan itu, baginya rumah di dunia ini hanya sebagai persinggahan karena pada akhiranya semua akan kembali ke akhirat.
"Iza, Maz sama sekali tidak keberatan. Kamu jangan merasa rendah diri seperti itu, Maz yakin orang tua mu membuat rumah ini juga dengan sepenuh hati, kita sebagai seorang anak harus menghargainya."
Wanita itu mengangguk, dia merasa sangat bersukur karena sang Suami tidak mempermasalahkan hunian orang tuanya.
Shadiq turun dari mobil lalu membukakkan pintu mobil untuk majikan dan Istri majikannya.
Sementara itu, Ulfi mengamati mobil lemosin mewah dari jendela rumahnya. Dia tidak merasa kenal dengan seorang pria yang turun dari mobil tersebut, tapi kalau diperhatikan pria itu seperti seorang supir pribadi, artinya ada orang kaya yang berkunjung ke rumahnya.
"Apakah itu tamu Ayah dan Ibu? Karena tidak mungkin itu tamuku, semua teman-teman sekelas ku tidak ada yang memiliki mobil semewah itu, memang si ada yang punya mobil tapi tidak jenis lemusin."
"Ulfi, apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Yasmin melihat anaknya terus memperhatikan ke arah jendela, seingatnya sang buah hati itu tadi pamit mau pergi menyaksikan acara lomba agustusan di mushola.
Gadis itu menoleh pada Ibunya."Ibu, ada mobil lemosin datang. Mobil mewah milik orang kaya itu untuk apa datang ke rumah kita?"
Yasmin semakin mendekat ke arah jendela, ia juga ikut mengintip mobil yang tadi dikatakan oleh sang buah hati. Ternyata memang benar, ada sebuah mobil mewah parkir di depan halaman mereka yang sempit.
"Orang kaya mana yang datang kemarin? Tidak mungkin bukan kalau Niko dan Starla nyasar kesini?"
Alis Ulfi langsung menukik tajam mendengar wanita yang melahirkannya itu malah membahas tentang sinetron kesayangannya."Ibu, ini bukan dalam sinetron. Lagi pula Niko tidak punya mobil itu, aku tidak pernah lihat Niko pakai mobil lemosin."
"Ehehehe…" Yasmin tertawa, apa yang dikatakan putri bungsunya itu memang benar, kenapa harus membahas soal sinetron.
"Sudah, lebih baik Ibu buka pintunya dulu. Siapa tahu itu orang kaya yang mau melamarmu," candanya sambil melenggang pergi.
"Suka sekali Ibu ingin menyerahkan anaknya pada orang lain," batin Ulfi jengkel.
Feyza dan Zein melangkahkan kaki menuju pintu, baru saja wanita itu mengangkat tangan hendak mengetuk pintu, tapi pintu rumah itu sudah terbuka duluan. Terlihat Adik dan Ibunya menatap mereka heran, seakan tidak menyangka kalau mereka akan datang berkunjung.
Maula Publisher …
Gino Hernandez mengumpulkan para editor di ruang meeting, dia sendiri yang memimpin bukan diserahkan pada bagian produksi atau siapapun."Kalian semua lihat baik-baik, ini siapa yang menangani buku-buku seperti ini? Tulisan berantakan, isi hanya ada uh ah uh ah… apa tidak ada kata lain?! kalian sebagai seorang editor, kalau naskah sampah seperti ini masih ada di Maula Publisher, lebih baik kalian berhenti saja jadi editor."
"Maaf, Pak. Sepertinya kami semua tidak ada yang bertanggung jawab memegang naskah ini, kami tahu kalau Maula Publisher hanya menerima naskah regili, baik religi romance atau apapun. Tapi kami yakin kalau kami semua tidak ada yang memegang naskah-naskah ini," jelas Yayang merasa sangat aneh. Dia sendiri juga heran kenapa ada novel dengan judul pisang raja masuk ke dalam goa putri, dikira itu adalah novel fantasi tapi ternyata isinya hanya pamer kelamin, mana tanpa sensor lagi.
"Bukankah seharusnya Editor akuisisi yang menyarankan novel-nevel ini?" tanya Hernandez, sebenarnya kalau dia pribadi tidak ada masalah. Tapi harus diingat kembali, meski seorang CEO tapi tetap saja Ownernya itu adalah orang religi, kalai boleh memilih ia lebih baik tetap berada di Mizuruky Corp daripada harus dibidang penerbitan yang dirinya sendiri tidak paham jenis novel, hanya tahu memajukan perusahaan.
"Saya sudah tanyakan, pak. Tapi mereka juga tidak pernah menerima naskah porno macam ini," jelas Yayang.
"Baik, kalau begitu kamu cari siapa yang bertanggung jawab untuk mengerjakan naskah sampah ini!" perintah Hernandez tidak mau dibantah. Yayang hanya mengangguk, sebenarnya ia terkadang heran kenapa pria satu ini selalu saja menyusahkan orang, tidak suruh saja orang yang memang ada dibidangnya untuk menyelidiki.
"Rapat selesai." Hernandez langsung membalikkan tubuh lalu meninggalkan ruangan meeting.
"Kak Yayang, ini bagaimana?" tanya salah satu editor cemas.
"Sudalah, pak Hernandez memang seperti itu. Semoga saja Boss besar mencarikan orang yang lebih ahli dalam bidang penerbitan, bukan hanya orang yang suka marah-marah. Terlebih lagi kita memang harus lebih teliti dalam memilih naskah yang masuk," balas Yayang kesal sendiri tapi tetap tidak bisa protes. Mereka semua mengangguk setuju dengan pendapat Yayang.
Rumah orangtua Faeyza…
Ulfi sangat senang melihat Zein datang, pria tampan itu sangat baik hati dan dermawan, menyingkirkan rasa malu untuk mendapatkan sedikit keuntungan tidak masalah.
Gadis kecil 17 tahun itu menghampiri saudara iparnya,"Maz Zein, hari ini aku mau nonton lomba Agustusan. Tapi aku tidak punya uang, Mas mau sedekah tidak?"
Yasmin mendelik tajam melihat sikap anaknya itu,"Ulfi, kamu tidak tahu malu sekali. Masa kamu bicara seperti itu pada kakak iparmu, dia juga baru datang."
"Tidak apa, Ibu. Kebetulan Maz bawa uang lebih." Zein mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan lalu diberikan pada Adik iparnya tersebut.
Faeyza merasa tidak enak hati pada sang Suami, dia juga merasa kesal karena pria itu memberikan uang cuma-cuma.
"Maz, kenapa kamu memberikan uang banyak sekali. Nonton lomba Agustusan itu 50 ribu sudah cukup kok."
"Ih, Kak Faeyza. Barang yang sudah diberi tidak boleh diminta lagi, lagi pula ini juga bisa buat besok. Ada lomba karnafal di Genteng, Kakak mau ikut nonton tidak?" Protes Ulfi menyembunyikan uang dari Zein di belakang punggungnya, jangan sampai kakaknya itu meminta kembali.
"Memang Ayah nonton juga? Aku tidak bisa naik motor, kita naik apa kesana?" Balas Faeyza, dia juga sangat ingin nonton karnaval.
"Tenang saja, penting ada uang, semua bisa. Maz Zein kan bisa naik motor, tinggal bawa saja motor Vixion Ayah. Ayah tidak akan marah, aku bisa naik motor sendiri," jawab Ulfi tersenyum senang, dia yakin kalau kakaknya itu pergi bersama Suaminya dan dirinya ikut, maka akan bisa makan enak, punya saudara ipar kaya mubazir kalau tidak dimanfaatkan.