Kursi dingin dan nyaman terasa panas bagi Gino Hernandez, di depannya ada pemilik perusahaan Maula Publisher sedang memeriksa daftar buku yang diterbitkan. Dia sendiri kadang heran dengan pria satu itu, bahkan kadang juga suka memeriksa bagian OB padahal sudah ada pemimpinnya.
"Hernandez, apakah kamu sudah menemukan seorang yang sudah meniru tanda tangan mu? Direktur keuangan memberikan DP pada penulis karena ada tanda tanganmu."
Ah, rupanya pria itu bergerak cepat lebih dari dirinya, kenapa tidak duduk saja di rumah sambil menunggu hasil saja si?!
"Belum, Pak. Tapi saya sudah menyuruh orang untuk memeriksa semuanya, saya yakin tidak lama lagi hasilnya akan keluar," jelas Hernandez panas dingin.
Maulana manggut-manggut."Sebenarnya tujuanku kesini bukan untuk itu, tapi kebetulan saja aku melihat kalau kamu lagi senggang jadi sekalian saja aku membahas masalah ini."
Hernandez hanya berusaha bersikap tenang meski dalam hati dia sangat dongkol dengan kehadiran pria 60 tahun tersebut, siapa juga yang lagi senggang, bukankah tadi dirinya sedang meeting bersama staf keuangan?
"Pak, saya akan mengatasi masalah ini dengan baik. Tapi setelah ini, tolong kembalikan saya ke Mizuruky Corp lagi. Kalau memang butuh seorang CEO, bagaimana kalau Tuan Muda Zein saja? Saya rasa dia lebih paham tentang agama."
Maulana mengangguk."Tapi Zein itu tidak suka membaca novel, dia juga tidak akan paham mana novel bagus dan tidak."
"Memangnya aku paham?!" Batin Hernandez dongkol, dia juga tidak suka baca novel apa lagi novel religi, sangat tidak suka.
"Sudah, aku akan naikan gaji kamu. Aku gaji kamu sebesar 400 juta, tapi kamu di sini saja. Zein sudah punya perusahaan sendiri, oh satu lagi… kamu carikan cetakan buku Suami Terbaik ya, Istriku sangat suka," balas Maulana dengan senyum penuh misteri.
Hernandez sangat ingin protes tapi dari senyum pria itu sepertinya sangat tidak ingin dibantah, gaji rata-rata CEO sebesar 250 juta tapi hanya agar dirinya tidak pergi malah dinaikkan. Terpaksa mengangguk meski sangat tidak ingin.
"Baiklah, kalau kamu sudah setuju, aku pergi dulu. Jangan lupa untuk segera menikah, aku tidak sabar memberikan hadiah untuk mu. Atau kamu ingin aku nikahkan dengan anakku?" Balas Maulana.
Hernandez mengerutkan kening, seingatnya anak dari Bossnya itu semuanya pria, dirinya juga seorang pria, apakah ini maksudnya harus menyimpang?
"Maaf, Pak. Saya memang tidak ahli dalam urusan agama, tapi saya juga tidak mungkin belok. Saya masih menyukai dada besar seorang wanita."
Maulana menaikkan sebelah alisnya, dia sama sekali tidak membahas tentang hubungan menyimpang dan tidak ada yang menyuruhnya menyimpang, sepertinya ada sebuah kesalahpahaman dalam pembicaraan mereka.
"Anakku itu cantik-cantik, meski dadanya tidak terlalu besar. Oh, aku harap kamu tidak berpikir kalau aku akan membahas masalah Zein dan Tanvir, karena aku juga tidak akan setuju mereka memiliki pendamping hidup sepertimu. Setiap hari hanya membaca novel porno."
Jleb…
Rasanya seperti mendapat tusukan pisau belati tepat di jantungnya mendengar ucapan Boss besarnya tersebut, tapi sebenarnya siapa yang setiap hari membaca novel porno?
"Pak, saya ini masih muda. Saya tidak ingin menikah, dan saya juga tidak suka membaca novel porno. Tapi, Pak … mohon Bapak tidak ikut campur urusan saya."
Bukannya marah, Maulana justru terkekeh mendengar balasan jawaban dari CEO perusahaannya tersebut."Baiklah, tapi kamu harus ingat. Kalau sampai kejadian seperti ini terulang lagi, aku akan memecat kamu. Kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan lagi baik di Maula publisher atau Mizuruky Corp, bahkan mungkin perusahaan lain juga tidak ada yang bersedia menerima mu."
"Baik, Pak."Diiyakan saja daripada pria itu terus mengoceh tiada henti.
Maulana mengangguk puas, setelah itu dia keluar dari ruangan CEO membiarkan Hernandez bekerja, di tengah jalan ia bertemu dengan Yayang Dwi Kurniawan, sepertinya pria itu memang sengaja menunggunya.
Pria itu berjalan menghampiri salah satu Manajer perusahaannya."Yayang, apakah ada sesuatu yang ingin kamu bahas?"
Yayang Dwi Kurniawan mengangguk."Benar, Pak. Tapi tidak disini."
Maulana setuju, dia pun mengajak pria itu ke sebuah restoran mewah hingga membuat Yayang tidak bisa berkata-kata, baru kali ini dirinya diajak ke restoran mewah ini.
***
Faeyza membantu sang Suami melepaskan mantel panjang berbulu, ia juga membantu Suaminya melepaskan syal merah yang melilit lehernya.
"Maz, maaf ya, kamarku tidak sebagus kamarnya Maz."
Zein tersenyum manis, dia sama sekali tidak mempermasalahkan tentang kondisi kamar sang Istri, baginya itu sangat tidak penting sama sekali."Iza, Maz tidak masalah kok. Maz sudah sangat bersyukur karena diterima dengan baik di keluarga ini, apa lagi yang Maz harapkan?"
Faeyza tersenyum, Suaminya memang adalah seorang yang paling baik."Terimakasih, Maz."
Sst…
Zein menyentuh dadanya pelan, dahinya berkeringat menahan nyeri yang selalu datang secara tiba-tiba, dia mendudukkan diri di ranjang berharap rasa sakitnya akan mereda.
Faeyza panik dan cemas melihat Suaminya terlihat kesakitan, pria itu pasti kelelahan, keluar dari rumah sakit secara paksa, harus mengurus perusahaan yang besar bahkan tadi ribut dengan Tanvir, itu semua pasti sangat melelahkan untuknya.
Gadis itu mendekati sang Suami, berlutut di bawah pria tersebut dengan pandangan mata khawatir."Maz, sepertinya Maz tidak baik-baik saja, kita kerumah sakit ya."
Zein mengalihkan perhatiannya pada sang Istri, dia selalu saja membuat wanita itu khawatir karena penyakitnya, ia berharap akan segera mendapatkan donor jantung agar tidak lagi membuat Istrinya khawatir."Sayank, Maz baik-baik saja. Tadi hanya sedikit merasa nyeri saja, kamu jangan terlalu khawatir."
"Tapi wajah Maz pucat sekali, Maz Istirahat saja ya? Maz tidak usah menuruti ajakan Ulfi, biarkan saja dia pergi sendiri," balas Faeyza. Pria itu tersenyum lembut, ia mengangguk meski tidak enak hati tapi memang tubuhnya perlu diistirahatkan.
"Iya, Maz akan istirahat. Maz minta maaf kalau tidak bisa menamani kalian."
"Tidak apa-apa, Maz. Aku juga tidak akan kemana-mana, aku tidak mungkin meninggalkan Suami ku yang sedang sakit," jawab Faeyza.
"Sayank, kamu jarang datang kemari. Adikmu pasti merindukan saat bersama mu, pergilah, Maz akan baik-baik saja. Nanti kalau Maz sudah baikan, Maz akan menyusul kalian." Zein membujuk Istrinya, ia tidak ingin menyusahkan semua orang.
Setelah dipikirkan lagi, Faeyza mengangguk ia pun bangkit dari posisinya lalu meninggalkan sang Suami sendiri di dalam kamar.
Zein merebahkan tubuhnya saat tubuh gadis itu sudah menghilang di balik pintu, dia merubah posisinya menjadi miring. Wajahnya semakin pucat serta keringat dingin semakin banyak seiring dengan rasa nyeri yang dirasa, sakit, peruh dan sesak terasa tak mampu lagi untuk ditahan."Ya Allah, jika memang rasa sakit ini sebagai penebusan atas dosa-dosa hamba, maka hamba ikhlas menjalaninya," batinnya.