#8. LEFT
Alanis Daisha, dia berkulit putih, tinggi sekitar 165 CM, rambut di ponytail, berumur 23 tahun, dan dia sangat cantik jelita. Toni Brooklyn, dia berkulit coklat, tinggi sekitar 178 CM, berbadan kurus, berumur 25 tahun, dia tidak banyak bicara dan aku melihat dari biodata kedua orang yang diberikan oleh Bos.
"Hai salam kenal mulai sekarang kita menjadi partner kerja, mohon bimbingannya ya," ucap Alanis dengan senyuman.
"Tenang saja, mohon bantuannya juga dan aku akan membimbingmu," jawabku.
"Maaf kedua orang ini memang harus jadi partnerku?? Tapi kenapa, aku berpendapat satu orang itu lebih cukup," tanyaku kepada Bos karena heran.
"Aku menerima dua orang karena dalam bidang divisi yang kamu kerjakan terdapat banyak kekosongan karena pegawai yang sudah tua akan pensiun," jawab Bos.
"Aku tak masalah, yang penting ada alasan yang jelas," jawabku.
Langsung saja kedua orang itu bekerja sama denganku, aku memberi tugas secara merata. Aku dan Toni mengerjakan deadline pekerjaanku agar cepat di selesaikan, "Kamu sanggup mengerjakan ini tidak?? Kalau bisa kamu buat cover novel ini" tanyaku pada Toni.
"Yah, kurasa aku bisa membuatnya," jawab Toni.
"Oke, mohon bantuannya." ujarku sambil merangkul Toni.
Tanpa sengaja aku menjatuhkan tas milik Toni, aku segera mengambil dan menemukan sesuatu.
"Apa ini??" tanyaku.
"Bukan apa-apa," jawab Toni sambil mengambil barang itu.
Aku penasaran, sepertinya itu barang penting baginya, sehingga aku ingin melihat sekali lagi. Waktu tak terasa sudah jam 10 pagi, waktunya istirahat. Aku lantas keluar dan pergi menuju Cafetaria kantor yang ada di lantai bawah. Tanpa disadari disampingku ada Alanis, dia langsung menepuk bahuku dan seketika aku kaget.
"Yahuu, sepertinya kamu tadi kesusahan mengerjakan pekerjaanmu itu," ujar Alanis sambil bercanda.
"Iya tadi aku kesusahan mengerjakannya, hoh iya kamu sudah menyelesaikan tugasmu itu??" tanyaku.
"Aku sudah menyelesaikannya, pekerjaan itu lumayan membuatku menantang," ujar Alanis sambil tersenyum.
"Hebat, aku belum pernah mempunyai partner seperti ini," ucapku sambil bercanda.
Seketika berada di Cafetaria aku memesan makanan bersama Alanis ....
"Kita akan duduk dimana?? disini ramai," tanya Alanis.
"Sebentar aku mencarinya dulu, sepertinya meja ujung itu kosong kamu mau duduk disana tidak??" Tanyaku sambil menunjuk meja ujung itu.
"Gimana ya karena tidak ada tempat lagi aku setuju," jawab Alanis.
Aku dan Alanis langsung pergi ke meja ujung itu, dan lantas memesan makanan dan minuman. Tampaknya suasana semakin ramai, sepertinya di luar kantor terjadi hujan.
"Hoh iya, omong-omong dimana temanmu itu?? aku tadi tidak melihatnya setelah keluar dari ruangan," tanyaku.
"Teman?? Apa maksudmu, aku disini tidak punya teman seorangpun," jawabnya sambil tertawa kecil.
"Orang yang di dekatmu pada saat memperkenalkanku??" tanyaku lagi.
"Hoh dia, dia bukan temanku bahkan waktu di ruangan Bos aku tidak mengenalnya," jawab Alanis.
"Houh maaf, aku mengira dia adalah temanmu," ucapku sambil tertawa.
"Memang kenapa??" tanya Alanis.
"Tidak, aku hanya ingin tahu saja," jawabku.
"Houh it's oke, aku enaknya manggil kamu apa?? Soalnya kamu itu seniorku dan lebih tua kamu," Tanya Alanis lagi.
"Panggil Thomas saja, tidak apa-apa," ujarku.
"Houh begitu, baik Thomas sekarang kamu menjadi teman pertamaku di tempat ini," ucap Alanis sambil bercanda.
"Memang kamu berasal dari mana??" tanyaku.
"Aku selama ini tinggal di luar kota tepatnya di desa kecil," jawab Alanis.
"Desa kecil?? dimana tempat itu," tanyaku lagi.
"Desa Nirvadellir, desa itu berada di ujung negara ini," jawab Alanis.
"Desa yang bagus," ucapku.
"Makanannya sudah sampai, sekarang waktunya makan," ujar Alanis.
Aku dan Alanis makan bersama, pada waktu itu tak terasa sudah jam 10.30 sudah jam segitu karena aku dan Alanis berbicara panjang lebar. Setelah makan aku dan Alanis langsung saja pergi lagi ke ruangan untuk melanjutkan pekerjaannya masing-masing.
Toni masih saja mengerjakan itu, dan dia belum istirahat selama ini. Aku terkejut karena dia masih ada disini. Tampaknya ia sangat bersungguh-sungguh dalam mengerjakan itu, aku menghampirinya dan langsung menanyakan.
"Kamu belum istirahat, cobalah untuk istirahat sejenak," ucapku.
Dia tidak menjawab sepatah kata pun ....
"Aku punya minuman kaleng cobalah minum," ujarku sambil memberikan minuman kaleng itu di dekatnya.
Dia tidak menjawab sepatah kata pun ....
Tampaknya ia sangat sibuk hingga menghiraukan segala omongan orang lain yang ada di dekatnya.
"Dia tidak merespon ucapanku, walaupun begitu ia nampaknya seperti orang yang pintar dan cekatan dalam mengerjakan pekerjaannya," serunya di dalam hatiku.
Aku lantas acuh dengannya dan melanjutkan pekerjaan yang tertunda. Dalam benak pikiranku ini banyak hal yang menggangu untuk melanjutkan pekerjaan ini, entah kenapa pikiranku menjadi sangat samar dan abstrak.
Lama-kelamaan ia akhirnya beristirahat sejenak dan meminum minuman kaleng yang aku berikan. Nampaknya dia sangat kelaparan hingga dia menghilang keluar dari ruangan, dan lantas saja pergi tanpa sepengetahuan ku.
Jujur aku masih penasaran benda yang ada di dalam tas Toni, hingga aku kehabisan ide dan langsung menghampiri tas itu. Aku melihat-lihat situasi agar aman sesekali di ruangan, dan lantas saja .... Aku membuka tas nya dan langsung memegang benda itu ....
Dia seketika berada di depan pintu dan mengetuk pintu ruangan, seketika aku panik dan langsung menutup tasnya.
Tok ... Tok ... Tok.
"masuk," jawabku.
"Maaf aku tadi tidak meminta izin ke cafetaria," ujar Toni.
"Jangan sekali-kali lagi, tadi aku tidak mengetahui kalau kau tadi keluar dari ruangan ini," jawabku.
"Hampir saja aku melihat dan memegangnya, untungnya aku tadi segera menutup tasnya," serunya dalam hati.
Seketika dia duduk kembali untuk melanjutkan pekerjaan nya, selama ini aku tidak sadar yang ada di dekatnya. Rasanya aneh, aku melihat ada kejanggalan yang ada di tangannya ....
#To be continued ....