Shabrina memeluk adiknya yang duduk dilantai , Evan kedua kakinya ditekuk menopang kepalanya , mata sembab nya belum mengering.
Tak jauh dari tempat mereka duduk ada Maya yang sama sedihnya ia sedang menghubungi seseorang dengan ponsel nya.
Beberapa suster terlihat sibuk,ini sudah tiga jam Erika didalam ruangan belum ada tanda tanda ia akan sadar.
Evan pov
''erika, piye to ndok'' suara Bulek Mimi yang datang dengan Arin dan Rico. Ia memeluk Maya suara tangisnya menusuk nusuk hati ku.
Aku juga remuk melihat keadaan orang yang aku sayangi belum sadarkan diri. Disisi kiri masih ada Shabrina kakak ku yang masih berusaha menghibur ku.
Ingin ku teriak ''Tuhan jangan ambil Erika '' .
Maya mendekati ku memberikan sepasang baju Rico agar aku bisa mengganti bajuku yang masih berlumuran darah Erika yang mulai mengering.
Kakiku terasa sakit tapi lebih sakit hatiku, Shabrina memapah ku perlahan kekamar mandi.
Kuamati kalung berbandul cincin yang diberikan suster kepadaku disaat bersamaan teringat akan momen sehari sebelum hari naas itu terjadi, aku dan Erika duduk dibangku stasiun.
Dokter keluar dari ruang operasi, ia mengabarkan bahwa ada pendarahan dikepala akibat Benturan keras yang mengakibatkan Erika belum sadar dan kemungkinan selamat adalah mukjizat.
Maya dan Bulek Mimi masuk lebih dulu diruangan Erika dirawat, Shabrina tidak pernah meninggalkan ku sendirian menenangkan ku .
Giliran ku dan Shabrina masuk , kutatap wanita yang kemarin masih kulihat senyumnya kini kesakitan.
''kau akan bertahan kan sayang '' bisikku ditelinga nya air mataku menumpuk di pelupuk mata. Ku belai rambutnya ''katamu kau mau punya Erika kecil, ayo bangun kita akan menikah'' bisikku.
Shabrina yang menangis senggugukan dibelakangnya menepuk bahuku pelan, kucium tangan Erika berkali kali. ''jangan pergi'' kataku .
Esok hari keluarga Erika ayah ibu dan kakaknya juga sudah berdatangan aku juga melihat Dirga bersama Maya, kubiarkan mereka masuk ruangan, sedangkan aku meminta Shabrina agar mengantarkannya ke mushola aku ingin mengadu pada Tuhanku.
Kutunaikan sholat Dzuhur, dan berdoa pada sang pencipta agar dia berbaik hati mengembalikan Erika ku, ku curahkan keluh kesahnya agar hati ini sedikit tenang. Kulihat sajadah hendak keluar musholla namun aku melihat Erika sedang berdoa ia mengenakan mukena wajahnya sangat cantik dia. Tersenyum padaku, ku dekati Erika.
''ada apa ya mas'' suara itu membuyar kan ku, bersamaan dengan hilangnya wajah Erika. ''Ternyata bukan Erika'' batinku ku pukul kepalaku sendiri.
''mas, kamu tidak apa apa'' gadis tadi memperhatikan ku.
''oh maaf'' ujarku kulangkah kan kakiku perlahan mencari Shabrina ia sudah tidak berada di depan musholla lagi.
Kulihat dokter dan suster terburu-buru masuk keruangan Erika , ku percepat langkahku tiba tiba Shabrina menangis memeluk ku.
Dan semua orang di sana menangis.
Dokter keluar mengatakan turut berduka '' apa maksudnya'' batinku .
Aku berdiri disisi Erika yang tertidur peralatan dan selang selang sudah dicabut oleh suster, aku tidak menangis entah mengapa tapi aku hancur, sehancur hancurnya.
aku marah pada Tuhan.
''kau sudah berjanji tak akan meninggalkanku Erika''
''ayo bangunlah''
''kita akan menikah, lihat ayah ibumu sudah datang kita akan menikah'' Gerutu ku.
Kupukul dinding rumah sakit sekerasnya sampai ayah Erika datang menghentikan ku dan memelukku, aku tidak merasakan sakit walau tanganku berdarah.
Ku antar kan Erika diperistirahatan terakhirnya.
Aku masih didanai bersama Dirga ketika seluruh pelayat sudah mulai meninggalkan Erika.